16. Apocalypse

212 23 0
                                    

🌑🌕🌑

"Sepertinya takdir sedang bermain dengan kita. Tidakkah kau menyadarinya?"

- Jayden Park -

🌑🌕

Akhir pekan selalu identik dengan kata bersantai. Mengistirahatkan badan dan otak dari penatnya bekerja. Sebagian besar pekerja, lebih suka menikmati waktunya dengan melakukan hal menyenangkan bersama keluarga atau teman di luar rumah, sebagian lagi ada yang lebih suka menikmati waktu berharganya untuk istirahat di rumah.

Ellea melihat penampilannya kembali di depan cermin. Setelah merasa cukup, ia mengambil ransel kecilnya yang berisi peralatan touch up sederhana, ponsel dan tissue. Di tangan kanannya, ia menenteng paper bag yang berisi satu setel baju ganti. Ellea keluar, menuruni tangga. Berpamitan dengan mamanya yang masih berkutat di dapur. "Ma, Lea pergi dulu. Papa udah berangkat?"

Jennifer meletakkan bahan-bahan dapur, menoleh pada anak gadisnya sembari mengangguk. "Hati-hati. Papa baru berangkat dengan Om Raka."

Ellea mencium pipi Jennifer singkat. "OK."

Ellea meletakkan paper bag di kursi penumpang sebelum menyalakan mesin mobilnya. Perjalanan ke rumah gadis kecil itu hanya sekitar 30 menit. Jakarta di akhir pekan ketika pagi cukup padat. Banyak mobil pribadi yang berjalan ke arah puncak. Ellea mendesah panjang. Meski ia sudah menjelaskan pada Justin ia tidak bisa melakukannya, Justin tidak mempermasalahkannya. Ia cukup melihat dan menemani putri kesayangannya saja. Ellea tahu ini tidak semudah itu, tapi membauangkan wajah sedih gadis kecil itu karena penolakannya adalah hal yang tidak dia inginkan. Dengan bermodal rasa empati, ia mengalah, menurut pada apa yang hatinya katakan. Semua akan baik-baik saja.

Mobil sedan Ellea tiba di halaman rumah Justin tepat pukul tujuh pagi. Ia berjalan santai ke dalam rumah yang sudah terbuka. Matanya menjelajah taman samping rumah Justin dengan binar kebahagiaan. Ellea pernah bilang padanya jika dia paling suka berada di taman itu. Berjejeran bunga berbagai jenis dan warna memanjakan matanya. Di sudut taman terdapat gazebo dan ayunan, tempat ia dan Alana pernah menghabiskan waktu di sana. Kakinya spontan melangkah ke arah taman tersebut, alih-alih masuk ke ruang tamu, ia seperti orang yang sudah lama tinggal di rumah itu yang langsung menginjakkan kaki di bagian lain. Menyentuh dan menghirup aroma mawar putih kesukaannya sebelum sebuah suara menghentikan aktivitasnya.

"Siapa kau?"

Ellea menoleh dan terkejut melihat pria di depannya. "Sedang apa kau di sini?"

Jayden melipat dada. Memperhatikan penampilan sederhana Ellea sebelum menjawab, "seharusnya itu pertanyaanku. Sedang apa kau di rumah ini?"

Ellea masih belum hilang ingatan jika ia tidak salah alamat. Semua masihlah sama tapi mengapa justru ia harus bertemu dengan pria menyebalkan itu lagi?

Berhadapan dengan Jayden haruslah memakai kesabaran yang cukup. Jayden manusia tidak normal dan Ellea tidak harus terpancing jika harus meladeni sikapnya yang abnormal. "Oke." Ellea menghela napas panjang. "Aku ada urusan dengan pemilik rumah ini."

"Lalu kenapa tidak langsung ke arah yang benar? Kau bukan seorang pencuri, kan?"

Oh, astaga! Ellea mengedarkan pandangan, mencari apa ada alat yang bisa ia gunakan untuk memukul kepala pria abnormal itu. Setidaknya, sedikit jahitan dan bermalam di rumah sakit cukup membuat Ellea puas. Ia heran, mengapa takdir selalu mempertemukan mereka dalam situasi yang tidak mendukung. Seolah Jayden adalah bagian mengesalkan yang harus ada dalam hidup Ellea.

MasqueradeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang