Ellea mengernyit, melihat wajah konyol Briana yang senyum-senyum sendiri—tidak menyadari kehadirannya. Pikiran jahil melintas dalam kepala perempuan 25 tahun itu. Berjalan perlahan sampai di dekat sang sahabat lalu ... "Doorrrr!"
"Iya, Oppa aku cinta padamu!"
Gelak tawa mengisi ruangan yang masih terdapat beberapa karyawan tersebut. Si pembuat ulah terpingkal mendengar kalimat spontan sang sahabat. Hingga ia harus memegang perutnya sambil berjongkok tanpa melihat kekesalan Briana padanya.
"Bisa tidak kau datang layaknya 'human'?"
Ellea memegang kursi dan membawa tubuhnya ke atasnya, menahan tawa hingga wajahnya memerah sebelum berkata santai, "Hei, I'm still human. Memangnya selama ini aku apa? Unta!"
Briana mendengus. "Perawan tua yang suka mengencani laki-laki brengsek."
Sindiran yang bagus. Mendengar kalimat aduhai dari Briana, Ellea memasang wajah datar. Persahabatan mereka sudah seperti saudara. Untuk itu, Briana menyayangkan sikap Ellea yang tak kunjung berubah dari kebiasaannya—bermain hati.
"Mulutmu semakin tajam saja. Ke mana pangeranmu? Bukannya ini sudah jam pulang?"
Ellea melihat jam dinding di belakang Briana sebelum mengeluarkan telepon genggam dari tas kerjanya.
"Menjemput temannya di bandara." Briana melesakkan badannya untuk mendekat ke depan, menumpukan wajah pada kedua tangannya. "Kau tahu tidak, EXO akan tampil di Bali?"
Wajah konyol itu kembali. Alis naik turun dan senyum pepsodent yang jika satu menit saja Ellea tak akan sanggup melakukannya. Memutar bola mata seraya mendengus. "Jadi sejak tadi kau senyum-senyum sendiri sedang membayangkan itu?"
Briana mengangguk antusias sebelum menggebrak meja kerjanya. Ellea berjengkit dan mundur alami sembari mengelus dada. Dia mematap kesal gadis yang lebih muda dua tahun di depannya. "Tentu saja, tidak mungkin aku membayangkanmu sambil senyum-senyum sendiri, bukan? Mengingatmu saja membuatku sakit kapala."
"Sejak kapan kau jadi semakin menyebalkan begini, Bri?" Ellea hanya menggeleng tanpa mengalihkan pandangannya pada ponsel di tangannya.
Briana terkekeh, melihat Ellea yang tak mengalihkan fokusnya sama sekali. "Anak orang mana lagi yang saat ini sedang bersamamu?"
"Hmm ... tidak ada." Ellea masih mengetik sesuatu dari ponselnya sebelum mematikannya.
"Apa maksud dari kalimat 'tidak ada'? Apa kau sudah bertaubat untuk tak melakukannya lagi?"
Ellea memandang Briana, memajukan tubuhnya hingga jarak kepala keduanya semakin dekat. "Tidak ada sejak satu menit lalu," bisik gadis beralis tebal itu seraya terkekeh.
Briana mendorong pelan dahi Ellea seraya berdecak. "Berhentilah sebelum kau terkena akibat dari ulahmu. Memangnya kau tidak takut karma?"
"Aku tak pernah memikirkannya, hanya merasakannya, dan itu menyenangkan. Kau juga tahu, kan, aku tidak mengencani lelaki baik lalu kuputuskan begitu saja? Mereka yang bersamaku sudah memiliki stempel 'bastard' dari lahir. Anggap saja aku sedang membalaskan dendam para gadis yang telah mereka lukai sebelumnya."
"Modus, itu hanya alasanmu. Jangan pernah merengek padaku saat nanti kau patah hati karena makhluk berjenis kelamin lelaki."
Ellea melepaskan tawanya hingga menggema di ruangam pribadi sang pemilik galeri. Berhadapan dengan gadis sepertinya memang membutuhkan kesabaran tingkat tinggi.
"Ah! Aku baru mengingatnya. Apa kau tidak berniat memberiku selamat atas ini ...." Briana memamerkan cincin di jari manisnya kepada Ellea.
Ellea hanya bersiul. "Baiklah, selamat Ahjumma, semoga kalian langgeng sampai maut memisahkan." Ellea memajukan kembali badannya pada Briana. "Apa kau ingin mendengar sebuah rahasia?" bisiknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Masquerade
RomansaEllea Prisa menganggap seorang Jayden Park adalah lelaki berwajah datar tanpa ekspresi yang harus dijauhi. Bukan karena takut jatuh cinta, melainkan karena pria itu sama berbahayanya dengan dirinya. Baginya, makhluk hidup berjenis kelamin 'laki-laki...