Terima kasih untuk kalian yang masih bertahan sampai di chapter ini 😘 kamu yang nggak bisa mudik, puasa sendiri dan pekerjaan juga nggak selancar biasanya, keep fight✊ itu memang membosankan dan menjengkelkan, I know😀. Semoga cepet kelar yang beginian dan bumi jadi lebih baik setelah ini 👌
Playlist: Aphrodite - RINI
🔥
"Melebihi Aphrodite, semua yang ada pada dirinya adalah magnet."
- Jayden Park -
🔥🔥🔥
"Al."
Ellea menghentikan langkahnya tepat di depan lift. Alexis tersenyum manis, memasukkan sebelah tangannya pada saku celana, memerhatikan Ellea sedari tadi yang berjalan dengan fokus pada ponselnya. Ellea sedikit salah tingkah. Ia mengerjap beberapa kali untuk menetralisir kegugupannya. Rambut panjangnya menghalangi pandangan mata Alexis.
"Bukankah aku pernah bilang, lebih baik mengikat rambutmu seperti ini." Alexis melepas tali rambut berbentuk kristal hitam dari pergelangan tangan Ellea. Berdiri di belakangnya, menyatukan semua rambut gadis itu dan mengikatnya tinggi. Kemeja putih selutut dengan kerah agak lebar semakin memperlihatkan tengkuk putihnya. Alexis sedikit memberikan sentuhan kecil di sana.
"Al ... k-kau tak harus melakukan ini." suara lirih itu masih terdengar di telinga Alexis. Mereka berada di lobi perusahaan, tentu saja Ellea merasa canggung dengan sikap Alexis. Pria itu mengulum senyum. Ellea masih saja manis seperti dulu, pikirnya.
"Ini kantor, bukan hotel. Bisakah kalian profesional?" Jayden melewati mereka begitu saja setelah mendengar lift terbuka.
Alexis segera melepaskan kedua tangannya dari Ellea. Ia melihat pria yang menegurnya dan mengabaikannya. Sementara Ellea sudah menahan malu akan sikap Alexis padanya. Itu bukan salahnya, meski begitu, ia merasa seperti tersangka karena mata yang tak pernah menyambutnya dengan baik itu hanya menatapnya, seolah di sana hanya ada mereka berdua.
Ellea berdehem dan segera masuk setelah mendapat tarikan kecil dari Alexis. Di dalam kotak besi itu hanya ada mereka bertiga. Namun, atmosfir yang tercipta berkata lain. Ellea tidak menyukai itu. Ia ingin segera keluar dan menjauh dari dua orang tersebut tapi lagi-lagi itu hanya angan. Nyatanya, mereka bertiga keluar di lantai yang sama. Ellea mendengus dan wajah kesalnya terlihat dari pantulan lift di depan Jayden. Posisi Ellea dan Alexis sejajar di belakang Jayden. Pria Park itu bisa melihatnya dengan jelas.
Tak lama kemudian, mereka sampai di lantai 17, studio tempat mereka bekerja. Jayden melangkah lebih dulu ke arah pria blonde. Sementara Ellea menemui Gaby, make up artis yang sudah dua kali bertugas meriasnya.
"Al, come on!" seruan sang fotografer pada Alexis membuat langkahnya berubah. Ia berjalan ke arah pria berbadan kurus itu sambil tersenyum. "Ibumu sudah sehat?"
Alexis mengangguk. "Sudah membaik. Setidaknya masa kritisnya sudah terlewati, terima kasih sudah mengizinkanku menemaninya tempo hari."
Dave menepuk pelan bahu Alexis. "Syukurlah. Simpan saja terima kasihmu untuk anak pemilik perusahaan ini yang sudah menggantikan pekerjaanmu tempo hari."
Alexis mengernyit. Tidak masuk akal. Anak pemilik perusahaan katanya? "Baiklah, di mana aku bisa menemuinya?"
Dave menunjuk seorang pria yang sedang berbincang dengan produser 40 tahunan itu menggunakan dagu. Alexis memutar tubuh, mencari sosok yang ditunjuk Dave dan menemukan pria dengan balutan kemeja putih yang berada satu lift beberapa saat lalu setelah menegurnya. Ekspresinya mendadak kaku. Dia telah bersikap tidak sopan pada anak pemilik perusahaan. Kesan dingin yang ditampilkan Jayden menambah kegelisahannya. Pria itu bukanlah sosok yang mudah, begitulah pikirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Masquerade
RomansaEllea Prisa menganggap seorang Jayden Park adalah lelaki berwajah datar tanpa ekspresi yang harus dijauhi. Bukan karena takut jatuh cinta, melainkan karena pria itu sama berbahayanya dengan dirinya. Baginya, makhluk hidup berjenis kelamin 'laki-laki...