Ellea Prisa menganggap seorang Jayden Park adalah lelaki berwajah datar tanpa ekspresi yang harus dijauhi. Bukan karena takut jatuh cinta, melainkan karena pria itu sama berbahayanya dengan dirinya. Baginya, makhluk hidup berjenis kelamin 'laki-laki...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ellea melenguh pelan, membuka mata perlahan dan mengedarkan pandangan pada kamar bernuansa abu tersebut. Dia melihat jam dinding setelah menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang, mendesah panjang, ternyata dirinya tidur cukup lama. Ini masih tengah malam, Ellea tidak segila itu untuk nekat pulang dan menempatkan dirinya ke dalam masalah kembali. Lebih baik dia melanjutkan tidur dan bersiap pulang saat fajar tiba. Ellea sudah akan merebahkan diri ketika pintu kamar terbuka.
"Sudah bangun?" Jayden berjalan santai menuju Ellea, berdiri di sisi ranjang menghadap gadis itu. "Apa kau lapar?"
"Apa kau sedang mengejekku?"
Jayden memegang dahi Ellea, mengetuknya pelan. "Singkirkan pikiran buruk dari kepalamu jika kau ingin berumur panjang. Aku hanya bertanya."
Sikap Jayden membuat Ellea sebal tapi sudut bibirnya menahan senyum agar tidak semakin melebar. Dia juga menyadari jika selama ini yang ada dalam kepalanya adalah keburukan tentang Jayden. Bagaimana tidak, salahkan pria itu juga yang selalu memancing kekesalannya dari awal dengan mulut dan sikap tidak bersahabatnya. Ellea bahkan lupa jika dirinya juga bersikap hal yang sama menyebalkannya bagi Jayden.
"Terima kasih," gumam Ellea. Rasanya aneh mengucapkannya pada orang yang selalu membuatnya kesal, tapi Ellea tidak mau menahan hatinya lagi untuk melepas semuanya. Dia butuh udara.
Jayden masih memerhatikan Ellea. Mungkin hanya perasaannya, tapi menurutnya, Ellea sedikit berubah sejak kejadian malam itu. "Setidaknya jangan menyakiti diri sendiri hanya karena seorang pria. Tidurlah, besok pagi akan kuantar kau pulang." Jayden berbalik, siap melangkah tapi Ellea menahannya.
"T-tunggu! Apa maksudmu? Sepertinya kau salah paham. Aku tid—"
"Sudahlah. Kembali tidur." Jayden mendengar semuanya. Ketika akan membuka mobilnya, percakapan Ellea dengan Alexis menghentikan gerakannya. Itu bukan urusannya, tapi tubuhnya seolah mengkhianatinya dengan enggan beranjak dari tempatnya. Sama seperti ketika malam itu dia juga sempat melihat apa yang Ellea lihat pada Alexis dan juga perempuan asing itu. Sudah dia bilang, takdir selucu itu memaksanya untuk masuk.
"Kau hanya tidak mengerti, tapi terima kasih." Suara lirih Ellea menghentikan langkah Jayden. Ellea merasa tidak ada gunanya lagi berbohong pada Jayden karena sepertinya pria itu memang benar.
Jayden menunduk sejenak sebelum membalikkan badan. Rasanya ini salah, tapi dia juga tidak bisa menghentikan dirinya sendiri untuk mendekat. "Jika masih mencintainya, kenapa harus menahan. Katakan saja padanya."
Ellea memandang lurus. Kepalanya memutar ulang kenangan manis antara dirinya dengan Alexis. Sepersekian detik, mereka hanya membisu sampai Ellea menemukan kesadarannya dan menunduk. "Dia pergi begitu saja. Menghilang dan tidak bisa dihubungi sama sekali. Aku masih menunggunya seperti orang bodoh selama tiga tahun. Berpikir jika dia hanya fokus pada apapun itu yang entah aku tak tahu. Tahun selanjutnya aku mulai menyerah, hingga dia datang kembali di depanku seolah tidak pernah terjadi apa-apa dan bersikap tenang di depanku." Ellea tersenyum miris. Air matanya sudah habis. Dia tidak akan mengeluarkannya lagi untuk pria itu. "Bukankah takdir itu lucu? Ketika kau ingin menjauh dari seseorang, kau justru terlibat dengan orang itu."