Bagian 3

8.6K 399 9
                                    

Ratna membuka pintu lebar-lebar saat Arlan tiba sambil membawa Nayra di dalam gendongan. Kedua mata perempuan itu terpejam, sedangkan bau alkohol menguar tajam dari tubuhnya.

Nayna yang berdiri di sebelah Ratna terperangah sejenak, sebelum mempersilakan Arlan masuk dan menuntunnya memasuki kamar Nayra yang pintunya sudah dibuka. Tanpa suara, lelaki itu berjalan cepat dan membaringkan Nayra di atas tempat tidur.

"Nayra benar-benar habis dari klub?" tanya Ratna. Tatapannya perpaduan antara terkejut dan rasa tak percaya.

"Ya." Arlan menjawab singkat, sementara matanya menatap tajam Nayra yang sudah diselimuti oleh Nayna. "Jangan diselimuti, Nayna. Kamu ganti pakaiannya dulu, karena dia sempat muntah."

"Eh? Baiklah." Nayna yang salah tingkah langsung menurunkan selimut Nayra, membuat perempuan yang mengenakan pakaian seksi itu langsung tertangkap oleh Mata Arlan.

Secepat kilat Arlan membuang muka. Kali ini ia beralih menatap Ratna yang terlihat linglung. "Seharusnya saya yang bertanya, Tante. Kenapa dia bisa pergi ke klub itu? Apa kalian sama sekali nggak mencegahnya?"

Ratna hendak membantah, tetapi tidak satu pun kata-kata keluar dari mulutnya. Arlan meneliti wajah Ratna yang tampak terpukul, lalu hanya bisa menghela napas.

"Nayra terlalu banyak minum alkohol dan saya yakin dia akan mengalami mual esoknya. Jadi, setelah dia bangun nanti, beri sup hangat atau telur. Minumannya, kasih air jahe hangat atau cukup air putih jika dia tidak suka."

Setelah berucap demikian, Arlan melangkah keluar. Menutup pintu kamar Nayra dengan ekspresi sulit ditebak. Saat hendak melangkah, ia melihat Hendra yang berdiri kaku tak jauh darinya.

"Om." Arlan mendekat dan memberi hormat.

"Nak Arlan." Hendra mengangguk sekilas. Pandangannya menyapu pada pintu kamar Nayra yang tertutup. "Saya menelepon ibumu dan minta tolong supaya kamu menjemput Nayra. Terima kasih dan maaf jika merepotkanmu, Nak."

Arlan mengangguk singkat, seakan tak melihat tatapan tidak enak yang dilemparkan Hendra kepadanya. "Saya permisi, Om," ucapnya sopan.

"Baiklah. Saya antar sampai ke luar."

Mereka berjalan dalam diam. Suasana hening seperti sekarang benar-benar menyiksa bagi Hendra. Ingin mencairkan suasana, tetapi ia mengurungkan niat saat melihat wajah Arlan yang terlihat lelah.

Begitu tiba di luar, Hendra menatap Arlan sekali lagi. Arlan bisa melihat tatapan lembut di mata sayu milik suami dari sahabat ibunya itu.

"Sekali lagi terima kasih, Arlan."

"Sama-sama." Arlan menatap langit malam, mengembuskan napas panjang. Kalau boleh jujur, ia sangat mengantuk sekarang. Apalagi besok Arlan harus berangkat kerja pagi-pagi sekali, pastinya ia takkan memiliki waktu tidur yang cukup.

"Hati-hati di jalan, Nak Arlan. Jangan terlalu ngebut."

"Iya, Om." Arlan mengangguk mengerti.

Arlan sudah hendak melangkah pergi saat mendengar suara Hendra yang lirih.

"Apakah setelah melihat anakku yang seperti ini, keputusan kamu akan berubah?"

Arlan terdiam.

"Putriku, Nayra, memiliki banyak kekurangan. Nayra adalah satu dari sekian banyak perempuan yang terjerumus ke dalam pergaulan yang salah, Arlan. Ini bukan pertama kalinya saya mengetahui dia mabuk-mabukkan. Sebelumnya juga sama, hanya saja anakku yang satu itu sangat pandai menyembunyikannya."

"Lalu ... gimana bisa Om mengetahui Nayra yang suka ke klub malam?"

"Dia selalu pulang larut malam, Nak Arlan. Saat ditanya, dia hanya bilang habis bersenang-senang. Akan tetapi, meskipun dia menutupi semuanya, saya bisa mencium dengan jelas bau alkohol di tubuhnya." Wajah Hendra tampak murung saat mengatakannya.

The Innocent WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang