Arlan mengusap punggung Nayna yang masih terisak. Gadis itu menyandarkan kepala ke bahu lebarnya, menyembunyikan air matanya yang mengalir deras. Jujur saja, Arlan tidak menyukai perempuan yang sedang menangis. Naluri kelelakiannya akan selalu berteriak agar selalu melindungi perempuan tersebut.
Tadinya, Arlan bertemu Nayna di depan rumah gadis itu. Ia baru saja tiba untuk menghadiri acara makan-makan sekaligus penentuan tanggal pernikahan setelah terlebih dahulu menyelesaikan urusan di rumah sakit. Saat turun dari mobil dan hendak melangkah masuk, ia malah bertemu dengan Nayna yang tampak murung. Gadis itu menunduk dalam, serta terlihat jelas raut wajahnya yang suram.
"Kamu kenapa, Na?"
Arlan tentu saja keheranan, apalagi saat mendapati Nayna yang sudah akan pergi dari hadapannya tanpa menyapa. Sangat bukan tipe Nayna. Biasanya, perempuan itu akan selalu menyapa ramah dan tersenyum, tetapi kali ini tidak. Seolah-olah perempuan berjilbab itu menyimpan luka yang sangat mendalam. Menuntun Arlan untuk bersikap peduli sebagai sesama manusia.
"Kalau kamu ada masalah, cerita aja sama aku. Aku siap mendengarkan, Nayna."
Ucapan Arlan itulah yang akhirnya membawa mereka ke taman belakang rumah. Nayna mulai menceritakan semua isi hatinya tanpa ditutup-tutupi. Tentang Nayra yang selalu bersikap sinis padanya dan tentang file naskah terbarunya yang mendadak hilang. Nayna pun hampir saja mengutarakan rasa keberatannya atas rencana pernikahan Arlan, tetapi diurungkan.
"Aku nggak ngerti kenapa Nayra selalu bersikap seperti itu sama aku, Ar. Aku selalu berusaha baik padanya, tapi yang aku lakukan selalu salah di matanya."
Arlan mengembuskan napas. "Dalam sekali lihat, aku pun sudah tahu kalau Nayra memang memiliki sikap sinis kepada semua orang, Na, apalagi yang nggak disukainya. Kamu sebagai saudara kembarnya seharusnya mengerti."
Perkataan Arlan sontak membuat Nayna tertegun. Ia segera menegakkan punggung sambil menatap Arlan dengan kedua matanya yang basah.
"Jangan sedih hanya karena sikap dia terhadap kamu. Perempuan itu memang jahat, tetapi kamu harus kuat. Semakin kamu lemah, semakin Nayra akan memandangmu rendah."
Nayna menghapus air matanya dengan gerakan secepat kilat. "Kamu benar, Ar. Nggak seharusnya aku bersikap lemah seperti ini."
Arlan memberi senyuman tipis. Tidak menjawab, hanya membiarkan hening meraja. Dalam diam, diamatinya sosok Nayna yang kini menghela napas berat. Wajah cantik itu kali ini terlihat lebih tegar, meskipun tak menutupi raut sedih yang masih terpancar jelas.
"Makasih, ya, Ar." Nayna membalas senyum Arlan. Sorot matanya berkilat penuh kekaguman. "Tapi, walaupun Nayra seperti itu, sebenarnya dia adalah wanita yang baik," ucap Nayna meluruskan. Nayra adalah kembarannya. Seburuk apa pun perlakuan Nayra terhadapnya, tetap saja mereka bersaudara yang harus saling melindungi dan tidak mengumbar aib masing-masing.
Dapat Nayna lihat ekspresi wajah Arlan yang kaku. Sepertinya, ucapan Nayna sama sekali tak membuat rasa tidak suka Arlan terhadap Nayra berkurang walau sedikit saja. Lelaki itu malah berdiri sambil menatap Nayna singkat.
"Aku akan masuk, semua orang sedang menunggu aku," ujarnya mengalihkan pembicaraan. Tidak berniat menanggapi ucapan Nayna beberapa saat lalu. "Kamu mau ikut masuk?"
Nayna terdiam sejenak. Setelah mengamati wajah Arlan diam-diam, Nayna sadar bahwa ada sorot kebencian di mata Arlan. Lelaki ini tidak menyukai Nayra dan sepertinya pembahasan soal kembarannya tidak akan membuat Arlan tersentuh atau bersimpati sedikit pun. Entah apa yang dilakukan Nayra terhadap Arlan, atau Arlan memang sudah terlanjur membenci Nayra tanpa sebab?
Akhirnya, setelah Nayna tersadar dari lamunan panjang, ia mengangguk singkat sebagai jawaban. Mereka berjalan bersisian dalam hening yang membentang. Saat tiba di ruang tamu, semua orang menyambut gembira.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Wife
RomanceMahesa Arlanzio adalah seorang dokter muda yang sangat menyayangi ibunya. Apa pun permintaan sang ibu, Arlan akan selalu mengabulkan. Jadi, ketika ibunya meminta ia menikah dengan Anayra Lusiana, tanpa berpikir panjang Arlan langsung mengiyakan. Nam...