Maaf update yang telat pake banget, ya.
Dua bab kelanjutan TIW nggak sengaja kehapus. Jadi nulis ulang dan butuh waktu. Ini aja adegannya jadi beda dari yang sebelumnya.
Apa pun itu, selamat membaca, ya.
Terima kasih sudah menunggu ....
*
*
*
Arlan terperanjat saat melihat sosok Nayra yang sedang duduk di kursi dapur. Perempuan itu melamun, diam seperti patung dan ada lingkaran hitam yang menghiasi kedua matanya.
Sejak kapan Nayra berada di situ?
Tidak, apa yang ia lakukan di sana?
Arlan berjalan mendekat. Ia menuang air ke dalam gelas, lalu meneguk isinya sambil melirik ke arah Nayra. Sama seperti tadi, Nayra masih diam. Seolah tak menyadari kehadiran Arlan, juga seakan tenggelam dalam dunianya sendiri.
"Nggak ada sarapan?"
Hanya pertanyaan itulah yang tiba-tiba saja keluar dari mulut Arlan. Hari sudah pagi, ia terbangun tanpa Nayra dan Arlan menuju dapur untuk menghapus dahaga. Tak disangka ia menemukan Nayra di sini. Bukan dalam posisi memasak atau kegiatan yang berguna, tetapi malah seperti orang depresi.
"Nayra?" panggil Arlan pelan.
Ketika mendongak, Arlan semakin jelas melihat wajah kusut istrinya. Nayra tampak kaget, matanya mengerjap-ngerjap lalu membulat saat menatap wajah Arlan.
"Kok lo ada di sini?"
Pertanyaan konyol itu sukses membuat Arlan mendengkus. "Sudah jam enam pagi," katanya singkat.
"Jam enam?" beo Nayra. Sesaat kemudian, kepala wanita itu ia sandarkan di meja. Mulai bertingkah kelelahan.
"Gue capek, Ar. Hari ini nggak usah sarapan di rumah, ya?"
Arlan hendak membantah, tapi mulutnya langsung tertutup saat mengamati punggung Nayra. Wanita itu terlihat lelah sekali sampai-sampai Arlan merasa kasihan. Kasur di sebelahnya terasa dingin, yang artinya Nayra sudah cukup lama turun dari ranjang. Entah apa yang dilakukan Nayra di dapur ini saat dini hari, Arlan tak tahu. Ingin bertanya pun, ia masih gengsi.
Arlan dan Nayra tidak sedekat itu untuk saling bertanya satu sama lain.
Mereka hanya menjalani pernikahan kaku dan belum siap saling membuka hati.
"Oke," kata Arlan akhirnya, diiringi oleh helaan napas berat pertanda mengalah.
Hubungannya dengan perempuan itu—walaupun masih sering beradu mulut—tapi cukup baik sekarang. Sekarang ia tak ingin berdebat dengan Nayra. Sesekali mengalah pun rasanya tidak masalah.
"Tapi makan siangnya jangan lupa diantar," lanjutnya sambil berlalu dari hadapan Nayra. Arlan hendak mandi dan bersiap-siap pergi bekerja.
Nayra tidak mengangkat kepala. Hanya tangannya saja yang melambai ke udara sebagai isyarat setuju. Betapa mengantuknya ia sekarang. Nanti, setelah Arlan sudah pergi ke rumah sakit, Nayra akan meminum obat tidurnya yang masih beberapa butir. Keinginannya untuk tidur tak mungkin bisa ditunda lagi.
* * *
Bella kesal bukan main. Baru saja menduduki kursi bioskop dengan pacarnya yang baru, perempuan itu malah bersebelahan dengan Nayna yang juga kebetulan hendak menonton film. Bella memperhatikan kembaran sahabatnya itu berkali-kali dan berdecih sinis saat menguping obrolan mereka.
"Kenapa nggak film romance aja, sih, Na? Aku paling takut nonton film horor." Suara sahabat Nayna terdengar kesal.
"Aku udah baca sinopsisnya, Sha. Tentang cinta dalam diam. Nggak mau aku nontonnya," balas Nayna tenang. Tangannya meletakkan kotak popcorn di pangkuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Wife
RomanceMahesa Arlanzio adalah seorang dokter muda yang sangat menyayangi ibunya. Apa pun permintaan sang ibu, Arlan akan selalu mengabulkan. Jadi, ketika ibunya meminta ia menikah dengan Anayra Lusiana, tanpa berpikir panjang Arlan langsung mengiyakan. Nam...