Bagian 12

6.9K 354 35
                                    

"Saya terima nikahnya Anayra Lusiana binti Hendra Pratama dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."

"Sah?"

"Sah."

"Alhamdulillah."

Kedua telapak tangan menengadah, memanjatkan ayat-ayat penuh syukur kepada Tuhan Yang Masa Esa. Dalam diam Arlan tercenung. Meskipun ia mengucapkan ijab kabul dengan suara tegas dan lantang, keraguan itu tetap ada. Saat ini, ia pun masih tak percaya bahwa telah resmi menikah dengan gadis angkuh bernama Nayra, seseorang yang sangat jauh dari kriteria istri idaman.

Lalu, perempuan itu muncul. Ia didampingi oleh ibunya di sisi kanan dan juga Nayna di sebelah kiri. Walaupun wajahnya masih memancarkan gurat kesombongan, tetapi Arlan tak bisa memungkiri kecantikan yang dimiliki Nayra. Perempuan yang biasa mengenakan baju kurang bahan itu tampak cantik sekali. Gaun pengantin putih suci yang membalut tubuhnya pun sangat indah dan memukau, menjadikan ia layaknya seorang bidadari.

Arlan memperhatikan wajah masam Nayra saat mengambil posisi duduk tepat di sebelahnya. Terlihat jelas gurat tidak terima yang memancar dari wajah cantiknya. Ada pula tatapan keberatan yang berkilat kuat di kedua manik matanya. Sama seperti Arlan, Nayra ternyata juga memiliki keraguan tentang pernikahan yang diadakan secara tak terduga ini.

"Baiklah, kedua mempelai bisa memasangkan cincin di jari pasangannya."

Ucapan penghulu itu membuat Nayra mendelik. Ia tidak suka jika Arlan disebut-sebut sebagai pasangannya. Ya ... meskipun saat ini status laki-laki itu sudah resmi menjadi suaminya, tetap saja Nayra tak suka.

Lihatlah tampang datar yang lelaki itu tampilkan ketika meraih cincin emas di wadah bludru berwarna merah. Arlan tampak enggan saat mengambil cincin itu. Kemudian, ekspresinya semakin suram saat meraih tangan Nayra dan menyelipkan cincin itu di jari manisnya. Sambil berdecih kesal, Nayra ikut mengambil cincin putih yang tersisa. Lantas, ia meraih tangan besar Arlan dengan kasar lalu menyelipkan cincin itu di jarinya secepat kilat.

"Setelah selesai, mempelai wanita dipersilakan mencium tangan suaminya. Lalu disusul sang mempelai laki-laki mencium kening pengantinnya."

What?

Nayra memekik di dalam hati. Diam-diam ia melirik Arlan dan terkesiap saat menemukan lelaki itu juga tengah melihat ke arahnya. Langsung saja Nayra memelototi pria itu, dengan maksud agar Arlan bersedia melewati sesi menggelikan yang diperintahkan oleh Pak Penghulu. Cium-ciuman? Yang benar saja!

Akan tetapi, Arlan malah tak menangkap tatapan protes yang dilemparkan Nayra terhadapnya. Ia malah menyodorkan tangan kanannya di hadapan perempuan itu, membuat Nayra terperangah di tempat. Ia menatap Arlan semakin tajam dan dibalas tatapan dingin dengan satu alis terangkat.

Nayra melirik tamu-tamu yang memperhatikan mereka dalam hening seolah menunggu. Perempuan itu meringis, tak menyangka akan mengalami posisi tersudut seperti ini. Kalau ia berontak atau menolak, sudah pasti dirinya mendapat gunjingan. Nayra sama sekali tidak peduli jika harus dicemooh orang lain, tetapi tidak pada saat hari pernikahannya.

Akhirnya, ia meraih tangan Arlan dengan perasaan tidak ikhlas. Perempuan itu menundukkan kepala, menempelkan keningnya ke punggung tangan Arlan. Kalau mau menciumnya pakai bibir, sih, Nayra ogah. Melakukan ini pun Nayra sudah mau muntah saking jijiknya.

Setelah merasakan flash kamera yang mengabadikan moment laknat bagi Nayra itu, barulah ia menegakkan kepala. Dilepaskannya tangan Arlan dengan wajah kelewat masam. Nayra tak berniat menutupinya sama sekali. Terserahlah jika orang menganggapnya tidak bahagia, karena kenyataannya memang begitu. Bukannya gembira, Nayra malah merasa tersiksa.

The Innocent WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang