Menjadi pusat perhatian bukanlah masalah bagi seorang Anayra Lusiana. Ia malah suka. Mendapati berbagai jenis pandangan mulai dari tatapan kagum, suka, benci ataupun aneh, Nayra sama sekali tidak keberatan. Malahan, ia akan semakin melangkah percaya diri dan menganggap semua orang tidak lebih dari seorang penggemar fanatik.
Seperti sekarang. Saat ia berjalan di koridor rumah sakit, lengkap dengan penampilan super seksi dan kacamata hitam, Nayra bisa merasakan berbagai tatapan yang langsung menghunus ke arahnya. Di sepanjang langkah, orang-orang semakin menatapnya penasaran. Ada juga yang diam-diam mengikutinya dari belakang, bertingkah seperti penguntit handal.
Sembari menyeringai senang, Nayra melambaikan tangan ke sekeliling. Tak lupa ia melempar senyum paling manis yang dimilikinya. Sikapnya itu sudah menyamai artis papan atas yang sedang berjalan di atas red carpet. Menunjukkan pesona tak terbantahkan. Membuat para lelaki tergoda setengah mati dan para wanita mendengkus iri.
"Nggak tahu malu!"
"Dikiranya bar apa? Pakaian ketat kayak gitu."
"Kayak pelacur."
Langkah Nayra terhenti. Kepalanya menoleh ke kiri, memandangi gerombolan suster sok kecantikan yang sedang asyik bergosip mengenai dirinya. Saat melirik, mereka balas menatap sengit. Nayra menghitung jumlah mereka di dalam hati. Satu … dua … tiga … empat, itu masalah gampang. Kalaupun nanti berdebat, Nayra yakin akan menang. Belum tahu saja mereka betapa pedas mulut Nayra yang cantik jelita.
Dengan percaya diri, Nayra melangkah anggun mendekati empat suster yang berada tak jauh darinya. Mereka tampak terkesiap, agak menjaga jarak, tapi masih memasang wajah angkuh yang menyebalkan. Bahkan, di saat Nayra sudah berdiri tepat di depan mereka, suster-suster bodoh itu masih saja berani menghunuskan tatapan tajam.
Nayra melepaskan kacamata hitamnya, lalu menaruh benda itu di atas kepala seolah-olah menjadi bandana yang cantik. Setelah itu, Nayra melipat kedua tangan penuh keangkuhan.
"Bilang apa lo semua tadi?" katanya, mulai mencari gara-gara.
Mereka saling melirik. Lalu, suster paling tinggi—yang tingginya hampir menyamai Nayra—melangkah maju. Suster berambut ikal itu ikut-ikutan melipat kedua tangan.
"Lo kayak pelacur. Kenapa? Masalah buat lo?" tantangnya.
Nayra menyeringai. "Ya masalah, dong. Soalnya nama gue yang lo semua sebut." Nayra maju satu langkah, mendorong dada suster rambut ikal dengan jari telunjuknya. "Jangan nyari masalah sama gue, ya," ancamnya.
Suster ikal itu menepis tangan Nayra dan berkacak pinggang. "Kenapa lo marah? Bukannya lo emang kayak pelacur?" Ia memandangi Nayra naik turun dengan tatapan mengejek. "Pakai baju ketat. Nggak tahu malu banget. Dasar bitch!"
"Suka-suka gue, dong. Lo nggak ada hak untuk melarang gue," sahut Nayra tenang.
Suster tinggi itu tertawa. Ketiga temannya di belakang sana juga ikut tertawa. Nayra mengernyit bingung. Kata-katanya bagian mana yang membuat mereka tertawa keras seperti itu? Aneh!
"Hello ...." Salah satu suster yang berada di belakang maju menyamai suster ikal. Mereka berdiri berdampingan dan mulai menyulut api. "Lo pikir ini klub malam, hah? Udah pakai baju kurang bahan, songong pula."
"Tasya, Yessi, udahlah," ujar suster yang satunya—menyadari situasi ini akan memanas. Suster itu berambut sebahu, tampak mungil dan menggemaskan. Sedangkan suster di sampingnya hanya diam tak bersuara.
"Apa, sih, Lun?" Suster ikal menoleh ke belakang, lalu kembali menatap Nayra tajam. "Cewek kayak dia harus dikasih peringatan biar nggak bertingkah seenaknya. Dia pikir ini rumah sakit apa, sampai berani berpakaian norak kayak gitu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Wife
RomanceMahesa Arlanzio adalah seorang dokter muda yang sangat menyayangi ibunya. Apa pun permintaan sang ibu, Arlan akan selalu mengabulkan. Jadi, ketika ibunya meminta ia menikah dengan Anayra Lusiana, tanpa berpikir panjang Arlan langsung mengiyakan. Nam...