"Nayra! Dari mana kamu?!"
Perempuan yang baru muncul dari balik pintu itu menoleh sekilas, lalu berjalan santai menuju kamarnya yang terletak di lantai dua. Namun, baru saja kedua kaki jenjangnya menapaki tangga, suara penuh emosi itu kembali terdengar.
"Nayra, Papa belum selesai bicara!"
Nayra menatap sang ayah dengan tampang malas. "Apa, sih, Pa? Nayra capek!"
"Ke sini sebentar. Papa mau ngomong," ujar ayahnya. Kali ini nada suaranya melunak.
Nayra memutar bola mata sebelum melangkah ogah-ogahan mendekati ayahnya. Ia mengambil posisi duduk di sofa dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Tidak ada senyum sama sekali di wajah cantiknya.
"Beri salam dulu, Nayra."
Hendra memberi Nayra isyarat untuk menyapa dua tamu yang duduk tenang di sofa tepat di seberang meja. Mau tak mau Nayra menoleh dan refleks mengangkat alis saat melihat tamu ayahnya. Ia baru sadar kalau ada dua orang yang duduk di sana.
"Hai, Tante." Nayra melambaikan tangan acuh tak acuh pada seorang wanita paruh baya, lantas menoleh pada lelaki tampan di sebelah wanita itu. "Hai, Ganteng," ujarnya asal.
"Nayra." Ayahnya menggeram tidak suka, tetapi Nayra malah melengos tak peduli.
"Papa mau bicara, 'kan? Bicara aja sekarang. Soalnya Nayra mau tidur. Capek!"
Hendra menghela napas. Ia melirik sekilas pada kedua tamunya dan kembali menatap Nayra. "Kamu akan Papa jodohkan dengan Arlan."
"Hah?"
"Kamu akan menikah dengan Arlan."
"Apa?!" Nayra berteriak lantang. Ia bangkit dari posisi duduk dan berkacak pinggang. "Nikah? Sama siapa tadi, tuh ... Arlan? Yang mana orangnya? Dia?!" Telunjuk Nayra menuding ke arah lelaki tampan yang duduk manis di sebelah ibunya.
"Nayra, jaga sikap kamu!" Emosi Hendra kembali tersulut karena sikap tak sopan anaknya.
"Kenapa?" Suara Nayra terdengar nyolot. "Papa tuh kuno banget, ya. Masa di zaman yang serba modern ini masih main jodoh-jodohan? Emang Papa pikir Nayra mau?"
Hendra memijit pelipis, merasa pusing mendadak. Anaknya yang satu ini memang dari dulu suka membuatnya naik pitam.
"Arlan ini dokter, Nayra. Hidupnya juga mapan. Kamu tidak akan menyesal menikah sama Arlan," ujar Hendra pelan, tetapi Nayra malah berdecih.
"Mau dokter, artis, guru, pilot atau nahkoda pun, pokoknya Nayra nggak peduli. Lagian kita juga nggak kenal sama orang ini." Mata Nayra menyorot sinis.
Dari ujung matanya, Nayra bisa melihat tangan lelaki yang bernama Arlan itu terkepal kuat. Ia tampak ingin bangkit dan membalas ucapan Nayra, tetapi dicegah oleh ibunya. Wanita itu memegang tangan anaknya yang terkepal seolah ingin menenangkan, membuat Nayra yang melihatnya hanya menyunggingkan senyum miring.
"Saya Tante Faya, Nayra. Kamu lupa sama Tante?" Wanita itu berujar lembut.
"Tante Faya?" Nayra berlagak sedang berpikir keras. Kemudian ia berdecak sebal. "Saya nggak peduli, Tante. Intinya, saya nggak mau nikah sama anak Tante. Titik!"
"Nayra!"
"Udah, ah! Nayra mau ke kamar."
Tanpa menghiraukan teriakan marah sang ayah, Nayra melenggang pergi dengan gaya super angkuh. Namun, saat di ujung tangga, perempuan itu berhenti. Ia menyeringai saat melihat sosok perempuan berhijab yang baru muncul dari dapur.
"Kenapa Papa nggak jodohin dia aja?" Nayra bersandar di pegangan tangga dan mengawasi saudara kembarnya yang berjalan membawa nampan minuman. "Biar dia ada yang urus. Nggak ganggu hubungan orang. Iya nggak, Na?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Wife
RomanceMahesa Arlanzio adalah seorang dokter muda yang sangat menyayangi ibunya. Apa pun permintaan sang ibu, Arlan akan selalu mengabulkan. Jadi, ketika ibunya meminta ia menikah dengan Anayra Lusiana, tanpa berpikir panjang Arlan langsung mengiyakan. Nam...