"Sean!"
Panggilan itu tidak membuat Sean menoleh. Ia malah semakin mempercepat langkahnya tanpa menghiraukan perempuan yang mengejarnya di belakang sana.
"Sean, tunggu!"
Nayra tak menyerah. Kakinya yang dibalut high heels lima belas senti terus mengambil langkah cepat, seolah tak mau kehilangan sosok di depannya. Mata Nayra mengamati punggung Sean yang tampak kaku. Mengumpat kesal saat pria itu tak sedikit pun menoleh ke arahnya.
"Aduh!" Nayra meringis saat jatuh terduduk di jalanan akibat kehilangan keseimbangan. Perempuan itu kembali melirik Sean, berharap ia akan berbalik, tetapi tidak. Sean malah bersikap tak peduli dan masih saja melenggang pergi tanpa rasa simpati.
"Sean!" Nayra langsung merengek dan menggoyangkan kakinya tak tentu arah. "Lo tega banget, sih, sama gue? Gue lagi kesakitan, tahu!" gerutunya.
Tak disangka, Sean tiba-tiba berhenti. Pria itu berbalik dengan raut wajah super datar. Ia mengangkat alis saat melihat Nayra mengulurkan kedua tangan ke arahnya sembari meminta tolong.
Akhirnya, setelah menghela napas kasar, lelaki tegap itu berjalan menghampiri Nayra. Ia berjongkok dan langsung menyentuh kaki Nayra yang masih mengenakan sepatu hak tinggi.
"Sakit!" Nayra refleks memukul tangan Sean. "Kaki gue sakit banget, nih. Gara-gara lo, Sean!" rengeknya lagi.
Sean tidak menjawab. Matanya sibuk mengamati kaki Nayra yang menampakkan jelas tanda-tanda terkilir. Raut wajahnya yang semula datar, langsung berubah cemas. Sekali lagi tangannya menyentuh pelan kaki Nayra dan melirik gadis itu hati-hati.
"Sakit?" Ia bertanya. Sedangkan Nayra hanya mengangguk dengan ekspresi nelangsa.
"Lo marah sama gue, Sean?" Nayra menatap Sean dengan tatapan menyelidik.
Pria itu hanya menggeleng singkat.
"Bohong," cibir Nayra. "Melihat muka lo yang serem kayak mau ngajakin berantem, gue yakin lo marah sama gue."
"Udah tahu masih nanya." Suara Sean mendadak dingin. Begitu pula ekspresinya yang sebelas dua belas dengan guru killer Nayra waktu SMP.
"Lo marah karena rencana pernikahan gue yang mendadak, ya?"
"Pikir aja sendiri," balas Sean ketus.
Nayra menelan ludah. Semenjak kenal Sean, ia belum pernah melihat pria itu marah. Kalau cuma sekadar kesal, sih, lumayan sering. Namun, melihatnya marah seperti ini, Nayra sedikit merasa was-was. Sean seperti orang yang berbeda, belum lagi wajah tampannya yang setara sama singa. Menyeramkan.
"Sean ...." Nayra memasang wajah memelas.
"Lo anggap gue apa, sih, Ra? Hal sebesar ini nggak sekali pun lo mau bicara sama gue," ujar Sean telak. Membuat Nayra membeku di tempat.
"Sean, gue nggak bermaksud-"
"Stop! Jangan bicara lagi. Gue nggak mau dengar penjelasan dari lo." Sean memalingkan muka, fokus mengamati kaki Nayra yang terkilir. Ekspresinya sangat keras seakan menyimpan kemarahan besar.
Tak menyerah, Nayra langsung meraih tangan besar Sean dan menangkupnya dengan kedua telapak tangan. "Awalnya gue juga menolak perjodohan itu, Sean. Tapi, gue nggak tega sama bokap yang sakit parah."
"Om Hendra sakit?" Sean tampak terkejut.
Nayra mengangguk cepat. "Gagal jantung," ucapnya.
"Astaga." Wajah Sean tak lagi kaku, malah sekarang terlihat prihatin. "Kok bisa, Ra?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Wife
RomanceMahesa Arlanzio adalah seorang dokter muda yang sangat menyayangi ibunya. Apa pun permintaan sang ibu, Arlan akan selalu mengabulkan. Jadi, ketika ibunya meminta ia menikah dengan Anayra Lusiana, tanpa berpikir panjang Arlan langsung mengiyakan. Nam...