"Makan mie aja, oke? Udah malam, gue males masak."
Arlan mengangguk pelan. Matanya mengekori langkah Nayra yang berjalan menuju dapur. Merasa bingung dengan tingkah aneh istrinya yang mendadak berubah. Nayra tidak mau sedikit pun memandangnya sejak kembali dari minimarket. Kalau diajak bicara, ia hanya menjawab singkat. Tak mau menatap, cenderung menghindar.
Padahal, Arlan yakin betul kalau perempuan itu sangat bersemangat-sebelumnya. Bahkan, beberapa waktu yang lalu mereka saling berebut troli dan tak mau mengalah satu sama lain. Arlan juga tahu betapa antusiasnya Nayra saat berbelanja tadi. Namun, tingkahnya tiba-tiba berubah setelah mendapat satu pesan dari orang-entah siapa-di ponselnya.
Sebenarnya Arlan tidak mau kepo, tetapi kalau pesan itu sukses membuat mood Nayra turun drastis seperti itu, Arlan jadi tak kuasa menahan rasa penasaran. Walaupun raut wajah Nayra hanya datar tanpa senyum, tapi Arlan bisa menangkap gurat gelisah yang tampil sekilas di wajah cantiknya. Pesan itu pastilah sangat penting, dan demi Tuhan ... Arlan sangat ingin tahu sekarang.
Dari sofa ruang tamu, Arlan masih bisa menangkap punggung istrinya yang sedang sibuk memasukkan air ke dalam panci. Di meja dapur, ada dua cup mie yang tergeletak manis. Arlan menyipitkan mata, mencoba menerka. Kira-kira, pesan apa yang membuat Nayra si tukang ngomel tiba-tiba menjadi diam? Belum lagi gelagatnya yang super aneh, membuat Arlan semakin dilanda curiga.
Sambil menunggu air mendidih, Nayra duduk di salah satu kursi dan memainkan ponselnya. Arlan memperhatikan dalam diam. Jarak antara ruang tamu dan dapur tidak terlalu jauh, jadi ia bisa leluasa mengintai Nayra dari tempatnya.
Dilihatnya sang istri sedang mengotak-atik ponsel, lalu menempelkannya di telinga. Beberapa detik kemudian, suaranya terdengar ceria. Ia menyapa lawan bicaranya di telepon dengan sangat gembira.
"Sean!"
Arlan memutar bola mata. Sean? Pria sok pahlawan yang memberinya ucapan selamat saat acara resepsi waktu itu? Lelaki yang dipeluk erat oleh Nayra seakan-akan mereka berpacaran itu?
"Gue lagi masak mie."
Nayra terkekeh senang. Sesekali kepalanya menoleh ke samping-memastikan airnya mendidih atau belum-lalu kembali fokus berbicara. Menurut Arlan, kedua orang itu sangat berlebihan, mengalahkan pasangan LDR yang tak bertemu sepuluh tahunan. Apalagi suara Nayra yang dibuat sok manja itu membuatnya jengah dan dongkol di saat bersamaan.
"Baru pindah tadi siang." Nayra kemudian berdiri dan beringsut mendekati air yang sudah mendidih. Iya, gue capek, nih."
Capek? Yang benar saja! Dari jam satu siang sampai jam lima hanya tidur-tiduran, bilangnya capek? Bolehkah Arlan tertawa ngakak sekarang?
"Lapar ... lapar ...." Arlan bersuara keras. Menatap Nayra dari jauh sambil mengusap perutnya.
Dilihatnya Nayra menoleh kesal. Tatapan istrinya menghunus tajam mengalahkan ujung pisau yang baru diasah. Sambil berkacak pinggang, perempuan itu melotot pada Arlan. Mengisyaratkan Arlan agar diam karena ia sedang fokus berbincang dengan Sean yang terhormat.
"Cepetan. Saya lapar!" seru Arlan lagi. Kali ini bersandar di kursi sambil melipat kedua tangan, bertingkah seperti raja yang memberi perintah.
Nayra hanya memutar bola mata, lalu kembali berbicara dengan Sean. Entah apa yang dibahas, tapi mereka tertawa keras seolah-olah sedang kerasukan. Air panas yang hendak dituangkan ke cup mie pun sampai tertumpah-tumpah karena Nayra sibuk tertawa.
"Saya banyak pekerjaan lain. Cepat!" Arlan berseru lagi. Masa bodoh jika sekarang ia terlihat seperti suami cerewet.
"Sabar, woi!" balas Nayra kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Innocent Wife
RomanceMahesa Arlanzio adalah seorang dokter muda yang sangat menyayangi ibunya. Apa pun permintaan sang ibu, Arlan akan selalu mengabulkan. Jadi, ketika ibunya meminta ia menikah dengan Anayra Lusiana, tanpa berpikir panjang Arlan langsung mengiyakan. Nam...