Bagian 28

11.1K 581 231
                                    

Happy Reading ^_^
Maaf sudah menunggu lama 😁

*

*

*

“Kenapa nggak ngasih tahu gue kalau mama sama Ghina jadi datang ke rumah? Lo bilang nggak jadi.”

Nayra berbisik pada Arlan yang berdiri di sampingnya. Mereka berdua sama-sama berdiri di sudut ruangan, membiarkan sang mama dan Ghina berkuasa di ruang kerja Arlan. Faya meletakkan satu kotak bekal ke atas meja, membuka satu per satu plastik berisi lauk dengan penuh semangat. Sedangkan Ghina, adik gadis Arlan yang satu itu tampak sibuk menjelajahi barang-barang menarik di sekitarnya dengan sorot mata ingin tahu. Lihat saja, saat ini ia mengelus patung berbentuk tubuh manusia yang menunjukkan organ-organ dalamnya.

“Mana saya tahu mama sama Ghina bakalan datang hari ini. Semalam  mama bilang emang nggak jadi,” balas Arlan sama-sama berbisik. Sepasang suami istri itu sudah seperti narapidana yang lagi kena sidang.

Nayra mendengkus pelan. Bukannya tidak senang akan kehadiran ibu mertua serta adik ipar, Nayra hanya merasa canggung berada di dekat mereka. Mama Faya tidak jahat, kok. Beliau malah memperlakukan Nayra seperti anak kandungnya sendiri. Begitu pula dengan Ghina, remaja cantik itu lumayan akrab dengannya. Namun, hal itulah yang membuat Nayra merasa canggung. Ia tidak terbiasa menerima kebaikan seseorang—selama ini Nayra malah diperlakukan tidak adil oleh keluarganya sendiri.

Oleh karena itu, Nayra sangat canggung sampai terkadang ada rasa takut salah sikap. Nayra tidak mau kebaikan mereka jadi lenyap, lalu ia akan diperlakukan seperti orang jahat dan egois seperti selama ini keluarganya memandang dirinya, Nayra hanya tidak mau merasa kecewa dan … berharap.

“Selamat makan,” ucap Faya begitu sudah selesai menata bekal makan siang Arlan. Seraya tersenyum, wanita paruh baya itu melirik Arlan. “Kamu ngapain di situ, Nak? Ayo ke sini, makan.”

Arlan sempat menolah sekilas ke arah Nayra sebelum melangkahkan kaki mendekati sang ibu. Pria itu duduk di kursinya dan diam saja saat disodorkan makan siang enak. Beberapa saat kemudian, ia pun mulai makan, berusaha mengabaikan tiga perempuan yang menghuni ruang kerjanya itu.

“Kamu ada jadwal operasi nggak hari ini, Ar?” tanya Faya seraya mengamati Arlan yang sedang makan.

Sambil mengunyah, lelaki itu menggelengkan kepala.

Faya mengangguk-angguk. “Berarti, hari ini kamu nggak terlalu sibuk, ‘kan?”

“Nggak terlalu. Cuma ada beberapa pasien rawat inap yang harus Arlan periksa.”

Senyum lebar masih setia mengukir wajah Faya. “Intinya, kamu nggak lembur hari ini. Ada waktu luang untuk ikut makan malam sama keluarga besan.”

Ucapan Faya membuat Arlan dan Nayra sama-sama terkejut. Pasangan itu kompak saling pandang, lalu memusatkan tatapan pada Faya yang tampak bahagia.

“Keluarga Nayra rencananya malam ini mau ngajakin kita makan malam bareng, Ar. Udah lama juga nggak kumpul sama-sama, ‘kan? Kapan lagi coba?”

Benarkah? Kok, Nayra tidak dikasih tahu?

Nayra mencari berbagai kemungkinan yang membuatnya tidak diberi tahu oleh keluarganya mengenai rencana makan malam nanti. Namun, sekeras apa pun ia berpikir, Nayra tidak menemukan jawaban. Lama kelamaan ia baru sadar bahwa dirinya memang tidak pernah dianggap. Jadi, tak ada alasan bagi mereka untuk memberi informasi penting kepada dirinya.

Ya, harusnya Nayra sadar.

Setelah menatap ekspresi wajah Nayra sekilas, Arlan menoleh pada ibunya. “Arlan usahain pulang cepat, ya, Ma.”

The Innocent WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang