1. My Name is Adira

148K 7.8K 480
                                    

Sekuel dari My Baby, My Strength. Adira adalah anak dari Bayu dan Firda. Ini untuk test drive ya. Dan aku akan menggunakan sudut pandang orang pertama. Kayaknya ini pertama kali aku pakai sudut pandang orang pertama yang full dalam suatu cerita.

Sebuah bola basket menggelinding ke arahku, tepat berhenti di depan ujung sepatuku. Aku mengambil bola itu dengan kedua tanganku. Kulihat anak-anak basket putri melihat ke arahku, seakan memintaku untuk melempar bola itu.

Kutatap ring basket yang berdiri gagah. Kubayangkan ring itu bisa bicara dan menyuruhku melempar bola itu. Sejak kecil aku senang mengamati anak-anak bermain basket. Keinginan bergabung begitu kuat. Namun aku tahu, sejak kecil banyak teman yang tidak bisa menerima kehadiranku, kecuali anak yang benar-benar tulus berteman tanpa memandang fisik. Beruntung aku memiliki ayah terhebat. Dia membuatkan tiang ring basket di belakang rumah dan setiap sore, aku berlatih basket bersama ayah.

Kupandang tiang ring itu sekali lagi. Aku beranikan diri untuk melempar bola ke arahnya. Bisa kulihat semua anggota tim melongo melihat bola itu berhasil menembus ring. Seorang mahasiswi melangkah mendekat. Dia Cherise, leader tim basket putri yang namanya sudah tenar seantero kampus. Dia cantik dan unik, kadang terlihat maskulin tapi juga cute di saat yang bersamaan.

"Hai, kamu anak mana? Semester berapa? Pinter juga main basket. Kenalin, aku Cherise." Gadis berambut panjang yang dikucir kuda itu mengulurkan tangannya.

Aku tergugu. Kedua tanganku kusembunyikan di balik punggungku. Bukan aku tak mau menjabatnya. Namun aku takut dia akan bereaksi sama dengan orang lain saat pertama kali berkenalan. Awalnya tersenyum sumringah, tapi begitu bersalaman denganku, dahi mereka mengernyit. Mereka tampak kaget atau shock saat mengetahui bahwa kedua telapak tanganku tidak memiliki jari. Beberapa bahkan tak bisa melepas tatapannya dari tanganku. Ini semua membuatku enggan membuka diri dengan orang-orang baru.

"Cherise ayo main lagi..." Salah satu teman Cherise memanggil sang leader dengan lantang.

Cherise berbalik tanpa mengucap apapun. Aku merasa bersalah. Mungkin dia berpikir aku angkuh dan tak mau berkenalan dengannya. Padahal sudah lama aku mengaguminya. Dia tak hanya jago basket, cantik, dan kaya, tapi juga memiliki personality yang bagus. Tak heran dia memiliki banyak teman.

Aku kembali berjalan menuju pintu gerbang kampus. Setiap sore aku berkerja di salah satu distro. Aku akan berangkat ke sana. Aku sudah mengirim pesan whatsapp pada orang tuaku bahwa aku akan langsung pergi ke distro.

Aku adalah gadis biasa dengan sesuatu yang istimewa. Mungkin di mata dunia apa yang ada padaku bukan keistimewaan, melainkan kekurangan, keterbatasan, atau bahasa yang lebih eksplisit, "cacat". Kata ayah dan bunda, meromelia bukanlah kekurangan tapi keistimewaan. Di mata mereka aku istimewa.

Orang yang baru mengenalku atau bahkan ibu-ibu yang naik satu angkot denganku, ketika menyadari ada yang berbeda dengan tanganku, secara refleks mereka bertanya, 'tanganmu kenapa?' Kepada orang yang sudah tua biasanya aku hanya tersenyum atau aku jawab, 'sudah kehendak Allah, Bu'. Namun pada teman-temanku, aku jelaskan seperti cara ayah dan bunda menjelaskan. Apa kamu pernah mendengar phocomelia? Phocomelia adalah suatu kondisi defek lahir di mana kondisi bayi terlahir dengan tubuh tidak sempurna (ada lengan dan tungkai kaki yang hilang karena malformation atau pembentukan tak sempurna pada saat kehamilan). Phocomelia ini bisa bersifat sebagian (meromelia), bisa juga bersifat keseluruhan (amelia). Aku mengidap sindrom meromelia karena ketiadaan bagian tubuh hanya sebagian.

Jangan kau tanya apa penyebabnya. Kata ayahku, penyebabnya bisa dari genetik atau tidak diketahui. Ayah menjelaskan, saat aku lahir, dokter mengatakan bahwa sekitar 60 persen penyebab cacat lahir itu tidak diketahui.

Adira-Axel (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang