Penting! Baca dulu sebelum baca ceritanya.1. Please jangan mempermasalahkan visual/cast. Karena itu sifatnya untuk seru-seruan. Kalau nggak sreg imajinasikan sendiri. Jangan lagi mengusulkan, kalau menurut aku yang cocok meranin si A itu si B, aduh ini gak cocok, bla bla. Udah telat kalau mau usul. Inti cerita itu isinya, pesannya, bukan castnya. Aku paling nggak mood kalau ada comment yang mengkritisi visual karena ini sebenarnya hal sepele yang nggak perlu untuk dikritisi. Kadang pembaca nanya castnya siapa? Giliran dikasih protes. Terima saja siapapun castnya. Kalian mau mengimajinasikan tokohnya adalah diri kalian sendiri juga boleh kok.
Visual Axel itu udah paten. Karena cast Axel (Axel Matthew) emang turut andil menjadi inspirasi aku menciptakan karakter Axel di Adira. Udah lama aku ingin pakai dia jadi cast di ceritaku. Kalau lagi ngayal nggak jelas, membayangkan cerita ini difilmkan, aku mau Axel Matthew yang meranin Axel. Duh ini authornya ngayal ketinggian hahaaha. And I don't care about his real life, I don't care about his tattoo, nggak ada hubungannya antara his real life dengan karakter Axel di cerita ini.
2. Jangan berekspektasi lebih akan kesempurnaan cerita maupun tokoh-tokohnya ya. Semua tokoh punya kekurangan dan kelebihan, bukan gambaran tokoh yang sempurna.
Kemarin malam mau ngetik, rasanya ngantuk bgt. Pulang kul, sampai rumah Maghrib. Tadinya mau ngetik pak dosen, cuma respon lagi kenceng di sini. Nek ora di-up mbok pada ngorong-ngorong.
Ini aku tadi juga pulang kul sore. Sabtu Minggu itu pasti slow update.Oya maaf ya aku belum sempat balas2 comment di dua part sebelumnya.
Happy reading...
Hari Minggu ini aku tidak pergi kemana-mana, begitu juga dengan Adika. Ayah libur berjualan. Bunda juga libur menerima pesanan catering. Setiap hari Minggu kami libur dari aktivitas karena ingin menghabiskan waktu yang berkualitas bersama keluarga.
Siang ini keluarga Om Argan dan Tante Nara hendak berkunjung. Bunda sudah menyiapkan masakan yang spesial. Persahabatan antar orang tuaku dan orang tua Mas Sakha memang sudah terjalin lama. Rasanya senang melihat hubungan mereka yang begitu baik.
Om Argan dan Tante Nara datang bersama keempat anaknya, Mas Sakha, Kiara, serta duo kembar Ardi dan Ardan.
Kiara cuma setahun lebih muda dariku. Ia kelas tiga SMA, sedang Ardi dan Ardan berusia sembilan tahun.
Seperti biasa setiap datang kemari, Tante Nara pasti membawa banyak makanan. Ia juga memberi kerudung untukku dan Bunda. Ia memiliki butik yang menjual baju muslimah.
Atmosfer terasa begitu hangat. Berada di tengah keluarga Om Argan dan Tante Nara, seperti berada di tengah-tengah keluarga sendiri. Kehangatan sikap Om Argan dan Tante Nara seperti hangatnya sikap ayah dan bunda. Tak heran, anak-anak mereka baik-baik dan manis-manis. Kasih sayang yang melimpah dalam keluarga memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter anak.
"Adira gimana kuliahnya? Mas Sakha ngajarnya bisa dipahami, nggak?" Om Argan melirikku yang duduk di sebelah Bunda.
Aku menoleh Mas Sakha yang duduk di sebelah Tante Nara.
"Cara mengajar Mas Sakha bagus banget, Om. Dira suka karena Mas Sakha selalu jelas menerangkan materi. Mas Sakha juga sering mendorong mahasiswa aktif dalam berdiskusi dan mengeluarkan pendapat."
"Alhamdulillah. Mas Sakha ini nurun ayahnya. Dosen terbaik di kampusnya dulu," Ayah tersenyum menimpali.
"Wah, saya dulu kayaknya cuma beruntung saja dinobatkan jadi dosen terbaik. Pencapaian Sakha ini jauh lebih baik dari saya." Om Argan tertawa kecil.
"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Mudah-mudahan aku dan Firda bisa mencontoh caramu mendidik anak-anak," lanjut Ayah.
"Aku dan Nara masih terus belajar. Kami juga perlu belajar darimu, Bay." Om Argan tersenyum menatap ayahku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Adira-Axel (Completed)
General FictionRank #1 muslimah-26/11/2019 Rank #1 religi-16/04/2019 Rank #1 kehidupan-14/07/2019 Rank #2 lifestory-29/06/2019 Rank #2 kehidupan-07/07/2019 Rank #2 hijab-02/01/2020 "Kerudungnya lebar amat, apa nggak gerah? Pakaianmu itu kuno, kayak emak-emak. Sese...