-Adhitha 58-

456 25 0
                                    

"Di hari itu pula aku mulai mencintaimu, di hari itu pula, kamu mulai membenciku."

🍂🍂🍂

H-5.

Fera tak akan pernah menyangka, kalau temannya itu benar-benar membongkar seluruh gudang rumah sakit untuk menemukan data yang dimintanya.

Sekarang, data-data itu tertata rapi dalam sebuah map, diletakkan tepat di depan matanya.

Ruangan dokter itu lengang sejenak.

"Ini data-data yang kamu mau kan? Kamu tahu nggak, ini sama sekali nggak mudah buat aku. Aku harus bohong sama atasan aku buat dapetin data-data ini," Sifa menyerahkan map itu kepada Fera, membiarkan perempuan itu membacanya.

"Kamu emang bener, Bu Tin emang melahirkan di sini. Dan nama anaknya tertera di sana, Inara Allya. Persis seperti yang kamu bilang. Tapi... "

"Data yang menunjukkan Ina meninggal nggak ada di sini," Fera meletakkan kembali map itu, lalu menatap Sifa intens.

Sifa menghela napasnya, lalu mengangguk membenarkan. "Ya. Bahkan di sana, Ina langsung dibawa pulang setelah lima hari. Kamu pulang bahkan setelah sepuluh hari kan?"

"Iya... Waktu Tisya hilang, umurnya sepuluh hari. Itu aku baru pulang, dan malam-malam kejadiannya. Saat aku masih di rumah sakit, Bu Tin cerita tentang anaknya. Ya, dia jenguk aku... Dan tanya-tanya soal Tisya..." jawab Fera panjang, bahkan terlalu panjang untuk ukuran orang yang punya masalah besar sepertinya.

Semua ini, membuatnya pusing bukan main. Hingga saat ini, dia masih belum menemukan titik terang dari permasalahan. Bahkan situasinya bertambah rumit sekarang.
Ini... Ini sangat jauh dari perkiraan Fera.

"Tapi... Kita, maksud aku, aku nggak boleh nyerah gitu aja, kan? Semuanya menyangkut masa lalu dan anak aku Sifa. Aku takut, takut kalau sesuatu yang tersembunyi ini bisa membahayakan hidup aku dan putriku... Aku nggak mau," lirih Fera pelan sambil mengusap wajahnya.

Dokter itu tersenyum, mengelus lembut tangan Fera. "Kamu tenang aja Fer. Aku akan bantuin kamu sebisanya. Bahkan kalau kamu butuh bantuanku, aku pasti bakalan ada. Kita harus menyelesaikan masalah ini secepat mungkin."

Fera mendongak, menatap teman dekatnya sejak SMA itu penuh terima kasih.

Ia balas memegang tangannya. "Makasih banyak ya Sifa. Sekali lagi, makasih. Aku nggak tau apa yang bakalan terjadi kalo nggak ada kamu."

Sifa beranjak, mengambil dua cangkir teh yang mulai dingin di meja kerjanya. Lalu ia menyerahkan salah satunya pada Fera.

"Kamu minum dulu tehnya. Segerin pikiran kamu dulu. Masalah ini, bisa kita urus nanti. Sekarang, tenangkan dan jernihkan pikiran kamu," ujarnya seraya tersenyum lembut.

Perlahan, Fera menerimanya dan meminumnya.

Teman dekatnya benar. Ia harus beristirahat sekarang.

🍂🍂🍂

Di waktu yang bersamaan namun di lain tempat, Bu Tin sendu menatap Tisya yang duduk di ayunan dari kejauhan. Ia tak tega melihat raut wajah Tisya yang terlihat begitu sangat sedih.

Setelah sekian lama memperhatikan sosok gadis itu, akhirnya Bu Tin pun memutuskan pergi menuju rumah pembantunya.

Bu Tin menghela napasnya pelan, lalu menutup kembali pintu rumah pembantu yang sengaja dibukanya lebar-lebar. Bu Tin melangkah menuju kursi di pojok ruangan, lalu beristirahat sejenak.

Adhitha [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang