-Adhitha 47-

501 26 1
                                    

"Dulu, kamu melambangkan kesejukkan. Sekarang, kamu melambangkan kehampaan. Kehampaan atas rasa yang hilang tak berjejak."

🍂🍂🍂

Athala mencengkeram tali tasnya erat, lalu dengan langkah mantap ia pun keluar dari rumahnya. Mobil Jazz warna merah milik Diva sudah terparkir manis di depan rumahnya.

"Wah.. Ada apaan nih, lo senyum bin cengir? Habis ditembak Adhitya kah?" Diva menaik turunkan kedua alisnya seraya memperbaiki posisi duduknya.

Athala yang baru masuk ke mobil, langsung mendengus, memutar bola matanya sinis. "Pala lu, ditembak!" desis Athala sambil menjitak pelan kepala Diva. Perkataan Diva membuatnya teringat pada perlakuan Adhitya kemarin.

Jauh dari kata manis, apalagi menembak. Hanya angan-angan semata.

Diva terkekeh pelan, mulai menjalankan mobilnya. "Gitu dong, galak dikit. Eneg gue lihat lo senyum-senyum nggak jelas."

Octavia dan Indi langsung tertawa mendengar perkataan Diva. Sedangkan Athala mendengus, menyamarkan kekehannya. Dasar sahabat sinting. Belum aja dikasih makan batu, batinnya dalam hati.

Kemudian hening menggantung di langit-langit mobil, semuanya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Indi yang duduk di depan bersama Diva, fokus ke layar ponselnya. Sedangkan Octavia tertidur di samping Athala. Kantung matanya terlihat jelas, ketahuan sekali habis maraton drakor. Diva? Tentu saja gadis itu sibuk menyetir.

Athala membuka tasnya, bibirnya melengkung saat melihat tali berwarna biru dan putih yang sudah dirangkai menjadi gelang. Ini buah tangan mamanya, Dhella.

Setelah beberapa lama Athala meletakkan kepalanya di pangkuan Dhella, tiba-tiba sebuah pemikiran mampir di otaknya. Dhella sangat pintar merangkai tali menjadi sebuah gelang yang unik. Hal itu sering dilakukan Dhella dulu, ketika Ergan--ayah angkat Athala--masih ada di dunia ini.

Dengan sedikit manja, Athala pun meminta mamanya untuk membuatkan gelang. Awalnya, Dhella sempat bingung mengapa putrinya tiba-tiba meminta hal itu. Namun, saat melihat binar mata Athala, Dhella pun segera mengerti. Putrinya sudah besar, dan dia pasti punya orang tersayang.

"Tha... Athala... Ambilin gue minum dong," lirih Octavia tiba-tiba, masih dengan mata tertutup. Athala sedikit terkejut, lalu buru-buru memasukkan gelang buatan mamanya ke tas, dan mengambil sebotol air mineral di jok mobil.

"Ini minum lo," kata Athala sembari menyodorkan sebotol air itu pada Octavia. Mata Octavia hanya terbuka sebentar, lalu ia mengibas-ngibaskan tangannya. "Nggak jadi Tha. Makasih. Gue udah nggak haus."

Dahi Athala langsung mengernyit, alisnya menyatu. Apa gunanya dia mengambil botol di jok mobil kalau begitu?

Diva yang melihat sekilas dari kaca tengah mobil, terkekeh pelan. "Maklumin aja sahabat lo satu itu Tha. Paling dia ngigau ketemu Kang Daniel. Mumpung belum bubar."

Athala menoleh sekali lagi ke arah Octavia, lalu meremas botol yang ada di genggamannya. Ingin rasanya dia menimpuk sahabatnya itu dengan sepatu.

🍂🍂🍂

Bangku paling ujung sebelah kanan, dua baris ke belakang, dan terletak dekat jendela. Bangku itu sudah ditatap Athala lima belas menit lamanya. Dia sedang menunggu pemilik kursi bagian sebelah kanan bangku itu datang.

Athala menghela napasnya, apa Adhitya akan sehari full tidak ikut pelajaran seperti kemarin? Tapi jika dipikir-pikir lagi, sepertinya tidak mungkin. Mereka sudah kelas XII, dan berbagai ujian akan menghadang dalam sekejap mata.

Adhitha [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang