"Pernahkah kamu merasa bahwa seisi dunia sangat jahat padamu? Jika begitu, kita senasib."
🍂🍂🍂
H-3.
"Athala! Athala!"
Suara yang agak cempreng itu membuat Athala menghentikan langkahnya di koridor kelas X. Ia sehabis dari kantin, barusan membeli minum di sana. Lagi-lagi, ia meminta sahabatnya untuk meninggalkannya sendiri. Athala ingin pulang sendirian.
Athala berbalik, lalu mengerutkan kening ketika tahu siapa yang memanggilnya. Bu Ira? Kenapa wali kelasnya itu memanggilnya?
Bu Ira mengusap dadanya--ia tampak kelelahan sekali, lalu melangkah pelan mendekati Athala yang memandanginya bingung. Ia tersenyum pada Athala.
"Haduh... Tadi Ibu manggil kamu loh pas di kantin... Tapi kamu malah main pergi aja..." ujarnya sambil tersengal satu dua.
Gadis itu terlongo sebentar, lalu buru-buru meminta maaf. "Eh... Maaf Bu... Saya nggak dengar apa-apa tadi. Oh iya, kenapa Ibu manggil saya?"
Wali kelasnya itu tampak menghela napasnya sebentar. "Itu.. Saya mau minta bantuan kamu, Athala. Ibu minta tolong sama kamu buat ngerapiin buku-buku di perpus. Kamu mau kan? Anak-anak udah pada pulang semua, tadi kebetulan aja Ibu ngelihat kamu..."
"Oh gitu... Ya udah, saya mau kok Bu," Athala mengangguk setuju. Ia paham dengan kesibukan Bu Ira sebagai petugas perpustakaan. Harus bersih-bersih, dan merapikan buku-buku yang baru datang, ataupun yang baru dikembalikan.
Bu Ira tersenyum seraya menghela napas lega. "Terima kasih ya. Mari ikut Ibu."
Athala pun mengangguk sekali lagi, lalu mengekori wali kelasnya menuju perpustakaan. Di perjalanan, matanya tak sengaja melirik Pulau Lumpur yang letaknya memang tak jauh dari perpustakaan. Tempat legendaris bagi sebagian besar siswa-siswi SMA Kusuma Bangsa.
Bahkan sangat berkesan bagi Athala sendiri. Dimana Diva menceburkan Tisya di sana, dan ia sendiri berdebat dengan gadis itu.
Lalu, perhatian Athala teralihkan ketika perpustakaan sudah di depan mata mereka. Udara sejuk dari pendingin ruangan yang tertempel, langsung menyambut begitu mereka masuk.
Bu Ira tampak tersenyum ramah sambil mengangguk kepada beberapa guru yang ada di sana. Begitu pula dengan Athala.
Namun, Athala tiba-tiba langsung membeku begitu ia sudah tiba di rak bagian bahasa. Langkahnya terhenti, tubuhnya mematung, dan mulutnya kelu. Melihat orang itu saja sudah berhasil membuat Athala menahan napasnya untuk beberapa lama.
"Adhitya, maaf ya, sudah merepotkan," kata Bu Ira kepada orang itu--yang sibuk merapikan buku-buku di rak dan menatanya sesuai dengan jenisnya.
"Nggak papa kok Bu saya-"
Mulut Adhitya langsung menutup, ketika matanya tak sengaja berserobok dengan mata sendu milik Athala. Gadis itu menatapnya sama terkejutnya--dengan sedikit ketakutan.
Bu Ira yang sama sekali tak menyadari reaksi keduanya, menyambung kalimatnya. "Ah iya, Adhitya. Di sini udah ada Athala yang bakalan bantu kamu. Ya sudah, saya ke rak yang lain ya," Bu Ira beralih menatap Athala, "Athala, kamu bantu Adhitya ya. Ibu pergi dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Adhitha [COMPLETED]
Fiksi Remaja"Aku dan kamu itu satu." Ini tentang sebuah kisah. Si cowok berpenampilan cupu, yang menyimpan sejuta rahasia dan si cewek dingin, yang berusaha selalu kuat untuk menghadapi apa pun. Tentang mereka berdua. Adhitya Kinantan dan Athala Triata. amazi...