Adhitya memasuki kelas dengan wajah yang masam. Lebih masam dari jeruk yang belum matang.
"Gimana? Lo udah nunjukkin perhatian lo?" pertanyaan Kevan langsung menyambut kedatangan Adhitya. Adhitya hanya membalas dengan menggeleng lemah.
Adhitya duduk si sebelah Kevan. Kevan dan Naufal berusaha mengerti keadaan Adhitya saat ini.
"Pasti karena ada Hendra kan?" tebak Naufal. Adhitya hanya mengangguk pelan dan menatap Naufal heran. Naufal yang mengerti dengan maksud dari tatapan Adhitya, menyambung perkataannya tadi.
"Gue tau karena ada adik kelas yang gosipin si Hendra duduk di sebelah Athala," jelas Naufal. "Oh."
"Tapi, nggak papa. Sekarang emang lo nggak bisa nunjukkin perasaan lo. Gimana kalau besok? Lo ke sini naik sepeda aja. Jangan di anterin sama Kak Haikal. Nanti lo bisa nawarin Athala buat pulang sama lo," Kevan berusaha untuk mencari jalan tengah bagi Adhitya.
Adhitya hanya bisa mendengus kesal mendengarkan ide konyol temannya."Serius Kevan nyuruh Adhitya buat pulang sama Adhitya? Kevan tahu kan kalau Athala sifatnya kayak gimana?" protes Adhitya habis-habisan.
"Bisa aja. Buktinya kemarin Hendra nganterin Athala pulang. Sekarang, dia ngapain sama Athala? Dia duduk di sebelahnya," kata Kevan menyeringai.
"Gua setuju banget sama si Kevan," kata Naufal menyetujui.
"Masa lo harus kayak gini terus? Lo itu lebih pantes buat Athala. Lo nggak inget apa yang lo lakuin ke Athala waktu MOS?" sambung Naufal.
Wajah Adhitya mulai memerah. Dia mulai tahu arah pembicaraan Naufal sekarang. Dia menatap tajam Naufal. Memberi kode agar temannya tidak membahas hal itu.
"Lo masih ingat kan, lo harus dipanggil ke ruang BK gara-gara itu. Dan bokap lo sampe dipanggil sama kepala sekolah. Sampe mohon-mohon supaya lo nggak dikeluarin dari sekolah. Dan lo juga harus nyembunyiin rahasia terbesar lo.
"Memang kasus itu tertutup. Bahkan cuma beberapa orang yang tahu. Lo terus disalahkan gara-gara itu. Padahal, anak itu yang salah. Dan lo, harus nerima tindasan dari dia. Padahal lo nggak salah apa-apa," jelas Naufal panjang lebar.
"Tolong, jangan bahas itu Naufal," Adhitya mencoba memohon kepada Naufal. Tetapi, Naufal tetap berbicara seenaknya.
Napas Adhitya mulai naik turun karena kata-kata Naufal. Wajahnya mulai memerah karena marah. Adhitya pun berdiri dari tempat duduknya dan berteriak kepada Naufal.
"Lo denger gak?! Jangan bahas itu lagi! Lo mau gue nggak terkendali kayak dulu?! Gua udah berusaha merubah sifat gue! Dan lo?! Malah berusaha buat bikin masalah! Gue nggak mau deketin Athala dengan mengungkit masa lalu! Lo tahu nggak sih?!" Adhitya berusaha untuk menahan emosinya dari tadi. Tapi dia tak bisa menahannya lebih lama lagi.
Lagi-lagi, hal ini menyita seluruh perhatian siswa di kelas.
"Udah-udah Dhit! Nggak ada gunanya lo marah-marah kayak gini," Kevan mencoba menahan Adhitya.
"Udah.... Lo dilihatin sama satu kelas lho... " sambung Kevan.
Adhitya mencoba mengatur napasnya yang tidak teratur. Dan berusaha menenangkan dirinya sendiri.
"Heh kalian! Nggak usah ngelihatin lagi sana!" Kevan berusaha untuk mengalihkan perhatian para siswa. Memang berakhir, tetapi mereka tetap dengan asumsinya masing-masing. Mereka tetap bergosip.
"Duduk dulu. Jangan bertindak gegabah Adhitya. Ini juga berhubungan sama Athala," bisik Kevan.
Adhitya kembali duduk di tempatnya. Dia kembali memegang kepalanya yang sangat sakit. Sungguh, Adhitya tidak bermaksud untuk membentak Naufal. Semua yang dikatakannya memang benar.
Namun, Adhitya hanya tidak ingin temannya mengungkit-ungkit kejadian dua tahun yang lalu. Yang hampir membuat malu papanya. Kakaknya dan keluarganya. Yang membuatnya terpaksa menyimpan rahasia terbesar dalam hidupnya.
Sangat tidak ingin. Karena, dia tidak mau kejadian itu terulang lagi. Kejadian yang melibatkan 'anak itu' dan Athala. Ya, Athala, orang yang sangat disayanginya.
🍂🍂🍂
Athala berjalan menyusuri jalanan-jalanan yang sempit. Dia tidak ingin pulang sekarang. Athala memang seperti ini. Jika dia tidak ingin pulang dulu, dia pasti akan berjalan-jalan entah ke mana sampai dia bosan. Setelah itu, dia baru akan memutuskan untuk pulang ke rumah.
Athala masuk ke sebuah lorong kecil. Mugkin hanya satu mobil saja yang bisa melewatinya.Athala mulai masuk lebih dalam. Dia berjalan-jalan sambil mengamati sekitar. Dia sangat ingat dengan tempat ini. Di mana Athala kecil sedang menangis tersedu-sedu di tengah hujan yang deras. Sehabis kabur dari panti asuhan.
"Kenapa Bunda dan Ayah ninggalin Athala di panti asuhan waktu itu?" gumamnya pelan. Sebutir air mata bening mulai menetes dari matanya. Satu persatu. Kenangan itu memang sangat menyakitkan. Dadanya mulai terasa sesak sekali.
Athala masuk semakin dalam ke lorong. Sehingga terdengar beberapa suara yang tidak jelas. Karena penasaran, Athala pun mencari asal suara itu.
Ternyata, suara itu berasal dari sekumpulan anak-anak SMA Juana. Terlihat jelas dari pakaian mereka yang masih menggunakan seragam putih abu-abu dengan badge lambang SMA Juana.
Namun anehnya, seragam putih mereka sudah berada di luar. Rambut mereka juga acak-acakan. Mereka juga memakai headband yang melingkari kening mereka.
Athala pun langsung menyadari bahwa mereka ini bukan anak baik-baik! Mereka ini anak berandalan!
Saat Athala sudah berbalik untuk melarikan diri, salah satu dari mereka menyadari kehadiran Athala. "Hei cewek! Ngapain di situ? Sini yuk sama Abang!" goda salah satu dari mereka. Athala berbalik ke arah mereka lalu, berteriak lantang kepada mereka. Dia merasa harga dirinya mulai direndahkan.
"Hah?! Apa lo bilang?! Gue ini bukan cewek murahan!" Athala mendengus kesal. Sedangkan, sekumpulan anak itu, hanya tertawa terbahak-bahak.
"Ayolah sayang, kita nggak akan apa-apain kamu kok," salah satu dari mereka mulai mendekati Athala. "Heh! Jangan coba-coba ya deketin gue!" Athala mengambil sebatang kayu yang ada di dekatnya, "atau gue lemparin lo pake ini!" Athala mengacungkan sebatang kayu yang dia pegang. Athala tidak bisa lari sekarang. Sekumpulan anak-anak itu melingkarinya.
"Ayolah sayang, nggak usah malu-malu begitu," godanya lagi. Anak itu berusaha untuk memegang dagu Athala. Athala semakin terdesak. Athala pun melayangkan pukulan dengan sebatang kayu yang dipegangnya. Pukulan itu mengenai lengan anak itu.
"Lo berani ya sama gue! Rasain ini!" telapak tangan anak itu melayang ke arah wajah Athala. Athala sudah menutup matanya dan mencengkram erat tali tasnya. Sudah siap untuk menerima tamparan.
Namun, ada satu tangan yang berhasil menahan tangan anak itu. Suara pun terdengar dari mulut orang itu.
"Jangan pernah lo gangguin Athala. Atau lo akan dapetin akibatnya."
🍂🍂🍂
KAMU SEDANG MEMBACA
Adhitha [COMPLETED]
Ficção Adolescente"Aku dan kamu itu satu." Ini tentang sebuah kisah. Si cowok berpenampilan cupu, yang menyimpan sejuta rahasia dan si cewek dingin, yang berusaha selalu kuat untuk menghadapi apa pun. Tentang mereka berdua. Adhitya Kinantan dan Athala Triata. amazi...