4

51 9 0
                                    

Tell me what you want, I can't believe it
I know that if we make it there's a reason
Sometimes the sun shines, baby
Sometimes it ain't breezy

Lagu Justin Bieber - One Life menggema di kamarku selagi Aku menyusun kembali kertas-kertas tugas ku semester lalu.

"SYA!"

Aku menoleh, Jimin berdiri di daun pintu sedikit berteriak.

Ia kemudian mendekat dan mengatakan sesuatu dengan sedikit berbisik.

"Sya, ayo ke Classic Born. Gua ngga bisa ngomong disini. Terlalu beresiko"

Aku mengerti. Segera bersiap-siap dan berpamitan.

Kami sampai di cafe langganan kami, Classic Born. Aku memesan milkshake strawbery, sedangkan Jimin memesan sepaket Classic Burger.

"Oke, gua jelasin pelan-pelan ya, Sya"

"Hemm"

Aku mengiyakan.

"Sya, lo ngerasa ngga sih sejak dari koridor, di kantin, sampe kita pulang, Kak Mark matanya ngga pernah lepas dari lo"

Aku menggeleng, mengingat kembali kegiatan selama di kampus hari ini. Jimin menghela napas panjang.

"Astaga gua terlalu peka, apa elo nya yang batu sih, Sya?"

Kening ku berkerut, sedikit menaikkan bahu.

Sejak kejadian dua tahun lalu, Aku bukan pemerhati sekitar. Apalagi tentang laki-laki.

"Ok. Jadi gini, sepanjang hari Kak Mark ngeliatin lo terus dan pandangannya juga aneh.
Nah, pas rapat kebetulan koordinator tahun lalu dateng dan ternyata koordinator tahun lalu untuk divisi gua adalah Kak Mark. Selesai rapat dia ngedeketin gua dan ternyata dia minta nomor lo.

Gua bilang deh
"Sorry Kak, mending lo minta langsung aja sama orangnya"

Terus dia bilang
"Asya udah balik kan? Gua butuh sekarang nih penting banget. Lagian lo kan juga temennya"

Gua ngga enak nolak, Sya. Semua perempuan disana ngeliatin gua. Jadi, gua kasih deh. I am really sorry."

Aku terdiam.

Sejujurnya Aku tidak marah dalam hal apapun.

Mungkin Mark memang ada urusan penting yang harus di bicarakan dengan ku? Meskipun sangat amat tidak mungkin.

Hal penting apa yang ingin dia bicarakan dengan gadis biasa, yang sehari-hari hanya kupu-kupu (kuliah pulang-kuliah pulang).

Aku bahkan bisa dibilang hampir tidak pernah terlibat dalam acara kampus dan Aku tidak punya banyak relasi dengan orang-orang di kampus.

Aku ingat beberapa kali Jimin dan Bambam membicarakan Mark.

Mark adalah kakak tingkat dengan jarak dua tahun angkatan, ia sangat aktif di berbagai acara kampus dan pernah menjabat sebagai ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) satu tahun yang lalu.

Satu hal yang paling ku ingat. Mark seorang pria kaku dan dingin.

"SYA!"

Jimin membubarkan pikiranku yang rumit.

Aku menoleh ke arahnya.

Wajahnya menunjukkan penyesalan yang cukup besar. Dia terdiam menunggu jawaban.

"Its okay"

Aku berusaha tersenyum kecil. Semoga dengan ini rasa bersalahnya hilang. Ini bukan kesalahan besar.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang