11

38 7 0
                                    

Dua hari berlalu sejak misi menyelamatkan Jackson berhasil dilaksanakan.

Hari itu Aku kesulitan menjelaskan kepada Jinyoung bagaimana Jackson bisa berada di rumah tanpa perlu mengatakan Aku pergi ke club.

Pada akhirnya Aku menceritakan semuanya kepada Jackson, kemudian kami menyusun cerita baru untuk di ceritakan kepada Jinyoung.

Hari ini seperti hari-hari sebelumnya Aku melaksanakan kewajibanku sebagai mahasiswi.

Masuk kelas di pagi hari, berbincang dengan Jimin dan Bambam saat makan siang, kemudian diakhiri kelas hingga menjelang sore.

Aku menghela napas lega. Kelas selesai lebih cepat.

"Sya, dua minggu lagi tanggal 2 Mei"

ucap Jimin selagi menyusun alat tulisnya di dalam tas.

Untuk beberapa menit Aku berusaha mengingat tanggal yang sepertinya tidak asing.

"Lo udah kepikiran mau ngasih apa ke Bambam? Gua bingung banget nih"

Jimin melanjutkan ucapannya.

Ah benar. Tanggal lahir si manusia young and rich.

"belum"

Aku menjawab.

Kami selesai merapihkan perlengkapan kami, kemudian berjalan menyusuri koridor menuju loker.

Jimin menghela napas berat.

"nyusahin banget kalo si Bambam ultah"

ucap Jimin kemudian.

"ngga perlu kita kasih dia udah punya semuanya, jadi tiap dia ultah kita yang harus mikir keras ngadoin apa"

Jimin melanjutkan ucapannya.

Aku terkekeh.

"Tapi, Bambam bakal nerima apa aja yang kita kasih kan"

Kami sampai di depan loker milik kami.

"Iyaaa sih, tapi tetep aja pusing mikirnya"

jawab Jimin dibalik pintu lokernya.

Aku membuka lokerku. Tas jinjing berwarna putih tulang memenuhi sebagian besar ruang di dalamnya.

Tas jinjing yang sejak pagi ku letakkan di sana, di dalamnya berisi hoodie milik Mark.

"Sya, Gua duluan ya. ada rapat nih, biasalah budak proker"

Ucap Jimin setelah menutup kembali pintu lokernya.

Aku mengangguk dan menjawab singkat.

"Ok"

Aku kembali menyelesaikan aktivitasku, mengeluarkan tas jinjing tersebut, kemudian meletakkan beberapa buku yang baru saja digunakan.

Setelah menutup kembali pintu lokerku. Aku melihat koridor yang semakin lama semakin padat, mataku berusaha menemukan sosok pemilik hoodie.

Dia di sana. Baru saja sampai di depan lokernya. Aku berjalan perlahan menghampiri Mark.

"kak"

Ucapku tepat begitu sampai dihadapan Mark.

Mark menoleh. Aku mengeluarkan hoodie dari tas jinjing dan menyerahkannya kepada Mark.

"Makasih"

Aku melanjutkan.

Mark meraih hoodie tersebut dan kembali sibuk dengan lokernya.

"Mau berapa kali lagi Lo bilang "makasih"?"

Ucap Mark.

Aku tersentak tidak mempersiapkan diri untuk menanggapi apapun reaksinya.

Aku pikir ucapanku tidak akan ditanggapi seperti sebelum-sebelumnya.

Aku pun tidak ingat sudah berapa banyak kata "Terima kasih" yang telah Aku ucapkan kepada Mark.

Aku hanya merasa benar-benar berterima kasih.

Aku benar-benar bersyukur atas kehadirannya saat itu.

Jika saat itu tidak ada Mark entah apa yang akan terjadi padaku dan Jackson.

Mark menoleh. Mungkin Ia kesal tidak ada tanggapan dari pertanyaannya.

"Anggep aja kita impas, karena kemarin Gua ngga nganterin Lo pulang" ucap Mark

Tunggu. Kemarin? Untuk beberapa menit Aku berusaha mengingat kembali hari itu.

Aku ingat. Hari saat kami latihan di apartemen Mark.

Aku menatapnya bingung.

Aku tidak pernah sedikitpun berpikir bahwa itu adalah sebuah kesalahan. Aku bahkan hampir melupakannya.

Mengapa Mark menganggap itu adalah sebuah kesalahan? Bahkan dia mengingatnya sampai hari ini.

Hatiku tersentuh tidak lama setelah terbesit dalam pikiranku bahwa Mark adalah laki-laki yang bertanggung jawab.

"Ok, kak"

Aku menjawab singkat. Tanpa sadar kedua sudut bibir ku terangkat.

Mark menutup pintu lokernya dan menepuk pundakku lembut sebelum menghilang di balik pintu utama.

*******

"Kenapa Lo senyum-senyum?"

Ucap Jinyoung tepat setelah Aku duduk di kursi penumpang.

Aku lega keadaan Jinyoung sudah jauh lebih baik.

"Hah? apa sih ngga"

Aku menyentuh kedua pipiku dengan tangan kanan dengan jempol dan telunjukku menekan kedua sisi pipi dengan tujuan untuk mencegah kedua sudut bibirku naik.

Namun, di luar dugaan pipiku memerah.

"Dih, Lo salting?"

"NGGA"

Aku memutuskan untuk menoleh ke luar jendela, menghindari tatapan Jinyoung.

"Kalo ngga yaudah. Galak amat si mbaknya"

Aku mendengus kesal.

Mobil kami baru saja keluar dari perkarangan kampus ketika ponselku berdering nama Jackson tertera di layar.

"BABE"

Aku dengan cepat menjauhkan ponselku dari telinga.

"Bener-bener ya Lo, ngga bisa santai"

"Besok kosongin jadwal ya, Lo harus nemenin Gua"

"Kemana?"

"shopping"

"ada syaratnya"

"apa?"

"anterin beli kado buat Bambam"

"siap, Babe"

"EKHEMM"

Jinyoung berdeham dengan keras, seakan ingin mendapatkan perhatian.

"Jinyoung ya?"

Tanya Jackson.

"iya"

"coba di loud speaker, Sya"

Aku melakukan perintahnya.

"Batuk Pak Haji?" ucap Jackson

"Ngga" Jawab Jinyoung singkat.

"Lo sibuk mah sibuk aja sana. Ngga usah minta diajak"

"Siapa yang minta diajak sih"

"Halah, besok Gua pinjem adek Lo pokoknya"

"Lo kira adek Gua barang pinjem-pinjem"

"Serah lo dah. Udah ah, Sya. Capek Gua ngomong sama orang kesepian. See you Tomorrow, Babe"

Aku terkekeh, kemudian menjawab singkat.

"See ya"

Aku bisa mendengar di samping ku Jinyoung mendengus kesal.

*******

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang