7

41 7 0
                                    

Gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh.

Dibawahnya terdapat jalan besar yang padat dipenuhi beberapa kendaraan melaju dan yang lain berhenti menunggu gilirannya.

Sementara itu, pejalan kaki memenuhi trotoar beberapa melihat kearah langit sambil mengulurkan telapak tangannya.

Awan gelap bertemu dan berkumpul bersama, hingga langit menjadi gelap.

Tak lama tetes air hujan mulai terjun bebas menuju permukaan.

Jimin menyentuh bahuku, Aku menoleh.

Dia telah berada di sampingku dengan tas di bahunya.

Aku melihat ke arah jam dinding di atas papan tulis pukul 2:15 PM kelas telah berakhir.

Sepanjang hari Aku berusaha meyakinkan diriku untuk menyerahkan formulirku kepada Mark.

Beberapa kali Aku melihat Mark di koridor tapi Aku belum juga menyerahkannya.

Aku harus segera menyerahkannya. Hari ini. Sebelum Aku berubah pikiran.

Aku dan Jimin berjalan di koridor menuju loker.

Aku merasakan Jimin menyentuh lengan ku, hingga Aku menyadari keberadaan Mark.

Aku menoleh ke arah Jimin. Jimin tersenyum meyakinkan. Baiklah. Sekarang atau tidak sama sekali.

Aku menghela napas panjang dan mulai menghampiri Mark. Dia berada disana, di depan loker miliknya terlihat sibuk menata sesuatu di dalamnya.

"Kak"

Mark menoleh, untuk pertama kali mata kami bertemu.

Matanya menatap lembut.

Dia memiliki bentuk mata yang kecil, matanya berwarna coklat gelap.

Indah. Entah mengapa dan sejak kapan jantung ku berdetak sedikit lebih cepat.

"Asya?"

Aku menunduk menghindari tatapan matanya.

Aku membuka map yang sejak tadi ku genggam, meraih selembar kertas formulir dan menyerahkannya kepada Mark.

"Besok selesai kuliah kita ketemu di ruang musik"

Mark menyampaikan tanpa basa basi. Tanpa bertanya alasanku menerima permohonan itu.

Dia memasang earphonenya, menutup loker dan pergi.

*******

Kuliah berjalan seperti biasa.

Bambam dan Jimin sangat mendukung keputusanku.

Kelas selesai pada pukul 3 sore.

Aku menuju ke ruang musik.

Sampai disana Mark telah duduk di kursi menghadap jendela dengan gitar berwarna cokelat di pangkuannya.

Nada-nada singkat terdengar tidak teratur dan samar.  Sepertinya Mark belum menyadari kehadiranku.

"Maaf terlambat"

Mark menoleh.

"Ngga apa-apa, kemarin gua ngga bilang jamnya juga kan"

Aku menunduk menghindari tatapannya. Tidak ingin lagi kejadian kemarin terulang.

"Tiga puluh menit lagi gua ada kelas"

Aku mengangkat wajahku, dia meletakkan gitar cokelat di sampingnya.

"Hari ini, kita atur jadwal latihan dulu"

Ucap Mark melanjutkan.

Aku mengangguk.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang