19

32 5 0
                                    

Kami berjalan berdampingan di lorong. Beberapa orang terlihat terburu-buru, mungkin idola mereka akan segera tampil.

Untuk beberapa saat, lorong ini penuh.

Tiba-tiba saja sekelompok pria memenuhi lorong, menuju ke arah kami. Beberapa diantaranya telah kehilangan keseimbangan.

Langkah kami terhenti. Kami terdiam berusaha mencari celah untuk lewat.

Mereka semakin dekat sementara Aku belum menemukan celah itu.

Enam langkah,
lima,
empat,

Dalam sekejap Mark mengenggam bahuku, menyandarkan punggungku ke tembok.

Tubuh kami kini berhadap-hadapan.

Tiga,

Mark semakin mendekatkan tubuhnya ke arahku. Sementara itu tubuhku telah kaku, jantungku berdetak hebat, napas ku sudah tidak stabil. Ya Tuhan.

Dua,

Mark semakin mendekat memberikan celah untuk mereka, sementara itu wajah kami tidak berjarak. Aku menatapnya lamat-lamat.

Aku bisa merasakan napasnya yang hangat di pipiku. Ku rasa kini pipiku sudah memerah.

Satu,

Sekelompok pria itu lewat.

Tubuh Mark sedikit bergerak, sepertinya lengannya baru saja tertabrak oleh salah satu pria itu.

Mark menunduk, Aku tidak mengalihkan pandanganku sejak tadi.

Mark menoleh ke arah ku, mata kami bertemu.

Jantungku sudah diluar kendali.

Entah bagaimana wajah kami semakin dekat, hingga hidung kami bersentuhan.

Aku merasakan napas Mark kini mulai tidak teratur.

Untuk sepersekian detik, Aku merasakan sesuatu yang lembut dan hangat menyentuh pipiku.

Tanpa ku sadari, kedua sudut bibirku terangkat.

Aku mengenggam pipiku yang baru saja dikecup oleh Mark.

Mark mundur beberapa langkah memberi jarak.

Mark menunduk menutupi wajahnya yang terlihat merah sambil sesekali menyentuh tengkuk lehernya.

Tak lama Mark menoleh ke belakang, ke arah sekelompok pria tadi menuju.

Aku mengikuti arah pandangnya.

Semua orang yang mereka lewati melakukan hal yang sama. Bersandar pada tembok untuk memberi celah.

Mark melihat jam di tangannya. Kemudian kembali menatapku.

Ia mengulurkan tangan, Aku menyambutnya.

Mark membawaku ke aula yang bertuliskan Hall C.

Tidak sempat membaca poster di depannya. Mark membawaku ke dalam.

Seorang laki-laki sedang bernyanyi Play dari Royal Dive.

"Dia Dion anak Teknik Mesin, salah satu saingan kita di The Pearson's Secret." Ucap Mark

Aku menoleh ke arah Mark menunggu penjelasan selanjutnya.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang