Dua minggu berlalu sejak Aku dan Mark menyusun jadwal latihan kami.
Kami bertemu di ruang musik sesuai jadwal.
Memilih lagu, menyesuaikan nada, improvisasi, hingga tercipta nada-nada yang kami sepakati. Kemudian Aku bernyanyi, sedangkan Mark memetik gitar.
Lagu Post Malone mengiringi perjalanan Aku dan Mark sore ini.
Mark duduk di kursi pengemudi, dengan wajah merah muda dan lengannya yang tegang hingga menimbulkan garis-garis kasar di kulitnya. Sesekali dia mengusap rambutnya.
"Seenaknya ngubah jadwal, brengsek"
Wajahnya kembali memerah.Aku terdiam, tidak berani berkata atau bahkan melakukan sesuatu.
Tentu saja Mark marah akibat perdebatan tadi.
Grup band fakultas tiba-tiba saja mengubah jadwal latihan mereka. Jadwal baru yang mereka tetapkan bersamaan dengan jadwal latihan kami dihari senin.
Saat itu Aku hanya bisa mengenggam lengan Mark, berusaha menahan agar dia tidak lepas kendali selagi mempertahankan argumennya. Lima lawan dua tentu saja kami tidak akan menang. Perdebatan itu tidak mencapai solusi hingga akhirnya Mark memutuskan untuk membawaku pergi.
Mobil kami berbelok memasuki gedung tinggi.
Mark menghentikan mobilnya tepat di depan pintu masuk, menyerahkan kunci mobil kepada petugas, kemudian melangkah masuk.Aku mengikuti dalam diam. Hingga kami sampai di depan kamar bernomor 407. Mark mengeluarkan kartu dan membuka pintu.
Untuk sepersekian detik Mark tidak melangkah masuk. Aku menoleh, wajahnya sudah sedikit tenang, dia menahan pintu tersebut agar tetap terbuka seakan memberiku isyarat untuk masuk lebih dulu.
Aku melangkah masuk, Mark mengikuti dan menutup pintu.
Jendela tinggi dan besar menggantikan tembok di sebrang pintu masuk. Ditutupi tirai berwarna abu-abu. Di depannya terdapat sofa panjang berhadapan dengan televisi. Di kiri tempatku berdiri terdapat dapur lengkap dengan kulkas dan peralatannya. Di kanan ku terdapat pintu kecil yang kemungkinan besar adalah kamar mandi.
Aku melangkah semakin dalam, menuju Mark yang telah duduk di atas sofa.
Aku duduk di sampingnya, dengan jarak yang cukup besar. Kemudian, kembali sibuk mengamati sekeliling ruangan. Di samping televisi terdapat pintu bersebrangan dengan pintu lainnya.
"Sya, mulai senin kita latihan disini ya?"
Aku menoleh dan mengangguk. Aku tidak punya solusi lain.
Mark melangkah menuju pintu di samping televisi dan kembali dengan kaos putih menggantikan hoodie abu-abu nya.
Setelah itu, kami memesan makanan dan memulai latihan kami. Aku bernyanyi dan Mark mengiringi dengan gitar. Sesekali latihan kami terhenti karena suaraku sumbang atau Mark lupa kunci selanjutnya.
Dua jam berlalu, dua potong pizza tersisa bersama setengah milkshake strawberry dan sekaleng minuman bersoda.
Kami sedang istirahat ketika pintu ruangan tiba-tiba saja terbuka. Aku menoleh, seorang laki-laki baru saja memasuki ruangan.
"Weey ada acara apa nih?"
Laki-laki itu berkata setelah menyadari kehadiranku.Mark tetap di tempat yang sama, sibuk dengan ponselnya. Namun, tak lama kemudian dia menjawab.
"Latihan buat lomba"
Laki-laki itu tersenyum, dia berjalan mendekat ke arah ku dan mengulurkan tangan.
"Youngjae, welcome to our house"
Aku meraih tangan tersebut sambil membalas senyumannya.
"Asya"
"Lo pacar barunya Mark?"
Aku tersentak dengan pertanyaan yang baru saja dilontarkan
"B..bukan"
Youngjae mengangguk, mengambil sepotong pizza dan memasuki pintu di seberang pintu yang sebelumnya Mark masuki.
"Goodluck"
Ucap Youngjae sebelum menghilang di balik pintu.Jam menunjukkan pukul 7 malam. Sudah waktunya Aku pulang.
Aku menghabiskan milkshake strawberry dan merapihkan meja yang kotor hingga menyisakan sepotong pizza dan sekaleng soda di atasnya. Kemudian membuang beberapa sampah.
Mark tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya.
"Kak, Gua harus balik sekarang"
Tidak ada tanggapan.
"Kakk, gua pamit"
Masih tidak ada tanggapan.
"Mark?"
Tidak ada tanggapan.
Aku mendekat ke arahnya. Tinggal beberapa langkah hingga Aku bisa melihat napasnya yang teratur. Aku bergerak semakin dekat. Dia terlelap.
Mark terlihat lelah. Wajahnya tenang. Aku mengulurkan tanganku merapihkan rambutnya yang sedikit berantakan. Mengamati setiap inci bentuk wajahnya yang akhir-akhir ini ku kagumi. Tanpa sadar, Aku telah duduk tepat di samping Mark. Mengamati dengan jarak dekat. Jantungku berdetak lebih cepat, menyadari jarak kami yang sangat kecil.
Aku menjauh, memberi jarak. Berusaha menormalkan kembali detak jantungku.
Setelah Jantungku kembali normal, Aku memutuskan untuk segera pulang.
Wajah yang tidak asing muncul, tepat setelah pintu lift terbuka.
"Asya? Lo ngapain disini?"
"Temen gua tinggal disini"
Jaebeom mengangguk.
"mau pulang?"
"Iyaa"
"Bareng gua aja, gua lewat rumah lo"
Aku mengangguk mengiyakan."E.. eh kak?"
"Hmmm"
"Lo tinggal disini?"
"Iyaa"
*******
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE
FanfictionAsya seorang gadis yang baru saja kembali dari libur pergantian semester. Ia kembali ke kota Pearson bersama Jinyoung untuk menyelesaikan studinya. Namun, di semester ini banyak sekali hal-hal yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Masa lalu atau...