13

33 5 0
                                    

Aku duduk di pinggir ranjang. Berusaha menormalkan pernapasanku. Namun, usaha ku sia-sia.

Aku bangkit dari tempat duduk melepaskan sepatu dan kaos kaki Mark yang masih melekat.

Kemudian melepaskan topi hitamnya.

Kini Aku bisa melihat seluruh wajah Mark.

Aku tercekat. Dadaku sesak.

Ini bukan wajah Mark sehari-hari.

Ujung mata kirinya lebam ada sedikit darah yang keluar sepertinya ada bagian yang tergores.

Ujung bibir kirinya sobek.

Pipi kiri dan rahang kanannya lebam sebesar kepalan tangaku.

Dalam keheningan, Aku dapat mendengar detak jantungku dan napas ku yang semakin tidak teratur.

Tanpa sadar Aku menitikkan air mata.

Aku menyusuri bagian lengannya perlahan agar Mark tidak terbangun, berharap tidak ada lebam lainnya.

Hanya ada beberapa goresan kecil di kepalan tangan kanannya.

Aku menyelimuti tubuhnya dengan selimut.

Aku mencari kotak obat, tapi tidak berhasil ku temukan.

Aku keluar membeli beberapa obat di dekat apartemen dan kembali dengan cepat.

Di dapur Aku mengambil beberapa es batu, handuk kecil dan segelas air minum sebelum kembali ke kamar Mark.

Mark masih di tempat yang sama. Terlelap, dengan wajahnya yang penuh dengan lebam.

Aku mengoleskan salep yang baru saja ku beli di beberapa bagian yang tergores dengan perlahan. Tidak ingin menganggu tidurnya.

Setelah itu, Aku mulai mengompres bagian-bagian yang lebam.

Bagian ini adalah bagian yang tersulit. Mark sesekali bergerak, bahkan meringis kesakitan.

Aku berniat untuk menyudahi, tapi tidak bisa. Harus tetap ku lakukan agar lebamnya cepat pulih.

Aku sedikit menekan bagian pipi kiri yang lebamnya sebesar kepalan tanganku.

Sepertinya Aku menekan terlalu keras hingga Mark mengenggam lenganku. Menghentikan aktivitasku.

Mark tetap terlelap tidak membuka matanya sedikitpun.

Dia tidak melepaskan genggamannya. Dia membawa lenganku ke samping tubuhnya.

Genggamannya yang hangat membawaku terlelap bersamanya.

*******

Bell apartemen tidak berhenti berbunyi.

Aku bangkit dari tidurku dan menyadari Mark tidak melepaskan genggamannya.

Aku melepaskannya perlahan.

Aku keluar melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 3 pagi.

Siapa yang akan bertamu dini hari seperti ini.

"Asya!"

Aku memfokuskan pandanganku.

"Kak Jaebeom?"

"Ayo pulang"

"Eeh sebentar kak"

Aku menuliskan catatan kecil untuk Mark, mematikan lampu kamarnya, kemudian pergi.

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang