Chap 20

2.5K 375 36
                                    

Pagi hari ini tengah terjadi kegaduhan di kediaman keluarga Park

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi hari ini tengah terjadi kegaduhan di kediaman keluarga Park. Nyonya Park nampak sibuk mengobrak-abrik seisi rumah sedangkan Tuan Park nampak mengecek jendela dan juga pintu berulang-ulang kali sementara Chanyeol dan juga Haneul hanya terdiam menyaksikan kegaduhan di hadapan keduanya.

"Kau yakin kalung itu telah hilang? Kau mungkin lupa dimana terakhir kali menaruhnya" ucap Tuan Park setelah mengecek jendela untuk ke lima belas kalinya.

"Tidak, aku tidak pernah mengenakannya. Kau tahukan kalung itu sangat berharga" ucap Nyonya Park tertunduk lesu, air mata  sudah berkumpul di pelupuk matanya, "Itu kalung hadiah untuk Rosé, hadiah seandainya ia masih hidup" lanjutnya dan mulai menangis.

"Mah" lirih Chanyeol pelan dan segera menrengkuh tubuh sang ibu, sementara Haneul masih terdiam di tempatnya rasa-rasanya kakinya seperti ditancapi oleh paku sehingga ia tak mampu untuk melangkah.

"Sayang, aku akan mencarinya hm. Jangan menangis" ucap Tuan Park mengusap lembut rambut sang istri. Ia jelas tahu seberapa berharganya kalung itu bagi istrinya itu. Ia bahkan sangat yakin sang istri akan memberikan jutaan won hanya demi kalung itu. Kalung yang harusnya dapat sang istri berikan pada Rosé ketika gadis itu berusia tujuh belas tahun.

Haneul sudah tak kuasa lagi melihat kesedihan di wajah keluarganya, Gadis itu meremas jari jemarinya, "Mah, Pah, Chanyeol oppa aku pergi ke sekolah sekarang, yah" sahutnya pelan.

"Biar oppa antar yah" ucap Chanyeol sudah hendak berdiri tetapi suara Haneul membuatnya urung melakukan hal itu.

"Tak perlu oppa, Haneul bisa sendiri kok. Oppa di sini saja, menenangkan mamah" ucap Haneul dan dengan segera gadis itu pun langsung berlari keluar dari rumahnya.

Setelah di rasa jauh dari area rumahnya, gadis itu berhenti lalu merogoh sesuatu di dalam kantung jasnya dan menemukan sebuah kalung cantik berada di dalamnya. Gadis itu menatap lamat kalung tersebut hingga tanpa sadar air mata telah menuruni pipi mulusnya. Gadis itu terisak pelan dan mendekap kalung itu. Rasa bersalah mulai menghantui hatinya, namun egonya tetap lebih tinggi. Ia harus menjaga sumber kebahagiannya. Harus.

"Maafkan Haneul, mah" lirihnya pelan, "Aku tak ingin kembali sendirian, aku tak ingin kakak-kakaku terluka. Maafkan Haneul" lanjutnya pilu.

Haneul memandang ragu pada gang yang nampak sepi itu. Tangannya yang mengengam kalung mengerat sebelum dengan pasti kakinya mulai berjalan masuk ke dalam gang itu. Ia stagnan sejenak kala menemukan wajah culas dengan mata memerah yang memandangnya dengan ponggah. Rasa takut mulai menjalar hingga langkah yang semula pasti itu berubah gemetar. Jaraknya semakin tipis dengan pria itu hingga pada akhirnya keduanya berhadapan cukup dekat. Haneul bahkan dapat mencium bau alkohol yang begitu pekat dari pria itu.

"Kau membawa sesuatu nak?" ucap sang ayah begitu lembut namun tersirat nada intimidasi di dalamnya.

Haneul tak menjawab, ia lebih memilih menyodorkan kalung tersebut ke hadapan sang ayah yang langsung disambarnya dengan cepat. Tawa pria itu mengema begitu kencang, tangan pria itu terulur mengusap lembut rambut anaknya meski ia tak menyadari getaran pada bibir pink itu.

Deja vuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang