18.05 WIB - Kampus Dipati Ukur
SABA
Hari ini aku menepati janjiku buat jemput Gemintang di kampus. Sengaja pulang tepat waktu dari kantor, langsung menuju ke kampusnya. Tadi sih dia Whatsapp katanya masih di kelas, 5 menit lagi selesai. Ya sudah sambil nunggu Gemintang keluar kelas, aku shalat magrib dulu di masjid kampus. Aku minta dia tunggu di pelataran masjid aja, biar gak susah nyarinya.
Udah shalat, check, udah segar lagi kena air wudhu, check, semprotin parfum dikit biar ga bau keringet, check, Gemintang, Aa Saba datang, sayang...
Ketika aku sedang memakai sepatuku lagi, aku lihat Gemintang dan Yudhis sedang berjalan ke arah masjid. Aku percepat pakai sepatunya lalu berdiri menghampiri mereka.
"Eh, Sab, kok ada disini?" Yudhis yang menyadari kehadiranku langsung kaget.
"Iya, nih, mau jemput someone." jawabku.
Aku lihat Gemintang hanya mengangkat sebelas alisnya.
"siapa? Berarti bener maneh punya pacar anak sini, Sab?" Tanya Yudhis.
Aku terkekeh. Lalu menghampiri Gemintang dan menggenggam tangannya. Kulihat dia kaget dengan tindakan itu. Apalagi Yudhis, keningnya berkerut pertanda dia masih belum bisa mencerna apa yang terjadi antara aku dengan Gemintang.
"Edan maneh, Sab." Lalu Yudhis pamit untuk shalat magrib meninggalkanku dan Gemintang.
Entahlah, mungkin Yudhis terlalu shock melihatku dengan entengnya menggenggam tangan Gemintang.
Gemintang lalu mencubit lenganku.
"Kan gak gini skenarionya, Sab..."
Aku tertawa sambil terus menggenggam tangannya, mengajaknya menuju tempat motorku di parkir.
Emang sih, skenario awalnya itu aku hanya jemput dia, dia naik ke atas motorku, lalu say good bye ke Yudhis. Gak ada obrolan apapun antara aku dan Yudhis, katanya untuk meminimalisir resiko baku hantam.
Ah, bodo amatlah dengan Yudhis ataupun Bastian, urusan mereka biar kuhandle sendiri. Gak usah bawa Gemintang, dan biarkan kami bahagia.
Sebelum pulang, aku mengajak Gemintang makan bebek goreng di depan rumah sakit dekat kampusnya. Untungnya gak penuh, jadi pesanan kami segera datang.
"Lapar banget ya, Sab?" tanya Gemintang begitu melihatku makan dengan lahap, belum 5 menit hidangan tersaji udah tinggal setengahnya aja.
"Iya, tadi makan siang cuma snack konsumsi meeting. Lanjut meeting lagi jadi ga sempet makan berat."
"Kasian... Nih makan nasi punyaku juga. Aku mau makan bebeknya aja."
Gemintang menyodorkan seporsi nasi putih di piringnya yang belum tersentuh sama sekali.
"Loh, kenapa? Makan aja, aku bisa pesen lagi nanti."
Dia menggeleng.
"Aku lagi diet, ga makan nasi malam-malam."
Aku menghentikan aktifitas makanku, dan menyodorkan kembali piring berisi nasinya.
"Aku gak mau ya, pacar aku kurus kering gara-gara diet."
Kulihat pipi Gemintang merona, dia lalu menyunggingkan senyumnya.
"Cieee, pacar banget nih sekarang?"
Aku suka melihatnya salah tingkah seperti ini. Sok-sokan pakai Cieee padahal jantungnya lagi degdegan.
"Iya, nanti kamu disangka ga bahagia pacaran sama aku kalau kurus."
"Apa siiih... Emangnya tolak ukur kebahagiaan seseorang dilihat dari berat badannya?"
Aku tertawa.
"Oh iya dong, itu artinya aku kan memperhatikan asupan nutrisi pacar."
"Ih, Sab, udah ah... Makan lagi, abisin yang aku."
Gemintang malah mengelak, dia memaksa aku untuk menghabiskan nasinya. Ya, terpaksa aku makan juga, karena dia hanya mencuil daging bebeknya setengah porsi.
Selesai makan, aku dan Gemintang segera beranjak dari kursi. Selain karena sudah banyak yang mengantri untuk makan juga malam semakin larut. Aku gak mau Gemintang sampai rumah kemaleman.
Gemintang naik ke atas motorku, setelah sebelumnya kupakaikan helm yang selalu kusimpan di bagasi motor.
"Are you ready, guys? Helm? Check. Jaket? Check. Safety belt?" tanyaku, meniru video si Nussa Rara yang selalu ditonton oleh keponakanku.
Gemintang tertawa. Lalu melingkarkan tangannya ke pinggangku.
"Safety belt, Check. Let's go!" Jawabnya.
Si hitamku melaju dengan kecepatan sedang, menembus jalan di sekitar Dago yang mulai terasa dingin. Di belokan, aku papasan dengan Bastian yang sedang menggunakan motor juga. Dia mengklakson, dan aku balas. Pasti dia lihat Gemintang di belakangku, walaupun kami sudah berlalu, kulihat di spion, Bastian malah menghentikan
motornya dan terus melihat ke arah motorku."Siapa, Sab?" tanya Gemintang, dia memajukan tubuhnya untuk bisa ngobrol denganku.
"Bastian." jawabku singkat.
"Serius?! Terus terus nanti kamu gimana?" tanyanya panik.
Aku mengelus lembut tangannya yang memeluk pinggangku.
"Gak apa-apa, santai. Resiko pacaran sama cewek cantik sih harus siap saingan sama siapa aja."
Eh, dia malah mencubit perutku, lalu kurasakan pelukannya makin erat.
Sesampainya di rumah Gemintang, aku mendapatkan telepon dari Teh Alia, tumben malam-malam begini dia masih on, biasanya sudah tidur bareng bocah-bocah.
" Ya, teh?" tanyaku menjawab panggilan teleponnya.
Gemintang baru turun dari motorku, dia lalu melepas helm dan menyerahkannya padaku.
"Eh, kenapa? Iya, iya... Ini abis nganterin Gemintang. Iya, Saba langsung kesana. Tenang ya, teh... Teteh di rumah aja, kasian anak-anak. Iya, waalaikum salam."
"Kenapa?" tanya Gemintang begitu aku menutup telepon.
Kurasakan jantungku berpacu lebih cepat. Kakiku langsung lemas seketika mendengar kabar buruk dari teteh.
"Ayah masuk rumah sakit, aku langsung kesana ya, Gem. Maaf ga pamitan ke mami papi dulu." jawabku sambil mencoba untuk gak panik.
"Oh iya, kabarin kalau ada apa-apa ya, Sab. Salam buat ayah sama ibu."
Dia lalu mengusap lembut kedua pipiku.
"Everything will be okay, Sayang."
*
Alohaaa...
Lama update gegara shock kemarin-kemarin kedatangan Saba in real life mampir di mimpiku wkwkwkw kan aku jadi grogi mau lanjut nulis cerita tentang dia.Jadi, aku mikir nih, jangan-jangan si Saba in real life 'tau'? Atau dia stalking akun Instagram aku terus dia nyasar main ke wattpad? Ga usah geer ya, Sab. Hahaha
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINTANG (completed ✔️)
RomanceNamanya Gemintang. Anak Papi Bumi dan Mami Wulan. Pacarnya.... Gak punya. Baru aja putus 6 bulan yang lalu karena mami ga setuju. Ya, baiklah, sebagai anak yang baik dan gak mau sampai dikutuk jadi batu berlian, Gemintang nurut sama mami. Karena res...