15.00 WIB - Bandara Husein Sastranegara Bandung
GEMINTANG
Coba tebak, siapa yang mengusulkan liburan dadakan kali ini?
Yap. Jawabannya Kakang.
Katanya ini bonus karena aku bisa survive KKN di Sukabumi. Lebay ah, Kang. Padahal aku tau, dia lagi stres butuh liburan karena deadline kerjaannya yang kayak dikejar setan. Cuma dikasih tau minggu kemarin, lalu deal, aku, Kakang, dan Galaksi pergi ke Kawah Ijen yang lagi hits itu.
Oya, Kakang juga ajak Saba sih, karena Saba pernah ke sana juga, jadi biar tau medan untuk trekking. Dan Saba ngajak Saskia, alasannya untuk nemenin aku biar ga perempuan sendirian di perjalanan.
Kakang bela-belain pergi dari Jakarta hari Jumat pagi, sampai Bandung beres-beres bentar barang bawaan, lalu kami bertiga cuss ke bandara. Jalan-jalan sama Kakang tuh serba terjamin, akomodasi, transport, sampai makan semuanya ditanggung Kakang. Ya, mau siapa lagi yang ngabisin pundi-pundi rupiahnya selain kami, adik-adik tersayangnya Andromeda?
Aku dan Galaksi lagi menunggu Saba di depan pintu masuk. Katanya dia sudah sampai depan, lagi cari parkir. Padahal tadi aku bilang dia pakai Gocar aja biar praktis. Eh, taksi online masih belum boleh masuk bandara, ya?
Kakang baru datang dari minimarket sambil membawa beberapa botol air mineral dan kopi kalengan berbarengan dengan Saba dan Saskia yang membawa carrier khusus untuk mendaki. Di belakangnya ternyata ayahnya Saba ikut mengantar.
"Hai, Gem... Apa kabar?" Sapa ayahnya Saba padaku.
"Alhamdulillah, baik om. Om Surya sehat? Saba ga bilang kalau mau diantar om, lho." kataku.
Aku lalu mendekat dan salim padanya, diikuti oleh Galaksi.
"Iya, kalau tahu bakalan diantar Om, kami nungguin di rumah. Kapan lagi diantar sama mantan Kapolda?" Kakang bisa-bisanya becandain ayahnya Saba.
Ayahnya Saba tertawa.
"Ga usah panggil Om, panggil Ayah aja biar kayak Saba dan Saskia. Toh nanti juga kalian bakal jadi anak-anak ayah, kan?"
Kakang langsung sibuk menggodaku dan Saba, begitu juga Saskia yang reflek merangkul lengan ayahnya.
Aku dan Saba malah salah tingkah.
"Ya sudah, ayah pamit dulu ya. Kalian baik-baik disana, jaga diri. Saba jagain Saskia dan Gemintang, ya, A."
Sambil bersalaman, ayahnya Saba berkata padaku, "Gemintang yang sabar ya menghadapi Saba, ayah naruh harapan untuk hubungan kalian berdua."
Aku langsung tersenyum dan mengangguk. Begitu kulihat Saba, dia juga tersenyum sambil mengacungkan jari jempolnya.
Lalu kami berjalan masuk gate untuk check in.
"Udah di-acc tuh, sikat, Sab..." ujar Kakang sambil merangkul Saba.
"Sikat, sikat, emangnya aku WC pakai disikat segala." kataku, lalu aku menggandeng Saskia untuk antri paling depan.
"Teh, ini berat banget sih, bawa apa aja?" Galaksi yang tertinggal di belakang langsung komplain begitu aku serahkan carrier-ku padanya.
"Bawa kenangan masa lalu..."
Kulihat Galaksi mendengus kesal. Padahal aku tahu isi tasnya dia lebih ringan, jadi kalau ditambah tasku, masih bisa kali, Gal.
Pesawat sudah mengudara selama 45 menit, di Bandara Juanda ada teman Kakang yang sudah menunggu kami, namanya Haikal. Kami diajak mampir dulu ke rumahnya yang gak jauh dari bandara untuk bersih-bersih dan shalat magrib.
Ternyata Haikal ini sudah menikah dan punya anak dua, padahal usianya sama kayak Kakang. Kakang makin 'tertampar' begitu lihat kedekatan Haikal dan anak-anaknya.
"Ayo, Ndro, kapan giliran lo nyusul kayak gini?" tanya Haikal, dia sedang memangku anak pertamanya yang baru berusia 3 tahun.
"Nanti lah, ada waktunya. Nunggu Gemintang lulus dulu..."
Aku langsung sewot begitu tahu alasan Kakang menunda menikah.
"Apa hubungannya ya, Kang, sama aku harus lulus dulu?"
Mereka semua tertawa.
"Kamu harus lulus dari ujian kehidupan, Gemintang."
Ah sial.
Setelah semuanya selesai shalat magrib dan makan malam, kami akan memulai perjalanan dari Surabaya ke Banyuwangi yang akan menempuh jarak 267 KM Menggunakan mobil-nya Mas Haikal, dia yang menyetir ditemani Kakang di depan. Aku dan Saskia di seat tengah, dan Galaksi serta Saba di seat belakang.
Perjalanan yang memakan waktu hampir 6 jam pun akhirnya sampai juga. Kulihat plang di depan sana kok bukan Kawah Ijen ya?
"Ini baru sampai di Paltuding. Kita nanti bikin tenda dulu, terus naik ke kawahnya." Saba menjelaskan lokasi kami sekarang.
Sebetulnya ada beberapa kamar dan penginapan, cuma rasanya lebih greget pakai ala camping deh... Udah keren bawa carrier, masa tidurnya di kamar? No no no, lumayan buat foto feed Instagram. Hahaha.
Selesai bikin tenda, kami istirahat sebentar. Pukul 2 dini hari mulai bersiap untuk mendaki. Gak perlu bawa banyak perbekalan, karena disana hanya ingin melihat blue fire yang terkenal indahnya itu sampai matahari terbit. Jadi kami hanya bawa beberapa botol air mineral, roti sebagai pengganjal perut, dan perlengkapan P3K.
Saba dan Galaksi memimpin pendakian kali ini, diikuti olehku dan Saskia, serta Kakang dan Mas Haikal di belakang. Banyak orang yang sedang mendaki juga, bikin suasana dini hari itu semakin seru. Walau aku dan Saskia berkali-kali minta istirahat, nafas ngos-ngosan, dan lutut lemas, tapi terbayar sudah ketika sampai di Kawah Ijen. Seolah-olah kilatan api berwarna biru menyambut kami semua.
Langsung ku keluarkan kamera pocket yang berada di jaket, fenomena blue fire ini sayang untuk dilewatkan karena hanya berlangsung gak lebih dari satu jam saja. Begitu pun dengan yang lain, Saskia sudah berpose di depan blue fire, walaupun dia protes karena hasil foto Galaksi lebih fokus ke blue fire-nya dibanding mukanya.
"Gal, plis deh, cari angle yang keliatan muka aku dong."
"Gelap, ga keliatan mukanya, Sas."
Ucapan Galaksi sontak membuat Saba tertawa. Kalau kata Kakang, ibarat lihat Gemintang ada dua. Persis kelakuannya.
"Sini, Kakang fotoin kalian berdua." Kakang yang berada di dekatku langsung mendekat, lalu menyuruh Saba untuk berpose.
"Ga usah keliatan muka ya, kan Saba orangnya ga boleh pamer, Kang." kataku sambil memeletkan lidah, yang hanya dibalas Saba dengan usapan lembut di kepalaku.
"Iya, siaaap! Peluk dong, Sab, kan ga akan keliatan muka ini."
Duh, si Kakang, Saba mana mau skin touch di depan banyak orang.
Tapi, eh, eh, ini apaan yang melingkar di pinggangku?
"Rileks, Gem, gak usah kaku gitu." katanya sambil masih fokus lihat kamera sambil tersenyum.
Aku pun tersenyum. Lalu membalas dengan melingkarkan tanganku ke pinggangnya juga.
Di saat Kakang masih asik memotoku dan Saba, dia berbisik, "Masih butuh status, Gem?"
Iiih, apaan sih... Aku cubit pinggangnya. Dia meringis kesakitan.
Lalu dia menangkap tanganku, dan menggenggamnya erat.
"Aku gak mau hubungan kita kayak api, yang berkobar dahsyat tapi langsung hilang begitu disiram air. Aku pengen hubungan kita kayak udara, yang akan selalu ada walaupun gak terlihat."
Seolah semesta mendengar ucapan Saba, lambat laun blue fire-nya menipis dan lama-lama menghilang. Digantikan dengan sinar matahari berwarna kemerahan yang muncul di tengah kawah.
"Gem, aku ga mau minta kamu hanya jadi sekadar pacarku. Tapi aku mau kamu jadi prospek masa depan aku, ya?"
Sudah aku pastikan, mukaku sama merahnya dengan sunrise yang terbit di ujung sana.
*
KAMU SEDANG MEMBACA
GEMINTANG (completed ✔️)
RomanceNamanya Gemintang. Anak Papi Bumi dan Mami Wulan. Pacarnya.... Gak punya. Baru aja putus 6 bulan yang lalu karena mami ga setuju. Ya, baiklah, sebagai anak yang baik dan gak mau sampai dikutuk jadi batu berlian, Gemintang nurut sama mami. Karena res...