21. Pelukan Duka

9.9K 1.1K 20
                                    

13.00 Firdaus Memorial Park

GEMINTANG

Setelah shalat subuh tadi, aku dapat Whatsapp dari Saba, isinya bikin aku langsung berlari menuju kamar mami dan papi sambil menangis.

Ayahnya Saba meninggal.

Aku telepon balik Saba, dia ga jawab. Mungkin sedang sibuk mengurus kepulangan jenazah ayahnya. Aku kabari dia via Whatsapp, kalau aku baru bisa ke rumah duka setelah jam 11 karena pagi ini ada ujian 2 mata kuliah di kampus, salah satunya kelasnya Yudhis.

Setelah selesai kelas, mami dan papi sudah menjemputku di kampus. Ternyata ada Galaksi juga ikut melayat. Lalu kami langsung menuju tempat pemakaman karena setelah shalat dzuhur akan dimakamkan.

Suasana disana ramai, banyak pelayat yang datang, aku juga melihat beberapa teman Saba yang juga temannya Bastian. Begitu aku, mami, papi dan Galaksi mendekat ke tempat Saba dan keluarga berkumpul, aku melihat ada Kristal yang sedang memeluk lengannya Saba.

Hatiku mencelos.

Harusnya aku yang berada disitu, menguatkan Saba.

Mami nampaknya tahu suasana hatiku, beliau meminta papi dan Galaksi untuk diam tak jauh dari tempatku berdiri sekarang. Selain prosesi pemakaman yang akan segera di mulai, juga mami memilih tempat yang rindang di bawah pohon.

Aku melihat Saba begitu tegar, dengan menggunakan baju koko putih dan kopiah hitam, dia turun ke liang lahat mengantarkan jenazah ayahnya kembali kepada-Nya. Tidak ada air mata kulihat. Hanya raut wajahnya yang menampakkan kesedihan mendalam.

Prosesi pemakaman sudah selesai 5 menit yang lalu, sebagian pelayat sudah mulai meninggalkan lokasi pemakaman. Aku, mami, papi dan Galaksi menghampiri keluarga Saba yang masih duduk di depan nisan bertuliskan nama ayahnya Saba. Bergantian aku dan keluargaku menyalami dan mengucapkan bela sungkawa. Saba tersenyum simpul melihatku lalu dia mengusap lembut puncak kepalaku sambil berkata, "Makasih, Gem..."

Lalu aku pamit pulang karena papi ada urusan di kampusnya. Dan ternyata Saba menemani kami sampai ke parkiran mobil.

"Papi tunggu 15 menit ya, Gem..." ujar Papi sebelum beliau menutup pintu mobil.

Ah, pengertiannya papiku itu. Kulihat Mami juga tersenyum sebelum masuk ke dalam mobil.

Kami menepi ke tempat teduh, dan sekarang posisinya sudah berhadapan.

"Ayah udah ga ada, Gem. Sekarang ibu, Saskia dan Sally jadi tanggung jawabku."

Aku mengelus lembut lengannya. Oya, ini lengan yang tadi dipeluk Kristal, kan?

"Bisa, kok, Sab." Sahutku pelan.

"Boleh peluk?" pertanyaannya sontak membuatku tersipu malu.

Lalu tanpa menjawab, aku merentangkan tangan yang disambut dengan pelukan Saba.

Aku mengusap punggungnya dengan lembut. Walaupun ada banyak noda cokelat bekas tanah, tapi wangi tubuhnya masih sama.

Dia balas memelukku erat, dan kusadari pundakku basah, Saba menangis, kah?

"Please, 15 menit aja kayak gini..."

Aku juga mau, Sab. Tapi papi sama mami pasti lihat dari dalam mobil.

Namun, aku mengangguk.

"Nangis aja, Sab... Kadang tangisan perlu dikeluarkan agar kita semakin kuat kedepannya, kan?"

Dia semakin terisak.

15 menit berlalu, dia melepaskan pelukannya, aku pun mengusap air mata di pipinya.

"Makasih, Gem... Aku ga berani nangis di depan ibu dan keluarga yang lain, karena aku juga harus kuat di depan mereka."

"Iya, Aa Saba harus kuat dong, ayah pasti senang liat anak lelakinya bisa jagain ibu, Saskia sama Sally."

Dia tersenyum.

"Aku ga tau gimana kedepannya kalau ga ada kamu, Gem..."

Aku menepuk kedua pundaknya.

"Ya, liat aja. Kalau nyasar, coba tanya Google."

Dia mengusap puncak kepalaku.

Nampaknya waktuku sudah habis, karena papi sudah meneleponku.

Tepat saat telepon papi kuangkat, Kristal mendekat.

"Iya, papi, Gemintang segera meluncur."

Kudengar Kristal memanggil Saba.

"Yuk, Sab, ibu sudah nunggu di mobil." katanya dengan lembut sambil tangannya memegang lengan Saba.

Saba menatapku dengan ekspresi yang aku ga tau apa artinya.

Dia lalu mengusap puncak kepalaku lagi.

"Aku duluan, ya. Nanti kabarin aku kalau sudah sampai rumah."

Saba pergi meninggalkanku sendirian. Dia berjalan dengan Kristal disampingnya.

Ya, Allah, cemburu sama ibu hamil ga apa-apa, kan?

*

GEMINTANG (completed ✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang