Ghia berdiri di tepi jalan dengan air mata menetes. Ghia pulang menuju rumahnya menggunakan taksi yang menjadi transportasi pulangnya.
"Mbak, kita mau kemana ya?" tanya sopir taksi tersebut.
Tak ada jawaban dari Ghia.
"Mbak?"
"Eh iya ada apa pak? Maaf saya gak denger." ucap Ghia sambil mengusap air matanya yang jatuh di pipi.
"Mbaknya mau diantar kemana?"
"Ke Jl. Kamboja IV,"
"Okok."
"Pak pas sampe perempatan belok kanan ya pak, berhenti dirumah yang bercat warna putih pagar hitam."
"Ashiap."
Dalam perjalanan Ghia hanya menatap ke arah luar jendela dengan tersedu-sedu.
10 menit taksi itu akhirnya sampai tempat yang dituju. Tampak Ghia mengeluarkan tiga lembar uang bewarna merah dan mengasihkan kembaliannya pada sopir tersebut.
"Ini kembaliannya mbak."
"Gak, gak usah itu buat bapak aja."
"Matur thank you mbak."
Ghia berjalan meninggalkan sopir tersebut dan menuju rumahnya. Ghia mengetuk pintu.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam," jawab dari dalam rumah. Terlihat seorang paruh baya berjalan menuju pintu dan membukanya.
"Ghia, kamu kesini sama siapa? Suamimu mana?"
"Ma," ucap Ghia memeluk Vidia. Vidia mengajak anaknya untuk duduk di sofa ruang tamu dan membicarakannya semua.
"Suamimu kemana, Dewa kemana?"
"Ada,"
"Ya ada tu dimana?"
"Udah ma Ghia cape mau ke atas. Istirahat." ucap Ghia dan berlari menuju kamarnya.
Saat membuka kamarnya, berputar memori memori lamanya bersama mamanya. Dimana dia asyik bernyanyi, menggambar dan bermain kejar-kejaran. Ghia hanya bisa menghela napas berat. Dia melangkah menuju ranjang dan meringkuk dengan guling di pelukannya.
Ghia merenungkan kejadian tadi di club. Dimana ada Dewa dan Linda mantan Dewa. Tak disangka air mata Ghia kembali menetes.
Setelah air matanya terhenti dia langsung memejamkan matanya dan tertidur pulas dengan sejuta tanda tanya di benak pikirannya.
• • •
Alex masuk ke kamar Max bersamaan dengan Dewa yang sudah selesai mandi. Dewa memandang ke depan dengan tatatapan kosong. Pikiran Dewa dipenuhi dengan Ghia, Ghia dan Ghia.
"Hai broo," sapa Alex.
"Diem goblok!"
"Kenapa?" tanya Alex dengan melirik Dewa.
Max menjawab dengan kedua bahu dinaikkan seolah-olah dia tidak mengetahui akan hal itu.
Alex duduk di sebelah Dewa dan menyanyikan sebuah lagu.
"Anak soang, lo bisa diem gak?!"
"Gue kan mau ngehibur abang kita yang satu ini, ya gak Dew?" ucap Alex menepuk pelan pundak Dewa.
Dewa hanya melirik sesaat dan kembali menatap depan.
"Alala..." ucap Max.
"Biarin. Wek, lagian lo napa sih bacott mulu dari tadi. Gue gini salah, gitu salah." kata Alex.
"Diem!" ucap Dewa meninggikan suaranya dan menciptakan keheningan setelah suara berisik perdebatan dari Max dan Alex.
Suasana hening masih terasa dan Dewa memilih untuk pulang.
"Kunci mobil gue, gue mau pulang." ucap Dewa meminta kunci mobilnya.
"Lo serius mau pulang? Nyetir sendiri dengan keadaan lo yang seperti ini?" tanya Alex.
"Sebaiknya lo jangan menemui Ghia untuk sementara waktu. Ghia hanya butuh waktu untuk sendiri. Nantinya kalau dia merasa udah cukup pasti dia datang menemui lo." ucap Max panjang lebar.
"Ok. Sekarang mana kunci mobil gue?"
Max melemparkan kunci mobilnya dan Dewa melesat meninggalkan rumah Max menuju rumahnya.
"Asal lo tahu yang sebenarnya. Ghia." ucap Dewa lirih disela-sela kesibukannya metapa jalan untuk menyetir mobilnya.
###
Hai hai hai
Balik lagi bersama saia
Masih adakah yang menantikan kelanjutan cerita ini?Sorry typo bertebaran
Sedikit? MaapUntuk para readers yang menyukai cerita yang gue buat vote comment jangan lupa :)
See you next chapter gaess🍭
Semarang, 03 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
DEWA & GHIA [END]
Teen Fiction[ TERSEDIA VERS. E BOOK ] Ghia berada di kehidupannya yang tidak beruntung. Hidup Ghia berubah setelah dijodohin sama Dewa, cowok bad boy, play boy dan memiliki nilai plus yakni sebutan Mr. Mesum. "Kenapa sih gue mau dijodohin sama orang yang gak j...