7. Setitik Perhatian

173 88 54
                                    

Bintang melihat disekelilingnya, banyak pasang mata berbaris membuat barisan amat rapih saat upacara berlangsung. Banyak siswa siswi yang berebut tempat diposisi paling belakang karena terturupi oleh pohon dan tak ingin merasa kepanasan. Tentu saja siswa siswi yang berdiri didepan kalau bukan anak pintar, pasti ingin berdampingan dengan orang yang disuka.

Bintang menoleh kebelakang, mencari seseorang dan mundur beberapa langkah saat mendapati Armos beridiri tepat diurutan paling belakang IPA 5, Armos berdiri tegap dengan tangan dibelakang yang berarti istirahat ditempat.

Pria tak gerak sama sekali, padahal dibelakang maupun disamping kanan kirinya tak terdapat satu guru pun yang mengawasi.

Keringat bercucuran memenuhi wajah Bintang. Ia merasa risih dan sangat kepanasan karena dirinya berdiri dibarisan tengah-tengah. Hampir setengah jam dirinya dipenuhi keringat yang sangat banyak.

Bahkan tawaran dari Icha teman sekelasnya yang mengajak dirinya ke UKS pun diabaikan. “Gue masih kuat kok Cha, jadi lo enggak perlu khawatir,” elak Bintang diakhiri dengan senyuman yang tertahan.

Icha memegang bahu Bintang yang mulai lemas dan menatap butiran keringat dikeningnya. “Lo udah enggak kuat Bee, ayok kita ke UKS aja biar lo bias istirahat disana,” tawar Icha, kembali.

Bintang menggelang menolak secara halus. “Iya sih adem, tapi gue enggak bisa liat Armos nanti,” ucap Bintang seraya melirik beberapa kali kepada Armos dan tak lupa senyum manis tertarik dari wajah cantik Bintang.

Icha berdecak kesal, bahkan diposisi seperti ini saja Bintang masih bisa memikirkan untuk melihat Armos.

Sementara itu, Bintang hanya terkekeh kecil lalu mengusap kembali keningnya menggunakan tisu. “Gimana ya Cha, penyemangat gue sekolah cuma Armos," ujar Bintang lalu kembali terkekeh kecil karena sadar kondisinya dan sadar ia masih upacara.

Gadis itu memejamkan matanya sedikit lebih lama karena merasa buram. Kesekian kalinya Bintang mengusap wajahnya menggunakan tisu yang hampir habis tersebut.

Bintang menghela napas panjang dan mengucek matanya yang lagi-lagi terlihat buram. Ia berusaha untuk tetap terjaga, namun matanya semakin lama semakin ingin terpejam. Bukan mengantuk, melainkan hal lain.

***

Bintang mengerjapkan matanya setelah sadar, menyesuakan penglihatannya dengan lampu yang menyala. Gadis itu terlentang diranjang berukuran lumayan lebar. Ia melihat ruangan sekitar, tembok yang berwarna putih terang seketika membuat matanya terbelalak.

“Akhirnya lo sadar juga, Bee.”

Suara barinton itu menganggetkan Bintang, ia bangun dan refleks memegangi kepala nya yang terasa pusing. “Aduh!”

Laki-laki yang berada diambang pintu itu masuk dengan sepatu yang masih menempel dikaki tanpa melepasnya ketika memasuki ruangan tersebut. “Jangan banyak gerak dulu,” tegur Sevin.

Bintang menengok kesumber suara berniat memarahi yang mengatainya, “Heh! Ngapain lo disini?”

“Iseng nemenin lo tidur aja sih, Bee.”

Bintang mencibir. “Kerdus banget omongan lo!”

Sevin menghela napas panjang lalu mengeluarkannya dengan kasar. “Jangan bikin gue khawatir, Bee.”

Bintang tersenyum lalu menatap Sevin dengan menaikkan kedua alisnya bergantian. “Lo suka sama gue ya, Vin? Gue emang cantik banget sih, jadi wajar.”

Sevin terbelalak tak percaya. “Ngaco lo! Lo bukan Rani, sorry to say, Bee!”

"Rani mulu otak lo!"

Spasi. (dibaca spasi pakai titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang