21. Martabak dan Ice Cream (2)

102 64 33
                                    

Nanda memasuki ruangan dengan semangat seperti biasanya, gadis itu selalu menampilkan sisi positif kepada semua orang terutama pada pasien dirumah sakit ini.

Seorang pria tengah menunggunya didalam membuat Nanda sedikit terkejut. “Nda abis darimana?”

“Abis dari luar tadi, ketaman sebentar,” jawab Nanda, “pesanan aku mana?”

Pria yang menjadi lawan bicaranya pun mengangguk dan memberikan bungkusan berisi martabak tersebut kepada Nanda. “Martabak spesial rasa strawberry dan juga keju yang banyak. Ah iya satu lagi, pocari sweat untuk gadis yang sweet.”

Nanda terkekeh mendengarnya lalu mengambil alih makanan tersebut dan membukanya. “Wah! Jagoan paling pinter!”

Pria itu tersenyum lalu duduk dikursi tamu yang berada didalam ruangan tersebut yang notabene VVIP, menyalakan televisi dan AC seakan sangat hafal.

Sedangkan Nanda duduk didepan pria tersebut dengan menyantap martabak yang sangat diinginkannya. “Aku suka, Mos.”

Lawan biacaranya menoleh. "Kamu suka aku?"

Gadis itu menggeleng lalu mengangguk dan kemudian terkekeh kecil. “Aku suka martabaknya, hehehe.”

“Hmm kirain suka aku...”

“Kamu kepedean ih!”

Mereka berdua tertawa bersama entah menertawakan apa, yang past Nanda sangat berbohong sekali jika tak menyukai pria dihadapannya ini. Nanda menghela napas panjang dan kembali menyadarkan diri jika sahabatnya juga menyukai pria tersebut, dia adalah Armos Vino Argiansyah.

***

Memori tentang Nanda kembali berputar didalam pikiran Bintang. Siapa Armos sesungguhnya? Bintang akui ia pertama kali bertemu dengan Armos saat berada dirumah sakit, tetapi bagaimana bisa Armos mengenal Nanda yang saat itu menjadi teman sekamarnya?

Dengan rasa penasaran yang amat mendalam Bintang bertanya. “Lo kenal Nanda, Mos?”

Lawan bicaranya sedikit terkejut. “Lo kenal Nanda?”

Bintang mengangguk sebagai jawaban, lalu kembali bertanya. “Termos kenal Nanda darimana?”

Armos menghela napas panjang dan mengeluarkannya dengan kasar. “Dia temen kecil gue,” ada jeda sebentar sebelum akhirnya Armos kembali melanjutkan, “saudara kandung Arita.”

“Mantan lo Mos? Yang waktu itu ngatain gue di mall?”

Armos mengangguk. “Bisa dibilang gitu, lo kenal Nanda dari mana?”

“Dari dulu.”

“Bee...”

Bintang terkekeh kecil sementara wajah Armos tak berubah, masih menampilkan wajah yang amat serius namun tetap tampan dipandang. “Kabar Nanda gimana?”

Armos mengerutkan keningnya. “Lo yakin teman Nanda?”

Bintang mengangguk antusias, menatap Icha yang sedari tadi terdiam menyaksikan mereka berdua. “Iya temen Nanda, dan juga temen Icha.”

Icha menggelengkan kepala. “Enggak Mos, gue skip temenan sama Bintang.”

Bintang mengerucutkan bibirnya kedepan dan berkacak pinggang. “Icha jahat!”

Sedangkan Icha terbahak dan melempar Bintang dengan pensil yang berada dimeja. “Biarin!”

Mereka berdua tertawa bersama menyadari betapa anehnya tingkah mereka. Hingga dehaman Armos membuat Bintang menoleh. “Kenapa Mos?”

“Lo beneran temen Nanda?”

“Iya, kenapa?”

“Nanda udah enggak ada, Bee..”

Tawa Bintang terhenti dan menatap Armos dengan tatapan tak terbaca. “Maksud lo apa, Mos?!”

“Nanda udah tenang.”

“Tenang dari mana?! Tenang gimana?!” bentak Bintang merasa kesal karena Armos masih saja bercanda didalam situasi seperti ini.

Mendengar itu membuat seisi kelas menatap Bintang. Disituasi masih pagi seperti ini mengapa Bintang berteriak? Bahkan Senja yang biasanya tak menggubris keributan dikelas pun ikut menoleh dan menghentikan aksinya yang sedang membaca buku.

“Kenapa ribut?” tanya Senja yang datang ke meja mereka, dan menaruh formulir dimeja Armos. “Disuruh isi sama Pak Bambang.”

“Mos?!” tanya Bintang setengah berteriak.

Armos menghela napas panjang. “Satu tahun yang lalu sebelum masuk SMA, Nanda meninggal,” jelasnya.

Kelopak mata Bintang berair, ia bahkan tak mengetahui hal tersebut. “Gue enggak tau apa-apa tentang berita itu Mos...”

Armos menghela napas panjang kembali, seperti ada sedikit beban yang amat berat ketika mengingat tentang Nanda Miranda yang selalu saja memenuhi pikirannya. Sebenarnya Armos merasa bersalah kepada dirinya sendiri karena tak sempat mengatakan jika pria itu menyayangi lebih dari seorang sahabat untuk Nanda sampai gadis itu menghirup napas terakhirnya. “Enggak apa-apa.”

Bintang mengusap air mata dipelupuk matanya. “Seharusnya gue tau. Gue kira setelah gue sembuh, Nanda ikutan sembuh.”

Armos yang mendengarnya sedikit tersentak dan bertanya. “Lo pernah satu rumah sakit sama Nanda?”

Bintang menghela napas panjang lalu mengingat kembali memori-memori tentangnya dengan Nanda saat dirumah sakit. “Gue datang kerumah sakit sekitar dua tahun yang lalu, gue punya penyakit jantung lemah dirawat disana selama satu tahun.”

Armos sangat terkejut mengetahui itu lalu memperhatikan Bintang dengan seksama membuat Bintang kembali melanjutkan. “Itu sebabnya gue enggak pernah ikut mata pelajaran olahraga bukan karena gue halangan, tapi karena gue enggak boleh sama orang tua dan guru olahraga kita tau itu.”

Armos mengangguk paham dan sedikit iba melihat kenyataan gadis yang berani mengejar-ngejar dirinya bahkan memiliki riwayat penyakit seperti ini. Armos sangat merasa bersalah pernah berteriak kencang kepada Bintang saat gadis itu melakukan kesalahan. Sengaja berjalan lebih cepat agar gadis itu susah menyeimbangi langkah kakinya.

Bintang menutup mata dan bibirnya menahan rasa sakit yang pernah ia dapatkan sedari dulu sampai harus bolak balik check up kerumah sakit. “Tapi tenang, gue udah sembuh kok,” ada jeda sebentar, “gue satu ruangan sama Nanda dirumah sakit, bahkan kami sering menghabiskan waktu bersama.” lanjutnya.

Armos tersentak kaget menerima kenyataan tersebut dan bertanya. “Lo gadis yang suka paparazi gue?”

Bintang melototkan kedua matanya. “Lo tau dari mana?”

“Nanda...” Armos berdeham dan menatap Bintang dengam serius. “Gue cowok yang lo temui dirumah sakit setiap gue kesana, anehnya lo enggak pernah mau nyamperin gue,” ada jeda, “Nanda cuma bilang kalo teman satu ruangannya sering poto gue secara diam-diam dan itu lo?”

Bintang mengangguk lemah menyadari kesalahannya sejak dulu karena tak berani menyapa Armos secara langsung mengingat kondisinya yang sangat lemah. “Jadi lo... sahabat Nanda yang suka bawain eskrim dan martabak?”

“Mungkin, iya...”

*
*
*
Hallo guys! Im back, hohoho!!
Aku triple update ya hari ini :'))
Gakpapa kan? Whehhehee semoga tetap suka ya sama cerita ini!!!
See u next chapter, ya!

With love, kim

Spasi. (dibaca spasi pakai titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang