16. Target dan Perjanjian

114 67 28
                                    

Seorang gadis dengan balutan baju seragam rumah sakit itu melewati koridor yang sedikit lebih sepi dari biasanya. Koridor yang biasanya dipadati dengan banyak sekali pasien mendadak sepi.

Pukul delapan pagi dengan sinar matahari yang kian meredup menambah suasana rumah sakit sedikit menakutkan. Gadis itu melewati koridor dengan sangat santai seraya menggenggam ponsel ditangan kanannya. Fokusnya pada sosok pria didepannya dengan balutan kaos berwarna putih dengan corak dibelakangnya.

Gadis itu menjulurkan ponsel kedepan dan membuka aplikasi kamera, mempotret objek didepannya dengan sempurna dan sedikit rasa takut. Jantungnya berdegup kencang saat melihat hasil potretnya. Ia kembali menggenggam ponselnya dan memakai masker.

PNamun tiba-tiba pria didepannya berbalik arah dan berjalan menghampirinya. Gadis itu gelagapan tetapi tetap fokus agar terlihat santai.
“Permisi, lo tau ruangan Mawar nomor 15?”

Bintang terbelalakkan matanya menatap pemilik suara kaget. “Hm?”

“Ruangan Mawar nomor 15, dimana?”

“Ah...” Bintang sedikit berfikir dengan jantung yang terus berpacu cepat, berharap lawan jenisnya tak mendengar itu.

“Dimana ya? Lo tau?” tanya pria itu lagi.

“Disana!” tunjuk Bintang asal, “Belok kanan pojok sebelah kiri,” lanjutnya yang sebenarnya ia menunjukkan lokasi tempat suster berada bermaksud agar pria didepannya ini bertanya kepada suster disana.

“Ahh disana ya.. makasih," ucap pria tersebut seraya mengeluarkan ponselnya menulis pesan sebentar dan memasukkannnya kembali kedalam saku celana. “Btw nama gua Armos, salam kenal,” jelasnya seraya mengulurkan tangan.

Bintang diam saja tak menjawab dan tak menyambut uluran tangan Armos. Ia mengangguk pelan lalu pergi meninggalkan Armos yang bergumam sendirian. “Cewek aneh.”

Bintang membolak balikkan buku tulisnya seraya mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu disaat dirinya berkenalan dengan sosok Armos yang berbeda dari sekarang. Ah lupa, bahkan Armos tak tahu namanya saat itu. Pantas saja pertemuan pertama mereka disekolah, Armos tampak tak mengenalnya.

Lagipula saat dirumah sakit, Bintang menggunakan masker dan tidak berponi depan seperti sekarang. Mungkin itu sebabnya Armos tak mengenali dirinya.
Hari ini adalah hari penentuan nasib Bintang. Gadis itu akan ujian harian dan berusaha meraih nilai diatas 90 agar menjadi pacar Armos nantinya.

Sama seperti dirinya, Armos disampingnya pun tengah belajar dengan fokus. Selang beberapa menit kemudian, Bu Herni selaku guru mata pelajaran matematika tersebut datang.

Kelas mulai hening karena mengerti akan diadakannya ujian harian tersebut. Bahkan saat pembagian soal  dan ujian berlangsung, siswa dan siswi dikelas ini tetaplah tidak ramai.

Soal yang dikerjakan Bintang sangatlah sulit sehingga gadis tersebut tak henti hentinya mengetukkan pulpennya pada dahi. Namun ia tidaklah menyerah, baginya ini adalah kesempatan emas. Oleh karena itu, Bintang mengerjakan soal tersebut dengan teliti dan bersungguh-sungguh.

***

“Lo serius nilai gue 92?!” tanya Bintang seraya membelalaknya kedua bola matanya. “Lo serius Icha?”

Icha mengangguk mantap. “Gue serius! Gue abis dari ruang guru dan liat lembar nilai!” ada jeda sebelum akhirnya Icha kembali melanjutkan, “and than, lo sekarang jadi pacarnya Armos!!”

Bintang tertawa terbahak. “Nah itu dia point utamanya!!”

Suara gaduh dalam kelas terdengar hingga diluar ruangan. Bisa ditebak jika Ziva bernyanyi dengan suara yang lumayan enak didengar. “Kasih andai anganku bersuara..”

Spasi. (dibaca spasi pakai titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang