24. Dibalik Kebenaran (2)

96 66 27
                                    

Setelah seharian menempuh hari yang lumayan berat, kini Bintang bisa terlentang dengan pikiran yang entah kemana. Gadis itu menatap langit-langit seakan menghitung bentuk bintang dan bulan yang dipasang pada atap kamar, biasanya jika malam hari bintang dan bulan tersebut akan memancarkan sinarnya sendiri.

Gadis itu kembali menghela napas panjang entah untuk keberapakalinya, dari banyaknya hari yang ia lewati, hari saat mengetahui penyakitnya lima tahun yang lalu dan hari inilah yang paling berat. Mengetahui beberapa fakta dalam satu hari sekaligus membuat dirinya lemah seakan tak memakan nasi tiga hari berturut - turut, benar - benar opini yang bagus.

Tangannya meraba kasur yang ia tempati, mencari sesuatu dan ingin mengenggamnya. Setelah ketemu, gadis itu mengambilnya dan memegang erat seakan tak ingin kehilangan. Sebuah buku bersampul merah jambu dengan beberapa hiasan disampul depannya dan juga seperti terlihat sangat terawat.

Bintang bangkit dari tidurnya, menyender pada tiang temoat tidur dan membuka buku tersebut. Nampak banyak sekali poto dan juga tulisan dengan rapi didalamnya. Senyum Bintang terlihat sangat cantik, perlahan ia membuka lembar demi lembar.

*saat pertama kali Bintang bertemu dengan Armos*
Tertulis : Banyak pasang mata menuju kearahnya, termasuk denganku yang sama - sama terhipnotis dengannya. Mungkinkah pria itu menggunakan pelet?

*Saat Bintang melihat Armos tak sengaja menuju gerbang rumah sakit hendak pulang*
Tertulis : Seperti tidak memiliki beban, mungkin dirinya pria hangat.

*Saat Armos dan Bintang pulang dari Mall dan bertemu dengan Arita*
Tertulis : Mata indah yang membuat teduh, ntah kenapa aku sangat menyayanginya. Pertamakalinya Armos bilang kalo aku pacarnya, padahal hanya bercanda tapi aku tetap senang.

*Saat Armos latihan Basket dengan Kak Andi, kala itu Armos tertawa seakan tak memiliki beban sedikitpun*
Tertulis : Pria yang selalu menawan setiap harinya membuat jantung berdebar dengan kencang seakan ikut lomba berlari.

*Istirahat dikantin menyegarkan perut*
Tertulis : Hei, i love u!

Kira-kira seperti itu isi buku yang selalu tersusun rapi didalam lemari terkunci samping meja belajarnya. Bintang tersenyum simpul tak menyangka jika Armos benar-benar terbawa perasaan dengan dirinya.

Ketukan tiba-tiba pada pintu kamarnya membuat Bintang menoleh dan berkata. "Kenapa Ma?"

Suara dibalik pintu. "Ini Papa."

Bintang merapikan rambutnya dan menutup buku yang sempat ia buka tadi. "Papa masuk aja."

Riski membuka kenop pintu dan masuk kedalam kamar Bintang. "Bee udah makan?"

Bintang menggeleng pasalnya sejak pulang sekolah ia tak memakan apapun hingga menjelang petang seperti sekarang, untungnya gadis itu sudah berganti pakaian dan tak memakai seragam sekolah kembali. "Kenapa gak makan, sayang?"

"Bee mau martabak, Pa."

Riski sedikit terkejut kecil karena anak semata wayangnya ini tak pernah meminta dibelikan martabak apalagi secara tiba-tiba seperti ini. Biasanya Bintang lebih serinh meminta dibelikam eskrim atau jajanan lainnya dibanding martabak. Karena merasa penasaran Riski bertanya. "Kok tumben?"

Bintang terdiam sebentar, kejadian tentang dirinya dan Nanda saat itu kembali berputar. Dulu saat berada dirumah sakit Bintang dan Nanda sering sekali menghabiskan martabak yang ternyata dibelikan oleh Armos kala itu menjadi teman kecil Nanda.

*
*
*
Hallo guys!! Part ini dikit banget ga si :')) Soalnya aku masih banyak yang direvisi guys!! Hahahhaa.
See u next chapter, ya!!

With love, kim

Spasi. (dibaca spasi pakai titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang