“Maksud lo orang tua Bintang minta lo buat nikahin anaknya lulus SMA nanti?” tanya Senja saat berada diperpustakaan menyusul Armos. Mereka berdua tengah duduk diantara tumpukan buku-buku yang tersusun rapi didalam lemari.
Armos mengangguk. “Itu level maksimal cegil, Sen.”
“Itu bukan cegil sih, tapi cesagil.”
“Apa itu?”
“Cewek sangat gila, Bintang gilanya level maksimal.”
Armos mengangguk kembali, bahkan Senja sang ketua kelas yang tidak pernah menjudge orangpun kini ikut turun tangan dalam mengatai seorang Bintang.
“Tapi lo juga terlalu kasar sih, Mos. Maksud gue, omongan lo udah kelewat batas,” ujar Fero yang sedari tadi menyimak cerita Armos.
“Lo enggak tau secegil apa Bintang, Fer.”
“Gue tau, Bee teman Nirmala dan Sevin.”
Armos mengusap wajahnya kasar, ia sadar perkataannya sudah kelewat batas tetapi ia juga merasa kesal dan baru bisa meluapkannya setelah ia pendam hampir seminggu lamanya.“Terus cewek yang lo peluk difoto tadi, pacar lo?” tanya Senja ingin tau.
Armos menggelengkan kepalanya. “Gue punya kisah yang rumit sama dia, Sen. Arita memang naksir sama gue dari dulu, dan gue akui pernah ada sedikit rasa sama dia. Tapi itu dulu, sekarang gue enggak ada apa-apa sama dia. Dia mirip orang yang gue sayang, itu foto lama sebelum akhirnya gue dan Arita bertengkar hebat.”
Senja dan Fero menganggukkan kepalanya mengerti. Ternyata hanya kesalahpahaman antara Armos dan Bintang yang terpendam dan tidak terselesaikan.
“Saran gue, lo jelasin dan terus terang sama Bintang,” ucap Fero yang lantas diberikan anggukan setuju oleh Senja.
***
“
Bee!” Pekikkan dari arah belakang membuat Bintang menoleh sedikit terkejut. Sang empu yang merasa bersalah telah mengagetkan Bintang pun meminta maaf. “Sorry, lo pasti kaget ya, Bee.”
Bintang menghela napas panjang dan menganggukkan kepala. “Enggak apa-apa, Kak.”
Melihat raut wajah Bintang murung, Deri secara tidak sengaja mengulurkan tangannya kedahi Bintang untuk memeriksa suhu tubuh. Sontak badan Bintang menegang, gadis itu tak percaya apa yang di lakukan Deri terhadapnya. Perasaannya masih sensitive karena perhatian kecil yang dilakukan Deri kini membuat Bintang merasakan kenyamanan.
“Lo sakit? Pucet banget muka lo, Bee.”
Seketika Bintang menangis tersedu membuat Deri kewalahan karena bingung harus berbuat apa. “Hei? Lo kenapa, Bee?”
Bintang menggelengkan kepala dan tanpa aba-aba, ia langsung memeluk Deri tepat saat koridor mulai sepi. Tindakan Bintang bukanlah hal yang wajar, karena mereka masih dilingkup sekolah. Awalnya Deri kaget tetapi ia memaklumi dan membalas pelukan Bintang dengan hangat. “It’s oke, Bee,” ucap Deri mencoba menenangkan.
“Gue bodoh banget ya, Kak,” aku Bintang disela tangisnya. Kini mereka tidak lagi sedang berpelukan seperti tadi. “Gue masih waras enggak, sih?” ada jeda sebelum akhirnya Bintang kembali melanjutkan, “gue salah, kak. Selama ini gue suka dan ngejar-ngejar pacar orang..”
Deri tak menjawab hal tersebut, baginya kondisi Bintang itulah yang terpenting. Pria itu mengusap dengan lembut pipi Bintang yang penuh dengan air mata.
Deri tersenyum manis. “Perasaan enggak pernah salah, Bee. Lo enggak salah, tapi lo harus lebih teliti lagi buat nyari tau apakah orang yang lo dekati tersebut udah punya pasangan atau belum, ya,” ujar Deri mencoba menenangkan dan membuat Bintang merasa nyaman.Selang beberapa menit kemudian, Bintang sudah kembali tenang dengan pikirannya. Bahkan gadis itu sudah tidak mengeluarkan air mata lagi. “Lo udah mendingan, Bee?”
Bintang mengangguk dan tersenyum ceria seperti biasanya. “Makasih ya, Kak. Gue tau kalau gue enggak sopan tadi peluk lo, tapi gue harus berterima kasih karena suasana hati gue jadi lebih baik dari sebelumnya.”
Deri tersenyum hingga kedua kelopak matanya menyipit sempurna. “Anything for you, Bee.”
Bintang ikut tersenyum seakan tersihir oleh perkataan yang dilontarkan Deri. Hati Bintang berdesir hangat, sementara perutnya tidak bisa diajak kompromi. Gadis itu baru menyadari bahwasannya ia sudah melewati jam pelajaran pertama, itu artinya saat ini memasuki jam istirahat.
Suara yang terdengar dari dalam perut Bintang membuat gadis itu menahan malu. “Sorry, Kak. Tapi sepertinya gue butuh tenaga karena laper.”
Deri terkekeh dan mengandeng tangan Bintang.”Ayo kita kekantin, lo boleh makan apapun yang lo mau.”
Bintang tersenyum cerah, mereka berdua berjalan memasuki kantin yang lumayan sepi. Gadis itu duduk berhadapan dengan Deri. Mereka memesan makanan serta minuman yang sama.
“Lain kali lo harus coba seblak bikinan Bu Siti,” ucap Bintang seakan merekomendasikan seblak.
“Kenapa enggak sekarang aja?”
Bintang menggeleng. “Gue lagi enggak mau seblak sih, lagi mau ramen aja..”
Tak lama kemudian, pesanan mereka berdua datang seiring kedatangan Icha dan Irvan yang langsung menghampiri. “Gue nyari lo kemana-mana, Bee,” ujar Icha dan duduk disamping Bintang, begitu juga dengan Irvan yang duduk tepat disamping Deri.
“Gue laper, Cha. Jadi lupa ikut pelajaran Pak Darman tadi pagi.”
Icha yang berada disamping Bintang menghela napas, “Lo enggak perlu alasan, gue paham kok.”
“Dukun ya sekarang lo,Cha?” tanya Irvan diselingi tawa membuat Icha mencekik Irvan secara tiba-tiba. Mereka berempat sontak tertawa seakan melupakan permasalahan yang terjadi.
Sementara itu disisi lain tiga pria tengah duduk memperhatikan mereka. “Lo beneran enggak mau jelasin apa-apa sama Bintang?” tanya Senja kepada Armos.
Armos mengangkat bahunya. “Gue lagi enggak mau ngomong banyak hal sama dia.”
“Tapi lo udah keterlaluan, Mos.”
Armos menghela napas panjang dan menatap Senja datar. “Gue tau apa yang baik buat gue.”
S
enja yang mendengar hal tersebut diam tak bersuara. Sementara itu Fero yang memperhatikan keadaan dan bertanya. “Lo beneran enggak ada rasa apapun sama Bintang?”
“Gue lagi enggak mau ngebahas soal itu, Fer.”
“Lo yakin?”
Armos menganggukkan kepalanya. “Gue yakin, gue rasa dia dan juga gue butuh waktu untuk berfikir.”
Fero menganggukkan kepalanya. Sementara itu Senja kembali bertanya. “Kalau misalnya nati Bintang tiba-tiba jadian sama orang lain gimana menurut lo, Mos?”
Armos diam sejenak, menatap semangkok bakso dihadapannya dengan tatapan kosong lalu berbicara. “Lo tau senyaman-nyamannya anak kucing sama orang lain, bakalan balik ke pemiliknya. I mean, i dont care about it,” ujar Armos sedikit melankolis.
Fero memotong bakso dan memakannya dengan santai. Begitu juga dengan apa yang dilakukan Armos dan juga Senja.
Ketiganya sama-sama diam dan menikmati makanannya. Sampai satu suara memecah keheningan. “Lo lupa kalau anak kucing terlalu nyaman dengan orang lain kemudian diambil jadi hak milik, anak kucing itu bakalan nurut dan melupakan pemilik sebelumnya,” ujar Fero membuat Armos berhenti mengunyah sejenak dan terdiam, mungkinkah itu terjadi kepada Bintang dan dirinya nanti?
*
*
*
Hallo guys! Im back °^°
Seperti janjiku, aku akan update setiap harinya, ya! Jadi jangan lupa baca cerita ini sampai selesai, hihi °^°
Aku juga kalau jadi Bintang sedih banget sih, valid huehue :')))
See u next chapter!With love, kim
KAMU SEDANG MEMBACA
Spasi. (dibaca spasi pakai titik)
Teen Fiction[ NEW VERSION‼️] #shskartikatamaseries [R15+] "Lo pasti suka sama gue, Mos." "Enggak." sautan pendek tersebut membuat Bintang menghela napas panjang. "Gue anggap jawaban lo adalah iya, Mos." "Enggak lah." "Terus kenapa lo mau jemput gue kerumah? Nak...