14. Tawaran dan Kegoyahan

118 74 30
                                    

“PANGGILAN KEPADA ARMOS VINO ARGIANSYAH KELAS 11 IPA 5 HARAP MENUJU SUMBER SUARA SEKARANG.”

Armos mengabaikan lalu kembali membuka mulut ingin bertanya tetapi terhenti lagi saat pengeras suara terdengar kembali. “SEKALI LAGI, PANGGILAN KEPADA ARMOS VINO ARGIANSYAH KELAS 11 IPA 5 HARAP MENUJU SUMBER SUARA SEKARANG.”

Senja menendang kaki Armos dari bawah menandakan agar Armos segera pergi dan menuju pengeras suara. Pria itu berdecak lalu beranjak dan pergi keluar perpustakaan. Armos menuruni tangga sekolah dengan terburu-buru karena namanya di panggil melalui pengeras suara. Armos memasuki ruang kepala sekolah dengan ragu-ragu.

“Assalamualaikum.” sapa Armos saat pertama kali memasuki ruangan.

“Waalaikumussalam..”
Armos diam mematung didepan pintu sampai akhirnya laki-laki di depannya yang sedang duduk itu menyuruhnya ikut duduk juga. Dengan perlahan Armos duduk dibangku yang telah disediakan. “Ada apa Pak? Setahu saya, saya enggak buat kesalahan Pak."

Pak Bambang menggeleng sebagai jawaban.

“Lalu? Ada apa Pak Bambang?” tanya Armos penasaran. Sebenarnya pria itu risih harus berkata formal seperti ini, tetapi jika berkata tidak formal, menurutnya akan sangat tidak sopan terlebih berkata dengan Pak Bambang, kepala sekolahnya.

“Saya ingin menawarkan sesuatu untuk kamu, Armos,” ada jeda sebelum akhirnya Pak Bambang kembali berkata, “tawaran kali ini ada sangkut pautnya dengan Bintang, saya rasa kamu bisa mengatasinya.”

“Maksud Pak Bambang bagaimana?”

“Saya paham kamu anak pintar dan kebetulan Bintang sangat suka sekali denganmu. Lupakan tentang orangtua Bintang yang mau menjodohkan kamu, saya hanya ingin menawarkan kamu untuk mengubah Bintang. Kamu tau jika anak itu kurang dalam hal pelajaran. Oleh karena itu saya meminta kamu untuk mengajarkan Bintang.”

Armos terdiam mendengarkan penjelasan dari Pak Bambang. Menurutnya, ada baik dan ada tidaknya. Haruskan Armos menuruti perkataan Pak Bambang tersebut?

Melihat Armos tak merespon apapun membuat Pak Bambang kembali berbicara. “Saya akan berikan kamu beasiswa ke London, kamu boleh pilih universitas manapun. Asalkan, kamu bisa membuat nilai sekolah Bintang jauh lebih baik dari sebelumnya.”

Mendengar tawaran tersebut membuat Armos tertegun kaget. Penawaran yang sangat menarik baginya, harusnya pria tersebut menerima tawaran ini?

***

Kelas terasa sangat ramai karena jam kosong sedang berlangsung. Pelajaran matematika yang biasanya membuat siswa-siswi mengantuk kini tak ada satu guru pun yang masuk. Icha dan juga Bintang berceloteh panjang lebar. Mata Bintang berbinar saat bercerita. “Sumpah Cha Eun Woo ganteng banget ya allah, Cha!” seru Bintang dengan heboh.

Icha menunduk menatap sodoran ponsel yang ada digenggaman Bintang. Gadis itu ikut terbelalak, menatap ponsel Bintang dan merampasnya ingin melihat jelas. Bintang manyun saat ponselnya di rampas. “Ya allah sempurna banget oplasnya.”

“Ih enggak! Dia gak oplas Cha, ini asli banget mukanyaa.”

“Masa sih? Tapi kok kayak enggak ada pori-pori ya Bee?”

Bintang berdecak lalu menatap sekilas kearah ponsel. “Skincare dia sama kita jauh beda Cha, bagaikan langit dan bumi.”

Suara ricuh memenuhi kelas ini. Kina dan juga Bobi mulai kejar-kejaran dengan heboh, diiringi dengan teriakan dan tawa seisi kelas yang memperhatikannya. Sedangkan Bintang yang sedari tadi berceloteh panjang lebar dengan Icha pun tak menyadari jika Armos ada di belakangnya.

“Kenapa duduk disana?" suara bernada dingin itu menghentikan aksi berceloteh panjang lebar Bintang. Ia sempat ge-er jikalau Armos berbicara padanya, namun segera ia tepis dan mulai membuka mulut untuk melanjutkan celotehannya dengan Icha.

“Kenapa duduk disana?” tanya Armos kembali.

Bintang membalikkan bandannya karena merasa kesal dengan perihal foto dua hari yang lalu, bahkan Bintang sengaja tidak mengganggu Armos karena pikirannya sedang runyam. “Ngomong sama siapa lo?!” sentak Bintang. Jujur saja perasaan Bintang masih kesal dengan perkataan Armos yang menyakitinya tempo lalu dan perihal foto mesra Armos dan Arita, gadis yang pernah ia temui saat di mall.

Armos sedikit tersentak mendengar hal tersebut dan menatap Bintang tak percaya. Perubahan intonasi yang biasa Bintang ucapkan membuat pria itu tersentak kaget lantas menjawab dengan datar. “...sama lo.”

Bintang menghempaskan buku yang dipegangnya keatas meja membuat Icha yang menyaksikan hal tersebut sedikit tekejut. “Cha, kelas kita berhantu enggak sih?”

Icha yang tau maksud Bintang akhirnya menganggukkan kepalanya.”Iya Bee, katanya sih gitu ya..”

Merasaka diabaikan, Armos menghela napas kasar. Pria itu sedikit kesal dengan perlakuan Bintang terhadapnya. Jika bukan karena tawaran sialan itu, Armos tidak akan sudi berbicara dengan Bintang terlebih dulu.

“Duduk sama gue.”

Bintang tak menanggapi lalu kembali dan membuka ponselnya dan memberitahu info tentang Cha Eun Woo kepada Icha, karena jiwa fangirlnya mulai keluar.

“Bintang… duduk sama gue.”

Bintang masih tidak goyah, gadis itu tak menanggapi dan tetap melanjutkan bercerita kepada Icha. Icha menyikut lengan Bintang dan memberi kode jika gadis itu dipanggil Armos berkali-kali.

“Udah deh ah lo balik duduk sama Armos aja, Bee,” kata Irvan yang mulai jengah menatap kedua manusia yang akhir-akhir ini mulai merenggang. Sedari tadi, Irvan memperhatikan aksi mereka bertiga, Armos, Bintang dan juga Icha.

Karena merasa bersalah, akhirnya Bintang bangkit dari tempat duduknya dan berjalan kearah bangku miliknya sejak awal, disamping Armos. Walau dengan wajah ditekuk tak suka, gadis itu duduk dengan nyaman dan kembali mengotak-atik ponsel digenggamannya.

Melihat hal itu Armos sedikit lega, setidaknya Bintang mau menuruti perkataannya. Dengan berat hati, Armos kembali berucap. “Sorry Bee untuk ucapan gue tempo hari.”

Bintang mendengar hal itu, namun tak bergeming. Gadis itu masih asyik memainkan ponsel walau hatinya sudah mulai luluh dengan permintaan maaf dari Armos, pria yang ia cintai.

Armos mengeluarkan buku tulis bersampul hijau tua dari dalam tasnya. Lusa kelas mereka akan mengadakan ujian harian, oleh karena itu Armos berniat untuk membantu nilai Bintang mulai dari ujian lusa. Pria itu menggeser buku tersebut hingga berada dihadapan Bintang. “Lo bisa belajar dari buku ini untuk ulangan harian lusa.”

Bintang mengerutkan dahinya bingung. Pria disampingnya ini seperti bukan Armos yang sangatlah dingin dan kaku. “Gue punya buku sendiri,” tolak Bintang gengsi. Sumpah demi apapun Bintang ingin berteriak dan memeluk Armos yang terngah mencair tersebut. Namun karena gengsi, Bintang menolaknya.

“Catatan gue lebih lengkap, Bee.”

“Kenapa lo kasih ke gue?”

Pertanyaan itu membuat Armos bingung ingin menjawab seperti apa. Pria itu memutar otaknya mencari alasan yang tepat dengan sedikit gusar. Namun saat memiliki ide yang menarik akhirnya Armos menatap Bintang yang juga tengah menatapnya. Kedua bola mata mereka beradu, kedua tangan Armos terulur dan bertengger dikedua pundak Bintang membuat gadis itu merespon dengan melotot sempurna.

Mengetahui hal itu membuat Armos sedikit menyunggingkan senyuman simpul dan kembali berkata dengan sangat pelan. “Kalau nilai ujian harian lusa lo bisa diatas 90, lo jadi pacar gue. Itu kan yang lo mau, Bee?”

Bak disambar petir, seketika Bintang terbujur kaku. Jantungnya berdegup dengan kencang dan otaknya berfikir dengan keras. Ini bukan mimpi, kan? YA TUHAN BINTANG BUTUH OKSIGENN!!

*
*
*
Aku lagi ngebut banget tau buat update cerita ini dengan versi yang lebih fresh dan tentunya plot twist yang beda, HEHE.
Ternyata lebih baik nulis baru dibanding revisi enggak sih:'))))

Oh iya aku ada ig buat review novel loh, hahahha.
Sering buat konten novel disana juga, sih :')))
Dah ah, see u next chapter!

With love, kim

Spasi. (dibaca spasi pakai titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang