23. Dibalik Kebenaran

102 65 19
                                    

Telinga Bintang berdengung seperti mendengar sesuatu yang diucapkan oleh Armos. “Lo ngomong apa Mos?”

Armos yang merasa salah tingkah langsung gelagapan karena menyadari ucapan yang baru saja terlontar dari bibirnya. “Apa?” tanyanya sok dingin.
Bintang mengerutkan dahinya, sepertinya kali ini pendengarannya bermasalah. Berkali-kali ia mengusap telinganya, harus ke THT setelah pulang sekolah.

Armos yang melihat itu ingin tertawa terbahak tetapi ditahan, Bintang sangat lucu sekali ditambah dengan sikapnya yang seperti itu. Pria itu berusaha semaksimal mungkin menahan diri agar tidak mencubit kedua pipi gadis didepannya ini, tetapi mengapa sesulit ini rasanya? Dadanya berdebar hebat seperti ada lomba balap didalamnya.

Didalam ilmu biologi yang Armos pelajari, pria itu sangat bingung karena dadanya berdebar sedangkan pria tersebut tak memiliki riwayat penyakit jantung. Mungkinkah Armos jatuh cinta?
Armos menggeleng refleks, menyingkirkan semua fikiran yang bersemanyam didalam otaknya.

Bagaimana bisa ia berfikir seperti itu? Terlebih kepada Bintang yang notabene gadis yang mengejarnya. Bintang melihat semua perilaku Armos membuatnya tersenyum lebar, sepertinya Bintang cosplay menjadi joker kali ini. “Mos?”

Armos menoleh kembali menatap lawan bicaranya dengan tatapan yang ia buat sedingin mungkin. “Apa?”

“Lo baper sama gue?” tanya Bintang menggoda.

Armos menggeleng keras, lantas berdiri untuk memberikan formulir tersebut kepada Senja. Kakinya melangkah meninggalkan bangku dan juga meninggalkan kelas. Sepertinya benar, kali ini Armos mendapatkan karma bahkan untuk jauh dari Bintang saja raganya seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Armos menyerahkan formulir. “Nih!”

Senja menengadahkan wajahnya, mendongak menatap Armos. “Pipi lo merah?”

Armos melotot sempurna, benarkah? Pria tersebut menepuk kedua pipinya dan beralasan. “Ada nyamuk dipipi gue tadi, jadi gue tepuk dan merah.”

Senja menganggukkan kepala saja, bermaksud tidak ingin ikut campur. Dalam hati ingin tertawa karena sudah pasti itu adalah kerjaannya Bintang. Sedangkan pelaku tersebut malah tersenyum lebar merasa menang dengan apa yang baru saja ia lakukan, seakan lupa tentang permasalahan yang kemarin sempat menghantuinya.

Bintang kembali memikirkan tentang formulir dan bertanya kepada Armos. “Jadi berita tentang murid beasiswa itu lo ya, Mos?

Armos menganggukkan kepalanya. “Masih lama, lulus SMA nanti.”

***

Irvan duduk diantara rerumputan taman yang asri seperti saat ini, pandangannya menjelajahi lingkungan rumahnya yang sedikit lebih ramai dari biasanya, fokusnya terhenti pada seorang pria yang tengah menatapnya dari balik gerbang. “Mau masuk,” kata pria itu yang langsung diangguki oleh Irvan.

Pria tersebut berjalan kearah Irvan dan duduk disampingnya pas, ikut menatap lingkungan rumah. “Gue sendiri,” katanya kembali.

Irvan menjawab. “Gue enggak nanya, sih”
Pria yang sering dijuluki 'manusia es' tersebut menoleh kearah Irvan dan menatapnya serius. “Gue bingung.”

Irvan menjawab dengan jawaban yang sama persis. “Gue enggak nanya.”

Armos mencibir tak suka, bisa-bisanya ia berteman dengan Irvan. Irvan sungguh aneh, jika didalam kelas pria itu receh maka diluar kelas pria itu cuek. Seperti yang Armos pikir, Irvan memiliki kepribadian ganda mungkin.

Kenapa lo?” tanya Irvan peka pada akhirnya karena hampir lima menit mereka sama-sama terdiam.

Armos terdiam lagi seakan berfikir harus menjelaskan darimana hingga kemana, perlahan pria itu menghela napas dan berkata. “Gue tadi ketemu Pak Bambang dan ternyata Bintang anak pemilik saham terbesar disekolah ini.”

“Gue dimintain tolong sama Pak Bambang buat ngerubah nilai Bintang, jeblok banget katanya.”

“Nilai gue juga.”

“Hmm iya, sih.”

“Nilai Icha juga.”

Armos menatap Irvan malas, bisa-bisanya disaat dirinya mencurahkan isi hati lantas diselingi candaan seperti ini, ah ya lupa mungkin Irvan tertarik dengan Icha. “Diiming-imingi beasiswa ke Jepang.”

“Kapan?”

“Besok,” ada jeda sebelum akhirnya Armos kembali melanjutkan, “lulus SMA nanti sih, maish lama.”

Irvan melotot sedikit terkejut, bagaimana bisa kepala sekolahnya memberikan penawaran seperti itu pada Armos? Bahkan jika tidak diberi penawaran itupun, Armos bisa mendapatkan beasiswa ke Jepang karena prestasinya sendiri.
“Gue bingung gimana caranya, seenggaknya bukan karena beasiswa itu tapi karena gue mau Bintang semangat menjalani hidupnya yang menurut gue flat.”

“Hmm gue lebih mikir hidup lo yang lebih flat.”

“An-” Armos mengumpat tertahan harus sabar sekali sepertinya untuk menghadapi sifat Irvan yang sangat julid seperti mulut tetangga sebelah. “gue harus bisa rubah Bintang gimanapun caranya, gue mulai sayang sama dia Irvan.”

“Mos lo serius?!” tanya Irvan refleks karena terkejut.
Armos terdiam seolah berfikir sangat keras sekali, jantungnya berdebar lebih kencang yang sepertinya benar, batu es didalam hati Armos sudah meleleh hanya karena seorang gadis bernama Bintang.

*
*
*
Hallo guys!! Im back huehuee!! °^°
Gimana sama part ini? Sedikit flashback yaa! HAHAHAHA.
See u next chapter, ya!

With love, kim

Spasi. (dibaca spasi pakai titik)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang