Setelah membersihkan diri dan membereskan tempat tidur, aku segera menemani Mbak Nesya di ruang tv. Kebiasaan orang zaman sekarang, tv menyala namun pandangan tertuju pada ponsel.
Mbak Nesya menyadari kehadiranku dia tersenyum sekilas lalu memfokuskan kembali pada ponsel, tayangan sekarang tentang acara talk show comedy. Aku tertawa melihatnya, sudah pasti lucu karena pembawa acaranya pelawak terkenal, yang pernah menjadi pemain OVJ.
Ku dengar Mbak Nesya menggerutu tak jelas, ku lihat dia mengetik dengan sangat cepat dan sampai terdengar ketukannya. Kelihatan sekali sedang kesal, lalu setelah itu terdengar ketukan pintu.
"Ck, tu orang dibilang jangan pernah ke sini lagi," Sepertinya Mbak Nesya tahu siapa yang datang. Selagi Mbak Nesya menghampiri tamu tersebut, aku ke kamar ingin rebahan sebentar. Jujur saja badanku pegal sekali.
Tapi sebelum itu aku ke kamar mandi dan setelah itu meminum minuman dingin lalu ku bawa camilan yang sempat ku beli. Aku berhenti dan melihat ke lantai atas, sampai sekarang aku masih penasaran ada apa sebenarnya di lantai atas sampai Mbak Nesya melarangku untuk menginjak kaki di sana.
Terdengar samar-samar suara dua orang beradu mulut, karena memang antara dapur dan ruang tengah dibatasi oleh tembok. Aku sangat penasaran ingin tahu, jadilah aku di sini bersembunyi dibalik tembok menguping pembicaraan mereka, maaf ya, Mbak.
"Kita balik kaya dulu, Nes," Ternyata tamunya seorang pria.
"Udah gue bilang berapa kali sih gak bisa. Ngerti dong kita itu beda agama, di agama gue kalo kita berhubungan dengan agama yang berbeda itu gak boleh. Kecuali salah satu di antara kita ada yang masuk ke agama itu."
Aku paham, jadi si lelaki itu sempat punya hubungan dengan Mbak Nesya kemudian putus karena berbeda agama. Memang seharusnya begitu sih.
"Lo diem kan! Gue tau lo gak bakal mau pindah ke agama gue!"
"Tapi gue cinta melebihi diri gue, Nes. Gue gak peduli walaupun lo lebih tua dari gue. Gue harus gimana? Dulu lo gak permasalahin tentang perbedaan agama kita, tapi sekarang?"
Satu fakta lagi ternyata si lelaki ini mencintai Mbak Nesya tanpa memandang usia. Aku ingin melihat tapi takut ketahuan karena posisi si lelaki menghadap dapur.
"Denger Ris. Dulu memang gue tergila-gila banget sama lo sampai gue gak mempedulikan kita berbeda. Tapi semakin ke sini gue sadar, hubungan kita terlarang, gak bener. Dan gue sekarang mau serius, lo tau umur gue mau menginjak kepala tiga, udah saatnya gue serius. Oleh karena itu, jika lo gak bisa pindah agama. Please, Ris. Jangan pernah ganggu gue lagi. Please."
Terdengar suara Mbak Nesya melemah tak seperti sebelumnya, tinggi.
"LO SEMUDAH ITU LUPAIN HUBUNGAN KITA YANG UDAH DUA TAHUN?! LO EGOIS, NES!"
Astaghfirullah, aku kaget tiba-tiba saja si lelaki itu berteriak. Aku jadi sebal sendiri, harusnya gak usah pakai emosi dong. Keras sekali bicaranya, tak enak di dengar tetangga.
"DORIS FERNANDO HUTAPEA, HAK APA LO BICARA KERAS DI HADAPAN GUE. INI SALAH SATU YANG BIKIN GUE MUAK SAMA LO, LO SELALU GAK BISA TENANG DALAM NYELESAIN MASALAH. Please, Ris. Ngerti, hiks.. lo kira gue gak sakit mutusin hubungan ini. Gue sakit hati, Ris. Hikss.."
Seketika camilan yang ku pegang jatuh, seketika kakiku lemas tak kuat menumpu badanku. Aku tak salah dengar, itu nama Kak Doris. Kakak keduaku.
Dadaku sesak dan kurasakan tenggorokanku tercekat, apa ini benar? Aku tak menyangka, aku benar-benar tak menyangka. Ketakutan mulai menguasaiku, aku teringat dengan Kak Frans yang sangat membenciku. Aku takut Kak Doris pun seperti itu.
Tubuhku merosot seiring dengan air mataku yang meluruh, aku tak sanggup menahan sesak di dada ini. Aku ingin berlari ke kamar namun tak bisa, aku seperti mati kutu di sini.
"Aini lo kenapa?" Terdengar suara Mbak Nesya panik.
Aku menelungkupkan wajahku, aku tak mau Kak Doris melihatku. Aku takut.
"Aini kenapa?" Suaranya melembut.
"Dia siapa?" Oh, Allah. Kak Doris ke sini, aku takut Kak Doris melihat wajahku.
"Gak penting buat lo," ketus dan datar. Helaan napas panjang Kak Doris terdengar.
Jujur aku sangat-sangat ingin memeluk Kak Doris, aku sangat merindukannya. Namun aku tak berani untuk menunjukkan wajahku, aku takut.
"Bangun, Ai. Ke kamar yuk," iya aku ingin sekali ke kamar tapi bagaimana, secara Kak Doris berdiri di hadapanku.
Tak ada pilihan lain, aku berdiri perlahan tanpa menurunkan tangan yang menutupi wajahku. Lalu dengan cepat aku berlari menuju kamar.
Pintu tertutup terdengar sangat keras, aku refleks menutupnya kasar. Karena memang detak jantungku berdetak cepat sekali. Aku yakin pasti Kak Doris tak sempat melihatku.
Ku berjalan dengan gontai menuju ranjang, ku rebahkan tubuhku. Aku masih linglung dengan kehadiran Kak Doris yang tak terduga. Aku bersyukur setidaknya aku bisa mendengar suaranya. Suara Kak Doris beda sekali, berat dan mengebass.
Sekelebat memori tentang aku dan Kak Doris menari di pikiranku. Banyak yang berubah dari Kak Doris, suaranya dan yang membuatku terkekeh ialah kemana sifat pendiam dan dinginnya Kak Doris? Jujur saja aku tak mengenali jika Mbak Nesya tak menyebut nama Kak Doris.
Kak Frans pun berubah, dulu Kak Frans sangat menyayangiku dan memanjakanku. Bahkan dia yang paling dekat denganku, tapi sekarang berubah. Dia keras, membentak, dan sangat membenciku. Tak ada lagi suara lembut yang tertangkap indera pendengarku.
Dan Kak Doris, dulu Kak Doris itu sangat pendiam bahkan tak peduli pada sekitarnya. Dia hanya berbicara jika yang menurutnya penting, walaupun dia seperti itu tapi Kak Doris pun diam-diam sering mencuri ciuman di keningku di saat aku tertidur. Aku tahu karena kala itu aku pura-pura tidur, aku terkikik mengingatnya.
Dan apa tadi? Dia sangat berubah, banyak omong. Itu manis sekali, aku jadi ingin melihat wajahnya.
Dugaanku benar, satu persatu keluargaku muncul. Aku harus mempersiapkan mental mulai dari sekarang. Bersyukur, bisa mendengar suaranya. Itu cukup untuk menyisihkan rasa rinduku.
Ya Allah, kuatkan Hamba

KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Di Ujung Mentari
General FictionAmazing cover by: Arsani0297 Dia mengatakan padaku dengan sangat tegas "Saya tidak akan pernah membuat satu lubang sekecil apapun untuk merusak hatimu." Aku hanya tersenyum. Aku si wanita yang berbeda dari wanita lain, maukah kamu tahu tentangku? La...