LDUM-16

1.4K 123 12
                                    

Alhamdulillah ujian semester telah selesai, memakan waktu 5 jam untuk 3 materi. Membuat perutku lapar minta diisi, aku berjalan sendiri  menuju kantin, biasanya bersama Nabila. Tapi sampai saat ini Nabila belum ada kabar.

Saat keluar kelas, aku melihat Naufal bersama kedua temannya entah siapa. Pandangan Naufal tertuju padaku, mau apa sih dia? Astaghfirullah.

Aku lewati begitu saja, sempat terdengar olehku teman Naufal berkata, "lo suka sama si bisu ini? Haha." Aku tak peduli dia berbicara buruk tentangku, aku tak peduli.

"Aini," Naufal memanggilku, aku terus berjalan sampai ku rasa pergelangan tanganku dicekal. Naufal sudah berada di depanku, ku langsung tepis tangan dia, aku menatapnya marah dan dia tersenyum. Drama apa yang akan dia mainkan? Aku tahu Naufal ini lelaki yang angkuh dan tak mau dikalahkan.

"Gue minta nomor ponsel elo. Please.." aku tak salah dengarkan Naufal meminta dengan lembut. Aku tahu Naufal kamu hanya sedang berdrama, terbukti kedua temannya itu menahan tawa dan orang-orang melihatku.

Dara dan Serly datang dengan gayanya yang angkuh, Naufal hanya melirik saja setelah itu maju selangkah ke hadapanku. Dia berbisik, "jangan pergi, Ai." Aku menggeleng lalu pergi.

Naufal mengejarku aku semakin mempercepat langkahku. Sampai kantin pun dia masih dan sekarang duduk di hadapanku, aku abaikan saja Naufal. Percuma di usir pun tak mau.

Aku keluarkan bekal yang ku beli saat perjalanan menuju kampus, hanya berupa nasi kuning dengan telor, mie kuning dan sedikit sambal. Tak lupa sebelum pergi aku membawa sendok, langsung ku makan dengan khidmat. Maa Syaa Allah, rasanya enak sekali.

Aku tahu Naufal sedari tadi memperhatikanku, sesekali dia tersenyum dan tertawa kecil. Aku ingin menawari tapi aku tahu dia akan menolak, mana mau dia memakan ini.

"Lo belum beli minum, bentar gue beliin." Nah, kalau yang ini aku tak menolak. Hemat uang dan itu merupakan rezeki. Hehe.

Naufal menyodorkannya dan aku tersenyum tipis padanya.

"Aini," aku menatapnya sebentar lalu menunduk kembali. Ku dengar Naufal menghela napas, "Aini, sepulang kampus lo ikut gue ya?"

Sebenarnya apa tujuan dia, heran saja Naufal ini dari awal tak pernah menyapaku bahkan melihatku. Paling dia hanya melirik sebentar, tapi sekarang seolah-olah sudah lama kenal denganku.

Ponsel; aku tak bisa. Sepulang kampus aku harus bekerja

Naufal sedikit terkejut, mungkin. Memang dia pikir aku ini anak orang kaya, memang benar sih orang tuaku bisa dikatakan kaya. Tapi mereka sudah tak menganggapku sebagai anak.

"Kalo gitu biar gue anter ya?" Aku menggeleng, kalau aku menerima itu akan menjadi boomerang bagiku. Para fans Naufal pasti akan menghujatku, cukup sudah aku dihujat karena kekuranganku ini.

"Please, Ai. Gue pengen kenal lebih jauh tentang lo," untuk kesekian kalinya aku menggeleng. Dan dia bilang apa tadi? Ingin mengenalku lebih jauh, jika aku berani aku akan menyunggingkan senyum paling sinis padanya.

Naufal menghela napas, "kenapa lo gak mau, Ai? Lo benci sama gue?"

Ponsel; aku tidak benci padamu dan aku tidak benci siapapun. Kau pasti tahu sendiri dalam islam berduaan itu tak baik, dan jujur saja jika aku menerima ajakanmu itu, para fansmu akan menghujatku. Tolonglah mengerti dan tolonglah ingat batasan! Kita hanya sebatas kenal saja tak lebih. Aku permisi.

Lebih baik aku pergi, risih sekali jadi pusat perhatian oleh seisi kantin. Oh, aku harap hidupku tenang tanpa bullyan dan hujatan mereka yang membenciku.

Sudah kuduga, Ya Allah apa yang akan terjadi setelah ini? Dara dan serly menarikku ke salah satu toilet. Aku di dorong kuat hingga punggungku membentur tembok, sakit sekali.

"Lo itu pengen hidup sengsara dan menyedihkan, hm? Kalau iya gue yang bakal bikin hidup lo kaya gitu, Bisu!" Serly mendekat padaku, "gue udah pernah bilang lo jangan deketin Naufal. Kenapa lo malah semakin deket? Lo bisu tapi murahan."

Astaghfirullah, aku terus mengucap istighfar dalam hati. Ribuan kalimat cacian, makian dan hinaan aku terima, aku tak masalah. Ak ingin menjadi orang yang lebih sabar agar Allah lebih menyayangiku.

Aku tak akan menangis hanya karena kata-kata itu, namun air mataku luruh karena tamparan keras Serly. Perih sekali, Ya Allah aku selemah ini?

"Aduh, cup cup cup. Bisu nangis ya? Kasian banget sih menangis tanpa suara," Serly mencengkram bahuku. "Gue peringatin lagi ya bisu. Kalau lo deketin Naufal, tamparan ini akan mendarat lagi dan mungkin lebih dari tamparan."

Dara menimpali, "inget itu bisu! Bye gadis malang."

Tubuhku lemas dan kini aku duduk bersimpuh, aku tak tahu harus seperti apa? Mengapa aku yang disalahkan? Bukan aku yang mendekati Naufal, tapi Naufal sendiri yang mendekatiku.

Ku pegang sudut bibirku dan ada bercak darah. Sekeras itu tamparan yang seharusnya tak terjadi padaku, sekali sampah tetap sampah mungkin bagi dia yang merasa sempurna.

"Aini," aku kenal dia, dia Ayu teman satu jurusan denganku. Dia pendiam dan tertutup, ku rasa dia anak yang baik.

"Ya Allah.. itu ada darah, siapa yang udah bikin kamu kaya gini?" Aku diam saja saat sudut bibirku diusap oleh sapu tangan miliknya.

Ayu wanita yang cantik, gaya pakaiannya pun sederhana. Wajahnya sangat cantik dibalut dengan kerudung instannya.

"Iya, Bang... udah kok... alhamdulillah gak parah... iya," Ayu ternyata punya seorang kakak. Aku yakin pasti kakaknya pun seorang lelaki yang baik.

Ayu membantuku berdiri dan membenarkan kerudungku, "sip cantik," senyumnya manis sekali. "Kita langsung ke kelas saja," aku mengangguk.

Ku harap aku bisa berteman baik denganmu Ayu.

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang