LDUM-28

1.4K 146 18
                                        

Kasih komentar atuh ya jangan diem-diem bae. Terus juga tekan tuh bintang supaya aku tambah semangat nulis cerita LDUM karena masih panjangggg bgt ceritanya.

Oh iya maaf... si Ayu nyebut ibunya mamah. Tapi pas part 27 ak ngetiknya 'ibu'😂

Oke. Happy reading kawans😙

***

Lagi-lagi aku merasakan kegugupan luar biasa saat berada satu ruang, oh tidak maksudku satu mobil dengan pemuda yang sedang fokus menyetir itu. Walaupun aku tidak duduk di sampingnya, tapi tubuhku tegang dan jantungku berdetak cepat. Oh Allah... kenapa ini?

"Aini, kita antar Bang Rafka ke mall dulu ya." Ayu memutar kepalannya ke belakang di mana aku sedang duduk sambil meremas jari-jari tanganku. Aku mengangguk kaku.

"Kamu kok kayak gak nyaman gitu duduknya? Apa kedinginan? Ish Bang Raf sih ac nya suhunya dinaikin. Kasian tuh Aini gak nyaman."

"Oh benarkah? Maaf ya Aini saya tidak tahu."

Sebenarnya aku ingin menggeleng, tapi mataku tertahan pada kaca yang menggantung di depan, di mana mata Rafka menangkap mataku. Di situlah aku terpaku dan segera sadar setelah Rafka memutuskan pandangan.

Akhirnya setelah berpuluh menit aku duduk tegang, mobil Rafka telah terparkir rapih dan ia sempat menoleh ke arahku tersenyum tipis sebelum turun. Aku yang mendapat senyuman tipis itu hanya bisa menahan napas sebelum Ayu memanggilku namaku untuk segera keluar.

Tanganku sudah digandeng oleh Ayu sementara aku melihat sosok tegap itu menjauh.

"Ish Bang Raf emang kebiasaan banget tuh suka nyelonong duluan. Maklumin ya Aini, sebenarnya Abangku itu baik dan perhatian banget kok cuman ya gitu deh suka cuek kumatnya."

Aku mengangguk saja mendengar fakta baru tentang Rafka. Aku sebenarnya memang tahu Rafka itu perhatian. Terbukti waktu itu ketika aku berada di balkon kamar Ayu, aku melihat Rafka baru sampai langsung dihampiro oleh seekor kucing, dan di situlah aku sebut Rafka manis juga perhatian karena pria itu berjongkok untuk mengelus sebelum berjalan kembali. Ah, mengingat itu bibirku tertarik untuk tersenyum.

"Abang mau kasih apa buat ayah?" Ayu yang sekarang sudah di samping Rafka bertanya.

"Gak tau."

"Abang ... kita udah jalan jauh lho. Udah lewatin tempat tas, sepatu, baju, jas. Abang kayak cewek tau!"

"Abang kan bingung mau beli apa. Kenapa kamu gak bantu?"

"Abang kan gak nanya ke aku! Ish ... udah yuk ke tempat dompet aja dulu!" Aku hanya bisa pasrah ditarik oleh Ayu sembari mendengar gerutuan kesalnya terhadap kakaknya.

"Gitu tuh Ai, bang Raf emang kadang nyebelin. Aku tuh harus ekstra sabar kalo udah berhadapan sama bang Raf. Aku harap kamu juga sabar ya." Mengapa juga Ayu menyuruhku harus sabar menghadapi Rafka? Bila kutanya pasti Ayu akan menjawab yang lebih tak kumengerti lagi.

"Gimana Bang? Nih bagus nih. Ya kan Ai?" Aku melihat sebuah dompet yang diperlihatkan Ayu. Iya bagus. Menurut penilaianku dompet di sini tidak ada yang jelek. Bagus semua dan tentu saja bermerk.

"Eh tapi ini kebesaran deh. Ayah kan gak suka yang besar-besar. Abang udah nemuin belum?"

"Belum. Bingung."

"Abang kan cowok pasti lebih tahu mana yang lebih bagus."

"Kamu kan tau, barang Abang semua pilihan mamah. Telpon mamah aja."

Aku hanya tersenyum kecil saja melihat perdebatan kecil antara adik dan kakak ini. Hal i i mengimgatkanku pada kenangan di mana aku juga sering berdebat dengan bang Frans.

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang