Cara ngebedain Aini bicara dengan jari tangan sama di kertas.
Kalo ini yg pake jari tangan, misalnya; Hai, namaku Aini. Senang kenal dengan kamu.
Ini di kertas; Hai, namaku Aini. Senang kenal dengan kamu.
Paham ya?
Oke, happy reading.
***
Mencintai memang terkadang menyakitkan. Apalah artinya mencinta jika rasa itu hanya terpendam dalam satu jiwa?
Aku mencintai Azka sudah begitu lamanya. Hampir 8 tahun. Pria tampan itu sudah memikatku dikala ia melantunkan kalamullah dengan suaranya yang indah. Dia tidak tahu aku, tapi aku tahu. Azka mengenaliku saat masa SMA aku dan Nabila bersahabat.
Sampai di mana suatu fakta menyentak hatiku. Azka pria yang kucintai dalam diam, dalam diam pun pria itu mencintai sahabatku, Nabila. Wanita cantik berlesung pipi itu memang pantas jika disandingkan dengan Azka.
Aku mencoba melupakannya sungguh. Tapi, sulit bagiku untuk menghapus rasa ini jika sosok Azka masih mengelilingi sekitarku. Akhirnya aku pasrahkan pada Sang Kuasa. Pada intinya, aku akan bahagia jika Azka berdamping dengan Nabila.
Tapi sekarang... wanita berlesung pipi itu telah pergi, tidak akan pernah kembali. Suatu permohonan yang menurutku konyol membuat hariku tidak tenang.
Menikahi Azka?
Yang benar saja! Pria itu yang lebih dulu mengatakan tidak akan pernah mencintaiku. Bahkan, dengan tatapan dinginnya dia mengatakan membenciku. Aku tidak mengerti mengapa dia seolah menyalahkanku atas permintaan Nabila.
Sekarang, tepatnya di depan pintu ruangan Azka. Aku sudah siap untuk memberi jawaban setelah seminggu lamanya aku menggantung jawabanku karena insiden aku menangis gemetar karena tak mampu menulis. Yah, saat itu aku tak kuasa bahkan rasanya sesak sekali.
"Masuk!" Aku merapal basmalah sebelum membuka pintu.
Wajah Azka terangkat dan jelas aku melihat raut terkejut saat melihatku. Namun seperkian detik ia menyuruhku duduk.
"Ada apa?" Pria yang dulunya hangat padaku, kini berubah seakan aku asing baginya. Baiklah memang keputusanku ini tepat.
Aku sudah menyiapkan kalimatku di kertas ini, jadi langsung saja kusodorkan padanya.
Aku tidak tahu Azka apa yang membuatmu menaruh benci padaku. Jika ini ada kaitannya dengan permintaannya Nabila, tidak seharusnya kamu menjadikan alasan untuk membenciku. Di mana letak kebencianmu perihal ini? Aku sahabatnya saja tidak diberitahu perihal penyakitnya, bahkan aku mengetahuinya dan kabar perginya ia itu darimu lewat surat dari Nabila.
Aku menolak.
Padahal aku hanya sedikit menulis kalimatnya. Tapi mengapa serasa 1 jam aku menunggunya yang hanya diam memandangi kertas itu. Bahkan dilihat dari posisi dia menunjuk saja aku bisa melihat rautnya datar.
Aku gelisah. Bukan, bukan karena menanti apa yang akan respon Azka nanti. Tapi, aku takut yang lain curiga karena aku cukup lama berada di ruang Azka. Berdua. Allah... bahkan aku membohongi mereka dengan alasan Azka memanggilku dengan alibi pekerjaan.
"Baguslah."
Posisiku yang beberapa menit tadi menunduk kini tepat menatap wajah Azka yang masih datar. Ya, aku sudah tahu pasti responnya akan biasa saja, karena itu pun keinginannya. Baiklah, semuanya sudah jelas dan beres. Tidak ada yang perlu kupikirkan lagi, biarlah rada cintaku ini menghilang dengan seiring berjalannya waktu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Di Ujung Mentari
General FictionAmazing cover by: Arsani0297 Dia mengatakan padaku dengan sangat tegas "Saya tidak akan pernah membuat satu lubang sekecil apapun untuk merusak hatimu." Aku hanya tersenyum. Aku si wanita yang berbeda dari wanita lain, maukah kamu tahu tentangku? La...