LDUM-6

2K 155 15
                                    

Aku melihat dia berbisik pada lelaki yang hampir seluruh tubuhnya di penuhi dengan tato, aku bergidik jijik. Dia ini suka sekali menyeretku dengan paksa, aku tak boleh lemah aku harus segera pergi dari sini. Entah mengapa firasatku buruk mengenai hal ini, dia berhenti lagi dan berbisik pada wanita yang.. euhh, pakaian nya seperti orang tak waras.

Kugunakan kesempatan ini dengan menggigit tangan nya dan berhasil, dia mengaduh kesakitan. Secepat mungkin aku berlari tak peduli tubuhku sakit menyenggol orang-orang, yang ku pikirkan hanyalah keluar dari tempat biadab ini.

Oh, tidak! Ku dengar suaranya, di keadaan seperti ini aku harus cerdik. Tapi bagaimana? Tempat ini memiliki tiga lorong, aku bingung. Terpaksa aku masuk ke pintu yang terbuka, gelap. Ruangan ini gelap, ku raba dinding untuk berjalan dan ku rasakan sesuatu seperti horden. Langsung saja aku memasukinya, beruntunglah horden ini panjang menjuntai jadi diriku tertutupi.

Aku tak tahu ini ruangan apa, dan aku tak tahu di sini ada orang atau tidak. Yang ku dengar hanyalah suara musik yang memekakan telinga, aku hanya perlu bersabar untuk bertahan di sini. Tapi sampai kapan aku harus di sini? Sampai pagi? Kalau memang ini jalan satu-satunya, terpaksa aku harus semalaman di sini sampai pagi.

Tiba-tiba ruangan ini terang dan aku merasa was-was.

"Eh, sorry. Gue gak tau lo lagi nganu di sini," itu suara dia! Aku sampai menahan nafas, namun yang ku dapatkan ruangan ini gelap kembali. Apa artinya dia sudah pergi?

Dia tadi berbicara pada siapa? Ah, aku tidak peduli. Sekarang yang harus ku lakukan adalah meraba dinding dan keluar dari sini. Aku sudah keluar dari ruangan itu dan tahap selanjutnya untuk keluar adalah menebak dari ketiga lorong itu yang menghubungkan pintu keluar. Netraku melihat seorang lelaki masuk ke dalam lorong yang di tengah, apakah aku harus mengikutinya? Hatiku berkata 'iya' itu artinya IYA.

Saat hendak melangkah, pergelangan tanganku di cekal entah oleh siapa, dan seketika punggungku menempel padanya. Aku lupa bahwa ini tempat biadab, aku berusaha melepaskan diri tapi aku tak bisa.

"Kamu orang gila ya?" Dia berbisik padaku, aku tak peduli mau dia menyebutku apa. Aku mencoba meronta namun gagal kembali, tenagaku tak sebanding dengan tenaganya. Aku yakin sekali dia ini mabuk, kentara sekali dengan bau alkohol saat dia berbisik.

Sekarang dia berdiri di hadapanku dengan mata yang setengah terbuka, dia ini pintar dalam keadaan mabuk saja bisa berpikir untuk memegang kedua bahuku, ku tepiskan tangannya dan berhasil. Tapi secepat mungkin dia memegang tanganku dan ditarik agar mengikuti langkahnya. Aku hanya pasrah, tapi aku akan mengambil kesempatan dalam kesempitan jika dia lengah.

Benar saja lorong tengah adalah jalan menuju pintu keluar, aku harus memutar otak agar bisa lepas dari lelaki tak waras ini. Belum sempat aku berpikir, punggungku sakit sekali karena membentur mobil. Ya Allah, dia ini gila mendorong wanita yang tak dikenal.

Sepertinya aku mengenali wajah ini, wajar saja di dalam penerangannya minim. Dia..

Pria bertopi biru tua!

Ya, dia yang memanggilku 'Mbak' ketika di cafe. Aku mengakui lagi bahwa dunia itu sempit.

Dia maju mendekat padaku, sebelum terjadi sesuatu yang tak di inginkan, aku langsung saja menampar wajahnya agar dia sadar.

"Ssshhh, eungh.. wanita gila," dia mundur dan yeah! Ini yang dinamakan mengambil kesempatan dalam kesempitan. Aku berlari dengan perasaan bahagia, akhirnya aku terlepas dari kedua lelaki dan tempat biadab itu.

Terimakasih Ya Rabb

.
.

 

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang