LDUM-32

1.4K 130 25
                                    

Happy reading😉

⬇⬇⬇


Jika Naufal yang ada di sekitarku tapi tidak mengajak berkomunikasi, berbeda dengan pria yang katanya mengajakku serius. Siapa lagi kalau bukan Rafka. Pria itu tidak ada seharipun tanpa muncul dihadapanku, dengan kata-katanya Rafka terus membuatku untuk mempercayainya.

Bagaimana jika kalian ada di posisiku? Mendengar pengakuannya yang mengatakan aku mirip dengan mantan istrinya, lalu dia dengan mudahnya mengajakku serius. Apa yang akan kalian lakukan? Percayakah jika nanti hubungan kalian seperti yang kalian impikan?

"Aini, saya harus melakukan apa supaya kamu percaya?"

"Saya gak tau apa alasan Allah menciptakan wajah kalian begitu mirip. Tapi percayalah Aini ... alasan saya mengajak kamu serius tidak ada sangkut pautnya dengan mantan istri saya. Ini murni dari hati saya. Saya ingin selalu bersama kamu, Aini."

"Lihat, bahkan hanya denganmu saja saya banyak bicara. Ini berarti saya nyaman dengan kamu. Tolong pikirkan. Saya tau kamu pun ada sedikit rasa, kan, untuk saya?"

Rasa? Entahlah... hatiku kini seakan mati. Aku sudah melupakan mana debaran cinta. Mungkin kata cinta pada lawan jenis kini aku singkirkan. Untuk sementra aku tidak mau memikirkannya lagi.

"Jawab Aini. Kamu ada rasa, kan, untuk saya?"

Jikapun ada, saya tidak bisa menjamin apakah itu akan bertahan lama? Saya mohon, untuk saat ini jangan muncul dengan mengatakan hal yang sama. Memang kamu pikir setelah pengakuanmu itu tidak membuat saya berpikir dua kali untuk menerima keseriusanmu? Jika kamu berada di posisi saya, coba kamu renungkan.

Entahlah aku dapat keberanian darimana menyampaikan dengan jelas apa yang ingin kukatakan pada pria dihadapanku ini. Kurasa ini karena aku jengah mendengar kalimat yang sama dari mulutnya.

Karena Rafka... aku tidak ingin jatuh ke lubang yang sama.

Aku membungkukan setengah badanku bermaksud permisi. Bisa kudengar Rafka memanggilku. Aku abaikan dengan melanjutkan lagi pekerjaanku. Mencuci perkakas. Ya, seperti perkataan Azka saat pembagian gaji saat itu. Perkataannya benar. Aku ditempatkan di bagian pencucian perkakas dapur. Aku terima ini semua dengan ikhlas, karena memang aku pantas di posisi ini. Tidak dengan yang dulu yang mengharuskan mengeluarkan suara, sedangkan aku tidak bisa. Karena aku bisu.

"Ni, ambilin wajan baru!" Aku menghela napas pelan. Dari awal aku di bagian dapur, mbak Sarah selalu saja menyuruhku untuk hal-hal yang kecil. Bukannya aku tidak mau, tapi aku ada pekerjaan sendiri, dan apakah untuk hal sekecil itu harus aku yang kerjakan?

Mbak Sarah menerima wajan dariku. Saat aku hendak melanjutkan kerjaan yang tertunda, mbak Sarah mencekal tanganku. Matanya memicing sinis.

"Lo ada hubungan apa sama cowo tajir itu? Kenapa setiap hari cowok itu selalu nyariin lo?"

Lagi, aku menghela napas. Pertanyaan ini bukan sekali dua kali ditanyakan oleh mbak Sarah dan bang Agis. Hanya mbak Nesya saja yang tau permasalahanku dengan Rafka.

Aku yang dekat dengan bang Agis saja tidak memberitahu, apalagi dengan mbak Sarah. Aku hanya tidak mau banyak orang tahu tentangku.

Jadilah aku hanya menggeleng kecil saja dan tersenyum sambil menggerakkan tanganku bermaksud agar dilepas.

Mbak Sarah berdecak keras lalu menghempas tanganku. Namun sebelum mbak Sarah menghempas tanganku, mbak Sarah sempat mengatakan. "Inget sama kekurangan lo! Gak mungkin cewek bisu bisa dapet cowok yang tulus. Yang ada mungkin hanya memanfaatkan!"

Ya... yang dikatakan mbak Sarah memang benar. Aku tau apa kekuranganku. Tidak mungkin ada. Dan jika memang ada itu hanya untuk sekedar memanfaatkan.

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang