LDUM-33

1.4K 159 45
                                    

Aku up!! Ada yang seneng?

Cuss lah happy reading1!1!

⬇⬇⬇

Setelah kepergian mbak Nesya dan Azka, aku meringkuk menangis. Sampai detik ini aku masih tidak terima abang Frans bersikap kasar padaku. Aku rindu bang Frans yang dulu.

Malam ini aku sangat merindukan bunda. Bunda... Marie rindu.

Entah berapa lama aku menangis, sampai-sampai aku merasakan mataku berat dan perih. Sudah beberapa kali aku mengalami hal seperti ini. Aku kuat. Karena aku selalu yakin pada Allah yang akan segera datangkan bahagiaku, yang akan mengembalikan senyum keluargaku untukku.

Aku mengambil ponsel yang berdering. Ada panggilan dari nomor asing. Siapa yang menelponku? Bagaimana aku bisa menjawabnya, sedangkan aku tidak bisa berbicara. Kurasa ini salah sambung.

Namun, karena penasaran. Aku mengangkatnya.

"Halo, halo? Apakah ini dengan calon masa depan gue? Hah apa? Iya! Akhirnya lo ngakuin juga kalau gue calon masa depan lo. Selamat malam masa depan. Lagi apa, nih? Pasti lagi mikiran gue, ya? Hah, iya?! Wah... gue auto jungkir balik ini. Sama gue juga, di otak gue isinya lo semua nih. Besok kan gue mau ujian, tapi gak bisa fokus, nih. Lo sih datang mulu ke pikiran gue. Udah kaya jalangkung tau, gak. Tanggung jawab lo! Hah, apa? Iya lo mau tanggung jawab? Gimana tanggung jawabnya? Hah, datangin lo ke rumah? Asikk, boleh-boleh. Tapi kayaknya gak bisa. Gue sekarang mau fokus belajar supaya pinter terus bisa dapet kerjaan yang bagus, kan buat nikahin lo nanti. Terus juga supaya gue bisa dicontoh sama anak-anak gue nanti. Hah, apa? Lo baper sama ucapan gue? Aaaa, idung gue jadi kembang kempis, nih. Udah dulu ya masa depanku. Masa depanmu ini mau lanjut belajar. Bayyy masa depanku. Jangan lupa mimpiin gue ya!"

Tut

Hah?

Apa ini?

Jelas sekali aku mengenali suara dari si penelpon.

Naufal.

Mau tak mau tingkah konyolnya tadi di telpon membuatku tertawa.

Dia seperti orang tidak waras karena berbicara dengan dirinya sendiri. Semakin lama mengenalnya, Naufal orang yang absurd.

Naufal... Naufal... cowok itu...

Tapi, aku berterimakasih pada Naufal. Berkat keabsurd-rannya tadi, aku bisa tertawa, dan yakin bisa tertidur nyenyak.

Maybe?

Tapi tunggu... darimana Naufal dapat nomor telponku?

***


Aku berlarian dengan napas terengah. Bagaimana bisa aku kebablasan bangun? Dasar aku! Mentang-mentang sedang haid malah tidurnya kebablasan sampai pukul 8.45! Dan mbak Nesya juga tidak membangunkanku, dengan santainya mbak Nesya berucap, "kan gue udah bilang lo absen matkul aja."

Gak biasanya aku bangun siang seperti ini walaupun sedang dalam masa haid. Tidurku benar-benar nyenyak malam tadi. Karena apa, ya?

Hah sudahlah, tidak usah dipikirkan. Terpenting sekarang aku harus cepat-cepat datang ke kelas pak Yanto. Pak Yanto itu tegas, jika ada anak didiknya yang terlambat barang sedetik saja, tidak ada belas kasihan!

Hukuman... aku merasa hukuman akan datang padaku, karena di depanku sudah berdiri pak Yanto dengan tampang tegasnya.

Huhu, bunda....

"Aini, kamu telat 10 menit! Biasanya kamu selalu on time, kenapa? Begadang kamu gara-gara maraton drakor pelakor?"

Aku menggaruk punggung tanganku yang tak gatal sama sekali. Maraton drakor pelakor? Apa itu? Yang aku tau hanya sinetron dimana para ibu-ibu bekerja di luar negeri, dan para suami yang mengurus rumah.

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang