LDUM-21

1.3K 118 19
                                    

Masih di ruangan yang sama dan posisi sama juga. Namun, saat ini hanya ada aku dan Rafka saja. Ayu bilang ada urusan sebentar, jadilah aku dan Rafka di ruangan ini. Berdua.

Aku merasa canggung, ingin gerakpun enggan. Jadi yang kulakukan hanya menunduk, jari tangan ku mainkan. Toh, Rafka pun asyik dengan dunia ponselnya. Ingin rasanya aku keluar dari ruangan ini, entah mengapa diriku gugup dan jantung ini bedegup tak seperti biasanya. Aku pernah merasakan kondisi seperti ini pada saat di dekat Azka. Tak mungkinkan? Aku yakin ini hanya karena aku dan Rafka sama-sama asing.

"Khmm, Aini."

Dengan gugup ku dongakkan kepala dan tersenyum padanya. Dan lagi-lagi aku melihat sorot matanya yang lembut dan teduh. Hingga membuatku hanyut dalam kedamaian wajahnya.

"Aini."

Ku kerjapkan mataku, lagi-lagi aku melakukan zina mata. Sungguh, pesona Rafka sangat kuat. Berada di sekitaran Rafka berbahaya bagiku, selain kerja jantungku, aku pun mudah tergoda oleh buaian syeitan. Astaghfirullah. Aku memberikan senyum sungkan pada Rafka dan setelah itu ku tundukkan pandanganku.

"Saya ingin meminta maaf atas kejadian di cafe lalu, dimana teman-teman saya mengganggu kamu. Maafkanlah."

Aku sungguh tidak apa-apa mereka memperlakukanku seperti itu. Itu sudah biasa bagiku, dan aku pun sudah memaafkannya. Aku hanya mengangguk sebagai responnya. Masih dengan kepala menunduk.

"Alhamdulillah. Syukurlah, terimakasih." Hening beberapa saat, "dan yah. Aini, jangan pikirkan ucapan dan perlakuan orang lain atas kekuranganmu. Abaikan saja mereka, mendoakan agar mereka sadar itulah cara yang paling benar."

Aku mencerna kata-katanya. Benar sekali apa yang Rafka ucapkan, berarti Rafka tahu aku ini bisu?

"Aku tahu semua tentangmu, Ai." Ucapnya lirih

Aku tidak salah dengar, kan? Rafka tahu semua tentangku. Aku mencoba berkelana dalam pikiran, mencoba mengingat apakah aku pernah bertemu dan kenal Rafka sebelumnya. Namun sekeras apapun aku mengingat, tak pernah sekalipun aku berinteraksi dengan nama Rafka di masa lalu. Jadi pertanyaannya, darimana Rafka tahu tentangku?

Saat aku masih bergelut dengan pikiran, ku dengar decitan pintu. Ku lihat ternyata Ayu yang datang dengan membawa satu plastik besar. Terlihat sekali dia sangat keberatan membawanya, saat aku ingin beranjak menghampiri. Sudah lebih dulu Rafka yang membantu. Aku pun urungkan niat.

Ayu langsung menghempaskan tubuhnya pada sofa sampingku. Tangannya merogoh tas dan sebuah sapu tangan yang Ayu keluarkan. Dengan teratur dia usap peluh keringat di sekitaran wajahnya. Aku tak tinggal diam, segera ku tuang air mineral yang ku ambil dari kulkas kecil di ruangan ini, ku sodorkan pada Ayu. Ayu mengambilnya dan mengucap terimakasih, aku tersenyum.

"Bang, Bang Aji tuh nyebelin banget. Ngasih tumpukkan map itu ke Ayu, itu katanya map berisi laporan keuangan sama pengeluaran. Mohon dibaca!" Ayu mengatakan itu dengan nada kesal. Beralih pada Rafka, dia hanya menggumam saja sembari tangannya itu membolak-balikkan halaman yang ada di map itu.

Terdengar suara ketukan pintu dari luar, "masuk!" Rafka yang menyuarakan.

Seorang pria berkemeja abu, memakai topi berwarna biru tua. Dialah yang datang, entah mengapa aku merasa tidak asing dengan sosok pria ini. Pria itu menoleh padaku, dan...

Aku lupa jika Rafka adalah bos di sini dan sudah tentu temannya itu bawahannya. Yah, dia si pria biru tua yang menertawakanku dan yang hampir melecehkanku.

"Kenapa, Ji?" Tanya Rafka. Apa pria itu yang bernama Aji? Ku lihat Ayu, dia seperti kesal sekali pada pria 'Ji' itu. Mungkin benar dia Aji.

Pria 'Ji' itu mengabaikan pertanyaan Rafka, malah dia berjalan ke arahku, tepat sekarang berdiri dekat di hadapanku. Telunjuknya mengarah padaku, seketika wajahnya berbinar.

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang