LDUM-19

1.3K 120 10
                                        

Entah ini perasaanku saja atau bukan, sudah 3 hari setelah Azka menghilang sifat dia padaku sekarang, umm.. dingin. Penampilannya pun sangat berubah, aku tahu dia selalu memperhatikan kerapihan. Tapi aku perhatikan tak ada kata rapih, bulu-bulu tipis pun mulai menutupi sebagian dagu dan rahangnya.

Kesadaranku tertarik saat Ayu berbicara, "umm, Ai. Kamu itu mualaf ya?" Tanyanya dengan wajah penasaran. Tapi bagaimana dia bisa tahu, hanya beberapa orang saja yang tahu aku mualaf. Yang membingungkan adalah Ayu ini termasuk orang baru, jadi aku tak bisa menerka-nerka mengapa dia bertanya seperti itu.

Aku mengangguk santai tanpa mempedulikan raut wajah Ayu yang sedikit menegang. Ayu lantas menganggukan kepalanya, setelah itu hening. Ayu melanjutkan kembali kegiatan menulisnya. Sementara aku larut kembali dalam pikiranku.

Kali ini aku memikirkan sahabatku, Nabila. Sudah seminggu lebih tidak ada kabar, ponselnya pun tidak aktif. Aku menyesal kala itu tidak meminta nomor ponsel om Dani. Pernah aku mengunjungi rumahnya untuk mendapatkan informasi, dan ya.. ada yang mengatakan pergi untuk berobat, sempat ku tanya siapa yang sakit tapi orang itu menggeleng tidak tahu.

"Ai, Naufal berjalan ke sini," bisik Ayu di telingaku. Aku menghela napas melihatnya berjalan dengan senyuman yang berarah padaku, aku sudah lelah untuk memperingati Naufal untuk tidak menggangguku kembali. Aku ingin seperti dulu saja dimana Naufal tak mengenalku, oh bukan.. maksudku Naufal tak menganggapku tidak ada.

Dengan santainya Naufal mengusir mahasiswi yang duduk di depanku hanya dengan senyuman. Aku tak percaya akan hal itu. Aku melirik Ayu yang ternyata sedang memperhatikan Naufal, apakah Ayu terpesona juga dengan Naufal?

"Ai, please. Pulang kampus nanti ikut gue," pinta Naufal dengan penuh harap. Ajakan ini lagi! Sudah berulang kali kubilang padanya, tak bisa. Tak bisa. Tetap saja! Akhirnya aku pun mengeleng.

Kulihat rahang Naufal mengeras lalu membuang nafas kasar, netranya menyorot mataku dengan begitu tajam. Perlahan dia memejamkan mata lalu membuka dengan sorotan mata teduh. Aku dibuat bingung olehnya.

Ayu berbisik, "Aini, sepertinya Naufal suka kamu." Aku tak percaya, aku hanya percaya jika Naufal ini hanya ingin mempermainkanku.

Lalu setelah itu Naufal bangun dengan sedikit menghentakan kaki ke lantai, aku merotasi mataku. Benar-benar dibuat pusing oleh tingkahnya. Ayu pun sedikit berjengit kaget.

"Sudah berapa kali kamu tolak, Ai?" Aku mengerti arah pembicaraannya, ku gerakkan mulutku seperti mengucap kata, dua. Untunglah Ayu mengerti dengan respon kekehan dan anggukan kepalanya.

"Naufal ganteng banget lho Ai menurutku, kenapa kamu menolak kembali ajakannya?" Aku mengerutkan kening, apa hubungannya tampan dengan ajakan? Ya, aku mengakui Naufal itu cowok idamannya perempuan. Sudah tinggi, memiliki badan atletis, dan ya.. tampan pake banget. Namun Naufal dimataku biasa saja tak ada istimewanya. Karena satu yaitu, ketaatannya pada Tuhan. Tampan saja tak cukup jika tidak disempurnakan dengan ketaatan pada Sang pencipta.

Ponsel; aku tak ingin membicarakan ini, Yu. Kumohon:(

Ayu mencebikkan bibirnya, lantas mengangguk mengerti. Bagus! Ayu pun menghela napas, "buat aku saja, Ai. Hehe."

Ouw, jadi benar Ayu jatuh dalam pesonanya Naufal. Aku pun memberikannya dua ibu jari jempolku. Ayu tersenyum lebar lalu mengatakan hal ambigu.

"Lagian kan udah ada seseorang yang menantimu, Ai."

Ingin ku mengumpat saat menyodorkan ponsel, secepat itu Ayu tergelak lalu berlari menghindariku. Lantas yang kuucapkan dalam hati lafadz istighfar.

ASTAGHFIRULLAHAL'ADZIM

***

Hari ini sama, sempat berpapasan dengan Azka seperti biasa tak melirikku sama sekali. Ingin ku bertanya 'ada apa, kenapa kau berubah padaku?' Namun, aku tak cukup keberanian untuk itu. Jadi yang kulakukan hanyalah menghela nafas.

Dan ya satu lagi, setiap hari kawanan empat pria itu tentunya si pria bertopi biru dan si pria jas. Selalu nampak dimataku, dan.. aku selalu melihat si pria jas itu menatapku dengan err.. sorotan tulus.

Langkahku berhenti di meja kawanan empat itu, ku letakkan dengan hati-hati dua makanan dan dua minuman berbeda. Aku melirik si pria jas sedang menatap ponselnya tapi sesekali netranya melihatku.

Aku membungkukan setengah badanku lalu melangkah ke dapur untuk mengambil dua pesanannya lagi. Sekarang ini jika aku melihat Mbak Nesya aku jadi teringat Kak Doris. Setelah kejadian dimana aku menangis, Mbak Nesya tak hentinya mendesakku untuk memberi penjelasan. Aku belum siap untuk menceritakan bahwa mantan kekasih Mbak Nesya adalah kakak kandungku.

Lamunanku buyar saat Mbak Nesya menepukkan tangan di depan wajahku, "oi! Kenapa ngelamun di pintu sih? Cepet itu pesanan numpuk!" Omel Mbak Nesya padaku. Dengan cekatan aku mengantar makanan ini yang dipesan oleh empat kawanan itu.

Setelah menata rapih aku membungkuk, sempat netraku melirik kembali si pria jas yang juga tengah melihatku. Ku beranikan menatap matanya namun dengan cepat dia mengalihkan kembali pandangan pada ponselnya. Bikin orang penasaran saja, sebelum bekerja aku sudah merapihkan pakaianku. Tidak ada yang salah dengan penampilanku, tapi kenapa si pria jas selalu melihatku secara sembunyi-sembunyi? Daripada memikirkan pertanyaan yang entah akan dijawab oleh siapa, aku melanjutkan kembali pekerjaanku.

Pekerjaan selesai, menunaikan ibadah sholat sudah. Sekarang waktunya kembali ke rumah, aku menunggu Mbak Nesya yang katanya ingin ke kamar mandi. Ponselku membunyikam suara pertanda pesan masuk.

From:  Nabila| 6/2/2019 20:26
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh, sahabatku..
Pertama-tama aku ingin meminta maaf padamu Ai, karena aku tiba-tiba pergi begitu saja tanpa memberitahu kamu.

Ai, apapun nanti yang terjadi mau itu ada aku ataupun tidak, berjanji padaku Ai kamu bisa melewatinya. Percaya bahwa Allah selalu bersama kita! Aku pinta padamu untuk selalu kuat dan selalu di jalan-Nya.

Ai, kamu tau aku itu sayaaang banget sama kamu. Kamu udah aku anggap sebagai saudari, jika suatu saat nanti fakta terungkap. Aku mohon kamu jangan membenciku apalagi menyalahi takdir ya, Ai. Aku selalu bersamamu, Ai.

Ai, mungkin untuk beberapa hari ke depan ini aku masih bisa bertahan. Tapi entah besok, lusa ataupun detik ini aku sudah menyerah. Aku pinta sama kamu, doakanlah aku, doakan keselamatan untukku, Ai.

Intinya, aku sayang kamu, kamu akan selalu menjadi sahabat sehidup semati untukku. Jaga diri baik-baik ya, Ai. Jangan nangis yaa.. :)

Entah mengapa setelah membaca pesan dari Nabila, dadaku terasa sesak. Ya Allah nyeri sekali, jujur aku tidak mengerti isi pesannya. Aku tak bisa mengambil kesimpulan dari pesan itu. Aku merasa banyak misteri disetiap kalimat-kalimat itu. Entah sejak kapan air mata ini menetes begitu saja, entah mengapa aku merasa seperti kehilangan. Kehilangan yang nantinya akan membuatku hancur. Ya Allah.

Ku baca berkali-kali sampai air mataku merembes, kenapa ini? Tolong aku tidak mengerti. Ku putuskan untuk menelpon Nabila. Namun..

Maaf nomor yang anda tuju tidak terdaftar

Tidak terdaftar? Apa maksudnya ini, ini belum sampai satu jam Nabila mengirimku pesan. Aku gelisah, sungguh. Dan kemana Mbak Nesya kenapa lama sekali?
Yang kulakukam sekarang hanyalah berdoa untuk Nabila seperti apa yang diinginkannya.

Nabila, dimanapun kamu tetaplah baik-baik saja. Kumohon kembalilah padaku...
.
.
.

Luka Di Ujung MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang