[VA#2]-(26)

1.2K 102 4
                                    

Author POV

Key dan Ryan langsung berdiri dari kursinya. Mereka menatap bingung ke arah Rey yang tengah merengut.

"Kenapa sih Rey? Dateng-dateng malah marah." Key berujar sinis kepada Rey.

Rey mengerutkan alisnya kesal, "kamu itu dicariin malah pacaran, tau gak sih kalau kami tuh khawatir?"

"Iya-iya. Tapi kan, aku tadi udah ajakin Rival, tapi dia gak mau. Yaudah aku keluar. Lagian, siapa juga coba yang pacaran? Aku lagi ngobrol doang sama Ryan."

Rey menaikkan sebelah alisnya bingung. "Ryan? Kamu Aryan Fleshard?"

Ryan, yang disebut pun mengangguk setelah sekian waktu menunggu perdebatan mereka selesai.

"Iya, maaf kalau aku bikin kalian nyari Key. Tapi kami cuma bicara sebentar, Key aman kalau sama aku," ujar Ryan.

Dalam hati, Rey ingin sekali mengejek dan memukul wajah jelek Ryan --yang sebenarnya ganteng-- itu, biar dia jangan sombong lagi.

"Kami ini udah ngelewati masa-masa sulit bareng-bareng. Jadi, kami nggak bisa melepas tanggung jawab kami dari Key. Karena kami nggak bisa menjamin bahwa sekarang musuh udah ditiadakan," balas Rey kesal.

Ryan mendengus, "memangnya apa tanggung jawab kalian? Key tidak punya hubungan darah dengan kalian kan? Lagipula, memangnya kamu pikir aku ini musuh? Sedangkan aku berada di pihak Verro."

"Berada di pihak Verro bukan berarti kami tidak mencurigaimu. Buktinya, Cyara yang notabenenya kekasih Verro dulu ternyata adalah musuh kami yang menyerang dibalik kata sahabat. Lalu, bagaimana kami bisa percaya padamu? Sedangkan kalau dipikir-pikir, Cyara itu punya hubungan darah dengan Key dan Verro," jawab Rey telak.

Ryan terdiam, ia kehabisan kata-kata secara mendadak.

Rey hanya tersenyum miring atas kemenangannya, lalu ia meraih tangan Key dan menariknya menuju asrama.

"Rey, kamu kenapa gitu sih? Nggak enak tahu, dia kan kakak tingkat kita pula," ujar Key cemas.

Rey hanya mengendikkan bahunya acuh, "peduli amat. Lagian kamu jangan pergi sendiri keluar asrama, bahaya."

"Aku tadi ajak Rival, dia gak mau. Kamu sama Ven aja nggak tahu kemana, yaudah daripada aku kebosanan mending aku keluar. Eh ketemu Ryan, terus kami ngobrol deh," ujar Key sembari menggerutu.

Rey mengerutkan alisnya, "semudah itu? Kalau tiba-tiba dia orang jahat gimana? Aku khawatir tau sama kamu!"

Key menghela nafasnya lelah, ia mencoba menjelaskan. "Bukan gitu Rey, kan nggak sem-"

"Kalau kamu nggak mikirin keselamatan demi kamu, setidaknya demi aku. Aku peduli sama kamu, aku khawatir. Aku bahkan keliling sekolah cuma buat cari kamu, dan ternyata reaksi kamu setenang ini. Kamu bahkan membela Ryan saat aku dan dia sedang berdebat. Gimana kalau ternyata dia jahat dan ngelakuin sesuatu sama kamu? Apa kamu nggak mikirin aku atau Rival dan Ven? Aku kecewa Key sama reaksi kamu."

Rey pun pergi meninggalkan Key di koridor belakang VA, dengan perasaan kesal.

Key merasa terenyuh, merasa bersalah kepada Rey dan sahabatnya yang lain karena mereka mengkhawatirkannya, sedangkan reaksinya seolah ia tidak suka diperlakukan seperti itu.

Menghela nafasnya, Key melangkahkan kakinya menuju asrama dengan gontai.

🏰🏰🏰

Tok... tok...

"Rey? Kamu ada di dalam? Aku minta maaf ya soal tadi, soalnya aku cuma nggak mau kamu bertengkar sama Ryan," Key mengetuk pintu kamar Rey.

Tidak ada jawaban.

Baiklah, Key mengerti. Mungkin Rey kesal dengannya sampai tidak mau berbicara dengannya.

Key pun berjalan memasuki kamarnya, namun saat ia membuka pintu kamarnya ia melihat sesuatu.

Sebuah kotak berwarna tosca dengan pita berwarna putih. Ya, warna kesukaan Key. Tapi siapa yang meletakkan kotak ini disini? Atau mungkin, ada yang salah memberi paket?

Entahlah, Key hanya mengendikkan bahunya acuh. Ia mengambil kotak itu kemudan meletakkannya di atas meja belajarnya. Mungkin, kalau Ven kembali ke asrama dia bisa bertanya.

Key pun merebahkan tubuhnya di atas kasur, namun pikirannya kembali ke kejadian tadi.

Key tahu ia salah, ia berniat untuk membalas kekesalannya dengan sahabat-sahabatnya dengan bermaksud mengobrol dengan Ryan dan mengabaikan sahabatnya.

Yah, selain itu Key juga marah-marah kepada Rey. Memang benar, kalau ia tidak mengenal Ryan sehingga ia tidak tahu Ryan itu baik atau tidak.

Sekarang, apa yang harus dilakukan Key untuk membujuk Rey. Rey saja tidak mau membukakan pintu kamar dan mengobrol dengannya. Jadi, dia harus bagaimana?

Pikirannya teralih saat melihat penselnya bergetar dan menunjukkan sebuah notifikasi.

Matanya menyipit sembari membaca dan terus mengulangi kalimat yang tertera di ponselnya.

Key aku minta maaf karena membuatmu merasa terganggu dengan kehadiranku. Juga, aku ingin minta maaf karena telah marah-marah kepadamu. Kami pergi dulu, sampai jumpa di hari Sabtu.

🏰🏰🏰

Helo gaiseu! Ana abdet egein, wqwqwq.

Nih akhirnya terwujud jga, soalny lagi sibuk banget kemaren sampe nggak bisa update.

Jangan lupa komen!

Vomment.

[#2] LIETHER | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang