Selesai-end
"Kematian merupakan akhir dari kehidupan semua mahluk hidup di dunia ini. Akan tetapi bagaimana jika kematian lah awal dari kehidupan itu sendiri."
Azka Shoutwellm harus kuat menghadapi kenyataan bahwa seluruh keluarganya harus mening...
Bacalah dengan posisi yang nyaman dan jangan membaca terlalu dekat, ingat 30 cm adalah jarak yang paling minimal untuk aman mata.
Sebelumnya
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Durlan membalik semua makanan yang awalnya di sisapkannya untuk dewi kecilnya.
Tatapan cinta yang sekarang berganti dengan kemarahan mutlak menyeruak dalam pandangannya.
"Bagaimana mereka bias hilang!!"
"Kalian sampah!!"
"Cepat temukan mereka!!"
"Aku ingin Mereka hidup atau mati!!"
Teriakan demi teriakan terdengan menggema tapi terendam olah suara hujan yang tiba-tiba datang.
***
Hujanderas semakin membuat suara air semakin terdengar hingga membuat alunan lagu yang membuat gangguan di setiap hati orang yang berlarian.
"Apa kau masih bias berlari?" ucap Azka ketika melihat napas ZIa yang semakin sulit di sampingnya. Tangan Azka menarik Zia semakin dekat pada pelukannya hingga dapat dirasakkannya suhu dingin dari gesekan kulit mereka.
Azka merasakan badan kaku Zia yang beransur hilang sejak awal ia memeluknya. Sekarang mungkin bukan saatnya untuk menggodanya tapi Azka tidak bias menahan tawanya.
"Apa yang ketawakan sekarang!" protes Zia ketika melihat dari ujung pandangnya ketika melihat sudut bibir Azka yang terangkat.
Mereka terekat erat di sudut ruangan dengan tertutup tumpukan sampah plastic tua hanya berharap tidak ditemukan dan dapat menarik napas untuk kembali berlari keluar dari tempat yang seperti labirin tua ini.
"Bisakah kau membayangkan bagaimana jika ada yang tau artis sombong seperti mu sekarang berusaha mencari keuntungan dengan mendekatiku sekarang." balas Azka sambal menyisir rambut basahnya kebelakang hingga semakin membuat bayangan tampannya semakuin tajam dengan sedikit bantuan cahaya bulan malam.
Degup jantuh Zia membuatnya semakin sulit mengatur napasnya, apa sekarang?
Apa sulit untuk hanya menatapnya sekarang?
Bukan sekarang lalu kapan?
Azka menurunkan tatapannya, kerutan keningnyya membuat wajahnya semakin sulit di tebak tapi tatapannya menajam ketika melihat Zia yang tampak kecil dan pas di pelukannya.
Bagaimana jika memang kutukan tengtang kematian itu membuat setiap orang didekatnya harus mati.
Kegelisahan di setiap sudut hati yang ditekan oleh kedua orang ini membuat rintik hujan menambahkan ketidak nyamanan akan akhir yang tidak ingin mereka ketahui.
"Apa yang kau gelisahkan sekarang?" ucap Azka menarik Zia semakin erat dalam pelukannya.
Hampir lewat tengah malam dan hujan semakin lebat.