Aku mengikuti Lucinda ke ruangan berikutnya tetapi masih tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Kurasa itu mimpi. Ya, kurasa begitu. Mana mungkin ada pria unreal seperti Zedith di dunia ini kan? Apalagi aku sudah memesannya untuk lima bulan ke depan.
Walaupun aku sudah melihat foto profilnya, tidak mewakili sosok sebenarnya. Is he Aladdin with a bulk body and sexy smile? I think he is.
Akhirnya kami mencapai ke depan ruangan yang bertuliskan 'meet up room'. Ruangannya tidak begitu besar hanya ada dua sofa berukuran sedang yang saling berhadapan dan coffee table di depannya. Hiasan ruangan ini begitu netral tidak tampak bahwa ini kantor atau perusahaan yang sengaja menyewakan pasangan sewaan untuk para wanita atau pria yang akan meninggalkan dunia ini dalam waktu yang singkat.
Lucinda mempersilahkanku duduk kemudian ia mengambil berkas yang kuambil dan keningnya berkerut.
"Kau tidak terlalu banyak mengajukan permintaan, yeah?" Aku mengangguk.
"Hmm, kuharap kau melakukannya karena itu akan mempengaruhi kontrakmu dan sang PL,"
"Aku tidak tahu harus meminta apa ketika hal sederhana yang kuminta hanya menemaniku selama masa hidupku yang pendek ini," Jawabku dengan tenang. Lucinda menaikkan sebelah bibirnya kemudian ia mengangguk.
"Kau pemilih yang tepat, Zedith akan sangat cocok denganmu," Aku tidak tahu kenapa Lucinda mengatakan hal seperti itu namun aku hanya diam saja.
"Well, sebentar lagi aku akan memanggil Zedith kemari untuk kuperkenalkan," Kemudian Lucinda berdiri dari sofanya dan berjalan menuju meja panjang yang terdapat sebuah telepon kantor berwarna putih dan ia menekan sesuatu lalu berbicara "Come in Zed," Aku sangat gugup. Sungguh gugup. Tidak pernah aku segugup ini. Memang dalam lingkungan sosial aku sangat canggung lebih canggung dibandingkan saudara kembarku Tasha.
Namun, saat aku menerima penghargaan penulis terbaik oleh New York Times aku tidak segugup ini. Saat aku berjalan ke altar untuk menemui mantan suamiku, aku juga tidak segugup ini, aku berjalan dengan langkah mantap dan pasti. Saat perceraian yang diajukan oleh mantan suamiku, aku juga tidak gugup seperti ini. What the actual is wrong with me?
Kenapa aku sangat gugup hingga bra yang kukenakan terasa lengket karena keringat mengalir di sela-sela belahan dadaku dengan derasnya.
Lagi-lagi nafasku tercekat melihat sosok Zedith yang masuk ke dalam ruangan. Sosoknya saja dapat memenuhi seluruh ruangan dan hanya ia yang tampak bersinar. Sebuah piala yang terdapat di ruangan ini, tidak tampak mencolok karena kehadiran Zedith.
Astaga, dia bukan robot android yang sedang dikembangkan oleh ilmuwan jepang itu kan? Apakah aku harus bertanya kepada kakakku Rowan mengenai hal ini? Siapa tahu Amerika memang sudah memesan robot android yang sempurna hingga menaikkan gairah seksual wanita hingga berkali-kali lipat seperti halnya kucing yang sedang memasuki musim kawin.
Zedith tersenyum miring ke arahku kemudian ia mengedipkan sebelah matanya kepadaku. Kurasa aku akan pingsan bukan karena tumor yang kuderita tetapi hanya karena kehadiran Zedith yang menyita perhatianku dan membuat ovum-ku berteriak secara lantang dari dalam rahimku (Make me preggo daddy! Make me!).
Zedith duduk berhadapan denganku kemudian Lucinda memperkenalkan kami.
"Well,Zedith ini partner-mu untuk lima bulan kedepan. Trixy Nicholson dan Miss Nicholson seperti yang kau ketahui melalui profile website kami, ini Zedith," Zedith menyodorkan tangannya dan aku menjabatnya layaknya kami belum pernah berkenalan dan bertemu sebelumnya. Layaknya kami hanya akan menyetujui sebuah perjanjian yang murni hanya bisnis saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHIT HAPPENED (#5 THE SHIT SERIES)
RomansaWARNING 21+++ (Due to some mature scene and content underage are not allowed) Trixy Nicholson, 30 tahun divonis usianya hanya bebrapa bulan saja. Dia tak ingin menyianyakan waktunya dan ingin terbebas dari ketidak bahagiaan yang selalu menghampiri d...