24

2K 212 57
                                    

Apa itu kematian?

Aku tidak pernah tahu dan tidak pernah merasakannya. 

Melihat sebuah kematian? 

Ah, sudah sering aku melihatnya. 

Ditinggalkan oleh dua orang yang sangat kusayangi di dunia, melalui hal tersebut, yaitu kematian.

Ayah dan Ibuku meninggalkan dunia lebih cepat dari yang kuduga. Kukira, mereka masih akan menemaniku dan saudara-saudaraku disini. berbagi Ilmu mereka kepada kami dan mengajarkan kami bagaimana caranya menjadi satu keluarga yang utuh.

Sebelum kematian mendatangi mereka, bahkan mereka telah berpisah karena kesalahan Ibuku yang sempat membuat gempar seluruh Chicago di kala itu. Ibuku, menyatakan bahwa ia seorang lesbian. 

Ya, ia baru mengakuinya setelah mempunyai anak dan suami yang ia nikahi selama bertahun-tahun, secara tiba-tiba ia mengungkapkan hal itu di depan seluruh media massa. Hal tersebut menyebabkan perceraian terjadi kemudian Ayahku menikahi lagi Ibu tiri yang tidak seburuk kisah-kisah Disney princess.

Tetapi kematian merenggut pula nyawa Ibu tiriku.

Ah, bahkan aku tak menyangka kalau aku akan mendatangi kematian ini. Sungguh, tak pernah kuduga sebelumnya. Sebetulnya, aku juga bingung mendatangi atau didatangi. Haha. Entahlah.

Well, beginikah rasanya?

Aku sama sekali tidak merasakan sakit.

Hampa.

Gelap.

Kosong?

Yeah, kurasa ini mudah. Tidak sesulit yang kuduga.

Tetapi, dimakah aku? bukankah setahuku aku sudah berasa di surga? Kenapa terasa sangat gelap? Apalagi, sangat hening?

Yeah, begitu hening. Tidak kusangka surga sangat hening dan gelap sebeperti ini. Kupikir surga itu bercahaya kemudian ramai anak-anak berlarian, pephonan indah tumbuh dimana saja kemudian aku dapat melihat Ibu, Ayah dan Ibu Tiriku menyambutku di depan gerbang.

Ah, sepertinya tidak. Itu hanya khayalan belaka para manusia yang sok tahu-menahu mengenai konsep surga, ya bukan? Atau hanya saja aku yang tidak cukup peduliketika mendatangi misa minggu? Atau mendengarkan kata pendeta?

Ibuku saja tidak pernah mendatangi gereja dan tidak percaya kepada Tuhan. Hanya Ibu Tiriku saja yang sangat rajin mengajakku bepergian di hari minggu untuk ke gereja.

Kurasa, aku cukup berjalan sangat lama di dalam jalanan gelap nan hening ini. Sebetulnya, aku ingin sekali berteriak namun suaraku tidak dapat keluar satu patah kata-pun. Rasanya pita suaraku seperti terikat oleh sesuatu yang tidak bisa kujelaskan atau kuungkapkan dengan apapun. Berkali-kali, aku berusaha mengeluarkan suaraku namun gagal.

"Trix!"

Hah? Kenapa ada yang memanggilku?

"Trixy! Honeybunch!"

Zedith?

Aku menoleh ke belakang memastikan bahwa suami bayaranku benar-benar berada disini. tetapi, Kenapa ia berada di surga yang sama denganku? Dia tidak ikut mati bersamaku bukan?

"Zed? Please, jangan katakan kau bunuh diri atau apapun itu!" Waittt... kenapa suaraku keluar?

"Trix? Kau berkata apa honeybunch? Trixy?" 

"Aku berkata, kenapa kau ikut kemari bodoh? Aku, sudah mati! Aku tidak ingin kau ikut mati! Bodohnya dirimu kau malah ikut mati bersamaku!"

"Honeybunch, kau hanya menggumam! Dan aku panik setengah mati!" Aku tidak melihat siluet atau apapun bentuk tubuh dari Zedith. Sama sekali tidak. aku hanya mendengar suaranya dengan jelas. 

SHIT HAPPENED (#5 THE SHIT SERIES)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang